Sempat Jadi Bahan Tertawaan, Petani Nagreg Ini Ciptakan Alat Pengubah Plastik jadi Bensin

By nova.id, Rabu, 7 Desember 2016 | 02:33 WIB
Oko sedang bekerja di rumahnya menciptakan inovasi (nova.id)

Dengan alat ciptaannya, Oko Rukmana (60), yang hanya tamatan sekolah dasar, mengubah limbah plastik menjadi bahan bakar. Bukan hanya menjadi bensin, tapi juga solar dan minyak tanah.

Ditemui di rumahnya di Kampung Mekar Biru RT 01/14, Desa Citaman, Kecamatan Nagreg, Kabupaten Bandung, Senin (5/12/2016), Oko mengakui, inspirasinya menciptakan alat daur ulang palstik tersebut muncul setelah mendengar cerita dari menantunya, Kustiman (43), empat tahun lalu.

Kustiman, yang ketika itu sudah pensiun dini dari PT KAI, bercerita bahwa dari artikel yang ia baca, di Amerika plastik sudah bisa didaur ulang menjadi minyak dengan metode pirolisis.

"Mendengar cerita itu saya jadi kepikiran untuk membuatnya. Apalagi, katanya, minyak yang dihasilkan bisa dipergunakan untuk bahan bakar tank," kata Oko.

Keinginan itu bertambah kuat setelah ia mengetahui bahwa ternyata prinsip metode pirolisis ini sangat sederhana : hanya melalui pemanasan hingga suhu tertentu. Dengan metode ini, senyawa hidrokarbon, rantai panjang yang terdapat pada plastik, diubah menjadi senyawa hidrokarbon yang lebih pendek, menjadi bahan bakar alternatif.

Baca juga: Petani di Mesuji Punya Akun Twitter dan Website

Meski keinginannya membuat alat itu sudah menggebu sejak pertama kali mendengar ceritanya, Oko baru bisa merealisasikannya setahun kemudian, tahun 2013.

Awalnya, Oko bereksperimenbdengan hanya menggunakan kaleng kotak bekas biskuit. Namun, karena takut meledak, Oko pun merelakan tabung bekas jet pump-nya untuk dijadikan alat. Tabung bekas jet pump, menurut Oko, relatif sama karena mampu menahan tekanan hingga 10 bar.

Tabung tersebut ia hubungkan dengan pipa kondensor (pendingin), sementara plastik yang akan diubah menjadi bahan bakar dimasukkan ke dalam tabung, lalu ditutup dan dipanaskan.

Pada tahap pertama pertama percobaannya, Oko memasukkan tiga kilogram plastik ke tabung. Pemanasan ia lakukan hanya dengan kayu bakar.

Tak disangka, dalam waktu satu jam, dari tiga kilogram plastik bekas tersebut Oko mendapat setidaknya tiga liter bahan bakar seperti minyak tanah.

"Awalnya sempat ditertawain sama keluarga dan teman-teman. Mereka bilang eksperimen saya teh konyol," kata dia.

Pada percobaan pertama, kata Oko, bahan bakar yang dihasilkan masih sangat jelek. Itu terjadi karena semua masih mengalir dari satu pipa pendingin. Dari situlah, kata Oko, terpikir untuk juga membuat tabung reaktor.

Dengan dua tabung ini, pemanasan plastik hanya dilakukan di reaktor, sementara untuk penyulingan dilakukan dengan menggunakan pipa kapiler yang terhubung dengan tabung pendingin.

"Karena hasilnya belum maksimal, pipa kapilernya saya tambah menjadi tiga. Pipa pertama untuk menyalurkan uap berat yang menghasilkan sejenis minyak tanah, pipa kedua untuk menyalurkan uap  sedang yang menghasilkan sejenis solar, dan pipa ketiga untuk menyalurkan uap ringan yang menghasilkan sejenis bensin. Untuk menjaga agar suhunya tetap konstan, pemanasan dirubah dengan gas bukan kayu bakar," ujar Oko yang sehari-harinya juga mencari nafkah dengan bertani.

Penyulingan dengan destilasi bertingkat, dengan tiga pipa pendingin seperti yang dilakukan Oko, secara prinsip tak berbeda dengan perusahaan besar penyulingan minyak bumi. Namun, karena alatnya sangat sederhana, minyak yang dihasilkan Oko tentu tak sebagus minyak yang dihasilkan perusahaan besar. "Tapi prinsipnya sama," kata Oko.

Pada dasarnya, menurut Oko, semua plastik bisa "diubah" menjadi minyak. Namun, hasil terbaik didapat dari plastik high density polyethylene (HPDE) dan plastik polipropena (PP). Kedua jenis plastik ini kerap dipergunakan untuk bahan tempat makanan atayu minuman.

Namun, HDPE biasanya dipergunkan untuk wadah sekali pakai. Dalam kode kemasan plastik, HPDE dicirikan dengan angka dua yang berada dalam segitiga panah daur ulang. Plastik PP diberi angka lima, ini plastik teraman untuk tempat makanan dan minuman, dan biasa dipergunakan berulang kali.

Raw / Tribunnews