Istilah hipertensi tentu sudah tak asing lagi di telinga kita.
Gangguan kesehatan yang juga sering dikenal dengan tekanan darah tinggi ini merupakan kondisi kronis di mana tekanan darah pada dinding arteri (pembuluh darah bersih) meningkat.
Namun, masih banyak yang belum mengetahui tentang hipertensi pulmonal (pulmonary hipertension) atau di Indonesia sering disebut hipertensi paru.
Saat ini, hipertensi paru merupakan masalah kesehatan global.
(Baca: Hipertensi Sebabkan Kematian Mendadak, Berapa Tekanan Darah yang Normal?)
Lebih dari 25 juta kasus hipertensi paru di dunia, 50 persennya tak berobat sehingga meninggal kurang dari 2 tahun jika tidak diterapi.
Dan yang lebih mengejutkan, angka kematian karena hipertensi paru lebih tinggi dibandingkan dengan kanker payudara dan kanker kolorektal.
Menurut Prof. Dr. dr. Bambang Budi Siswanto, Sp.JP(K)., FasCC, FAPSC, FACC., ada beda antara hipertensi biasa dengan hipertensi paru.
(Baca: Waspada! Duduk Bersila Sebabkan Penyakit Saraf dan Hipertensi )
Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang terjadi di pembuluh darah.
“Sedangkan hipertensi paru merupakan suatu keadaan di mana terjadi peninggian tekanan di pembuluh darah paru, baik di arteri maupun vena paru,” jelasnya.
Tekanan darah tinggi paru ini terjadi karena saluran atau arteri pulmonal yang membawa darah dari jantung ke paru-paru menyempit atau menebal.
Kondisi ini membuat jantung kanan harus bekerja lebih keras untuk memompa darah tersebut menuju paru-paru.
(Baca: Waspada! Debar Jantung Tak Teratur Dipicu Penggumpalan Darah di Paru-paru)
Berbeda dengan hipertensi biasa, hipertensi paru terjadi karena adanya peningkatan yang persisten dari tekanan pembuluh darah arteri, yakni tekanan diastolik di atas 95 mmHg.
Sedangkan, pada tekanan darah normal, umumnya tekanan sistoliknya tidak melebihi 140 mmHg dan diastolik tidak melebih 90 mmHg.
Penyakit hipertensi paru dianggap langka, karena cara diagnosa yang sulit, dan keluhan yang tidak khas.
Selain itu, gejala yang mirip dengan penyakit jantung atau paru.
“Waspada bila merasakan dada sesak, dan lebih baik lakukan skrining dini,” tutup Prof. Bambang.
(Baca: Alasan Mengapa Hipertensi Memicu Stroke dan Serangan Jantung)