Perempuan kelahiran Manado ini menumpahkan passionnya terhadap seni melalui batik. Tak seperti batik lain, ia membuat Batik Bercerita. Di atas kain batik itulah, ia berkisah tentang keindahan alam dan budaya Indonesia, khususnya tanah Sulawesi Utara.
Bisa diceritakan awal perkenalan Anda dengan batik?
Tahun 2013 saya bergabung dengan sebuah yayasan sosial dan budaya. Di situ saya kemudian banyak menghadiri kegiatan yang bersinggungan dengan batik dan beragam industri kreatif di Indonesia, selain tentunya kegiatan sosial. Dari situlah saya kemudian tertarik mencari tahu lebih banyak tentang batik dan kemudian malah ingin membuat batik sendiri.
Apa yang membuat Anda termotivasi menekuni dan mengembangkan batik? Kenapa mengkhususkan diri pada batik khas Sulawesi Utara?
Sebenarnya saya tidak mengkhususkan diri ke batik Sulawesi Utara saja. Saya ingin menjadi desainer batik yang inspirasinya datang dari mana saja. Latar belakang saya dari desain interior. Saya memang senang mendesain dan menggambar sejak dulu.
Ketika saya mulai tertarik dan pengin menekuni batik, saya berdiskusi dengan suami dan anak saya. Mereka mendukung 100% keinginan saya dan menawarkan untuk survei bareng. Jadilah kami ke Jogya, Solo, Pekalongan, dan Cirebon, belajar tentang batik.
Batik Bercerita, itulah yang kami putuskan menjadi dasar desain batik saya. Kami menyebutnya Batik Bercerita Sizzy Matindas Batik. Batik dengan pendekatan nostalgia. Banyak orang bilang, melihat Sizzy Matindas Batik, jadi ingat kampung halaman. He he.
Nah, karena saya lahir dan besar di Sulawesi Utara, maka ide awal yang muncul adalah batik yang menceritakan tentang budaya dari kampung halaman saya tersebut. Lagu Miara Si Luri adalah desain pertama dari Sizzy Matindas Batik. Miara Si Luri bercerita filosofi orang Minahasa bahwa laki-laki harus memperlakukan wanita dengan baik. Mapiara berarti Tuhan sang pemelihara.
Dari mana mendapat ide-ide desain batik Anda?
Untuk mendapatkan ide desain, saya dan keluarga kembali ke Manado. Kami jalan keliling, ke museum, Badan Arkeologi, ngobrol dengan budayawan, jalan-jalan di kampung sambil mendengarkan lagu-lagu Manado, baik yang modern maupun tradisional. Pesan dari budayawan, buatlah batik yang keliatan "Manado banget." Mendengar lagu, membaca cerita dan mengunjungi langsung tempat-tempat tersebut, membuat ide mengalir.
Yang sangat menyenangkan adalah anak saya pun, yang besar di Jakarta, kemudian menjadi sangat mengerti dan makin mencintai kampung halamannya. Senang dan bangga jadinya.
Apa saja desain batik yang Anda buat?
Lahirlah kemudian Batik Kelapa. Nama awalnya batik Miara Si Luri tapi oleh pengrajin dinamakan Batik Kelapa karena ada banyak gambar kelapa di sana. Desain berikutnya adalah Kabasaran, tarian perang khas Minahasa. Kabasaran dengan keagungan sang penari yang adalah Waraney (prajurit perang) di masa perang. Wah, keren sekali setelah saya bikin batik. Kemudian ada Batik Danau Tondano yang menceritakan tentang keindahan sekitar Danau Tondano, lengkap dengan restoran terapung dan karamba di pinggir danau.
Sebetulnya, apa ciri khas dari batik Manado? Lalu, apa ciri khas Batik Bercerita?
Manado sebetulnya tidak punya budaya membatik, tetapi menenun. Batik merupakan budaya Indonesia. Nah, untuk bercerita tentang budaya Sulawesi Utara, memvisualisasikan keindahan cerita, tarian maupun keindahan budaya dan alam, saya memilih menyampaikannya melalui batik bercerita.
Misalnya, batik tentang Wakatobi, desain hasil kolaborasi saya dengan Ibu Ilmiati Daud, Wakil Bupati Wakatobi. Melalui batik Wakatobi, kami ingin menceritakan keindahan budaya dan keindahan alam bawah laut kepulauan Wakatobi. Semua prosesnya pun sangat menyenangkan buat saya.
Sebab, senang sekali ketika orang atau pemakai Sizzy Matindas Batik, mereka selalu cerita ke saya bagaimana orang akan bertanya tentang motif batik yang mereka pakai. Mereka pun akan dengan senang hati bercerita tentang kampung halaman mereka melalu batik bercerita tersebut.
Dari semua motif atau desain yang pernah Anda buat, mana yang paling banyak mendapat sambutan positif?
Syukur pada Tuhan, semua motif semua orang suka. Tapi yang pertama kali orang merasa amazing adalah motif Kabasaran. Itu disukai di dalam negeri, lebih-lebih di luar negri. Waktu show di Los Angeles (LA), itu favorit banget.
Sejak kapan Anda mulai memasarkan kain-kain batik tersebut? Apa saja hambatannya saat membuka usaha ini?
Saya sudah punya usaha interior sejak tahun 2005 dan berakhir pada saat saya mulai terjun ke batik. Jadi saya alih usaha. Awalnya saya pasarkan lewat FB pribadi dulu. Yang beli teman-teman dekat dan keluarga. Mereka inilah yang kemudian mengiklankan kepada kenalan-kenalan mereka. Saya juga mulai dengan memakai produk sendiri dan mengupload ke FB.
Akhir tahun 2015, teman saya, Chintya Tompodung (sekarang menjadi manajer promosi Sizzy Matindas Batik), memperkenalkan Batik Kabasaran kepada Ibu Vonny Pangemanan, owner The House Of GV di LA. Beliau sangat suka sehingga kami kemudian sering bekerjasama, sampai kemudian saya dipercaya mendesain batik untuk cinderamata Expo Kopi di LA dan dipercaya mendesain Batik KJRI, berkolaborasi dengan Konjen LA, Bapak Umar Hadi. Itu dilaunching saat LA Fashion Week 2016 kemarin.
Kami diundang Pihak INspire Nusa (INusa US) mewakili Indonesia dalam pameran Asean di LA, diundang pihak Konjen LA mengikuti Explore Indonesia, dan diundang presentasi tentang desain batik oleh pihak University of California, Los Angeles (UCLA).
Omong-omong, dimana Sizzy Matindas Batik bisa diperoleh, dan berapa kisaran harganya?
Batik bercerita bisa diperoleh di galeri Sizzy Matindas Batik di Jl. Siswa No. 5, Taas. Manado, dan di Rarampa Restaurant, Jl. Mahakam. Jakarta Selatan. Harganya mulai dari Rp200 ribu sampai Rp15 juta.
Apa yang terjadi setelah Anda berpameran di luar negeri?
Ya, dapat kesempatan pameran di luar negri sangat menyenangkan. Senang sekali ketika warga asing maupun orang Indonesia begitu exciting ingin mengetahui cerita dari selembar kain Batik Bercerita Sizzy Matindas Batik. Saya pun dengan senang hati menceritakannya, dengan harapan mereka akan tertarik juga untuk melihat langsung ke sana.
Ada cerita menarik ketika pameran di UCLA. Saya menampilkan batik Bitung, Selat Lembeh dan Tarsius. Kebetulan, ada sebuah keluarga Amerika yang ternyata baru sebulan sebelumnya mengunjungi daerah Bitung. Wah, mereka senang sekali melihat batik saya dan memperlihatkan foto-foto mereka lagi sama Tarsius, foto dengan Yaki (monyet khas Bitung yang dilindungi).
Kebetulan saya juga membawa gambar besarnya yang masih di kertas (sekarang sedang proses pembatikan). Ah, mereka gembira sekali sambil memperlihatkan kepada orang-orang lain yang hadir dan menceritakan pengalaman mereka di kota Bitung. Ternyata, Batik Bercerita Sizzy Matindas Batik mampu membangkitkan memori. He he.
Selain menciptakan kain batik, apakah ada produk lain dari batik yang Ibu buat, misalnya pakaian?
Kami berencana merambah ke produksi baju jadi juga, tetapi secara bertahap.
Sekarang, berapa kapasitas produksi Batik Bercerita? Siapa saja sih pelanggan batik ini?
Setiap bulan kami rutin memproduksi 150 potong batik cap dan 6 bahan batik tulis, itu untuk penjualan di 2
galeri dan pesanan khusus dan masih belum memenuhi target sih. Dengan tambahan workshop yang sekarang sedang dibangun, mudah-mudahan produksi batik tulis akan bertambah sehingga bisa memenuhi kebutuhan. Sekarang, kami selalu kehabisan batik tulis.
Apa harapan dan rencana Anda berikutnya?
Saya merasa masih harus terus belajar dan melakukan riset. Masih banyak motif khas Sulawesi Utara yang belum bisa kita angkat karena keterbatasan sumber daya manusia, baik di bidang desain, gambar maupun produksi. Belum lagi cerita-cerita dari berbagai daerah lain di Indonesia. Semua sedang berusaha kami tingkatkan. Kualitas desain, ide cerita, kualitas pembatikan, dan pengetahuan bahan dan kombinasi warna..
Saya dan pengrajin selalu berdiskusi untuk meningkatkan kualitas produksi kami. Mudah-mudahan awal tahun 2017 ini workshop selesai, sehingga bisa menambah jumlah pengrajin dan jumlah hasil produksi.
Asal tahu saja, untuk mengerjakan Batik Bercerita, butuh keterampilan pengrajin, karena gaya menggambar yang berbeda dari batik yang sering mereka kerjakan sebelumnya.
Usaha baru belum ada, masih lebih ke pengembangan workshop supaya jumlah dan kualitas produksi makin baik. Ada beberapa undangan pameran dan permintaan desain dari beberapa daerah di Indonesia. Semoga bisa terlaksana dengan baik semuanya.
Apa tanggapan Anda melihat batik Anda kini mendapat sambutan sangat baik dari masyarakat?
Wah, pasti senang dan sangat bersyukur. Kemarin saya lihat batik saya dipakai oleh Ibu Megawati, senang banget. Juga dipakai oleh Bapak dan Ibu Gubernur Sulawesi Utara, dikoleksi oleh para pencinta kain juga, itu merupakan penghargaan buat saya. Saya juga senang melihat di FB teman, keluarga maupun kenalan yang dengan happynya mengupload foto mereka mengenakan Sizzy Matindas Batik.
Bagaimana tanggapan suami dan anak-anak atas usaha dan semua kegiatan Anda?
Suami, Richard Rotty, dan anak saya, William Rotty, adalah pendukung nomor satu. Saya ingat waktu awal-awal melakukan riset ke Jawa dan beberapa daerah penghasil batik. Kami pergi bertiga, capeknya bareng, survei dan riset bareng.
Saya memang ingin anak saya terlibat sejak awal. Selera dia dan saya berbeda. Ia memberi sentuhan/saran yang lebih modern dan berani sehingga hasilnya pun bisa tak terduga buat saya (tak terduga dalam arti positif).
William, kelahiran tahun 2000, punya selera seni yang sangat bagus, juga sangat disiplin dalam hal quality control, nggak ada toleransi. Oleh karena itu, kain yang dijual di galeri itu memang yang layak jual dari segi desain maupun warna dan bahan. Dengan William juga saya biasa diskusi untuk mendapat bentuk motif-motif baru. Jadi, untuk pengembangan usaha dan administrasi, saya serahkan ke suami dan anak saya.
Anda sangat sibuk, kapan biasanya meluangkan waktu untuk keluarga?
Sebetulnya waktu luang saya banyak, kok. Saya usahakan kerja di saat jam kerja normal walaupun seringkali malam hari saya juga mesti mendesain dan menggambar. Tapi karena pekerjaan ini bagian dari hobi saya juga, jadi tidak terasa berat malah saya sangat menikmati
Dan, karena saya bekerja di rumah, maka waktu sama anak juga tidak terganggu. Biasanya, Sabtu dan Minggu saya dan suami ke Cirebon. Kami berkomunikasi dengan anak lewat media sosial sehingga setiap saat bisa mengawasi. Saya juga aktif di yayasan dan beberapa organisasi, untuk keseimbangan hidup.
Edwin F. Yusman