Apakah Bungkus Makanan yang Sering Kita Gunakan Aman? Simak Penjelasannya Ini

By Winggi, Minggu, 10 Desember 2017 | 11:15 WIB
Bahaya pembungkus makanan (istock) (Winggi)

NOVA.id - Jika kita membeli makanan di warung atau di pinggir jalan biasanya makanan yang kita pesan akan dibungkus kertas berwarna cokelat.

Bahkan saat membeli gorengan, atau makanan lain tak jarang yang menggunakan kertas bekas pakai untuk dijadikan sebagai wadah.

Sebaiknya kebiasaan ini harus cepat kita ubah.

Yakni segera memindahkan makanan ke piring atau membawa wadah saat membeli makanan.

(Baca juga: Jangan Keliru! Ternyata Susu Tanpa Garam Jauh Lebih Sehat Loh, Ini Buktinya)

Melansir dari Kompas.com, ternyata ada sebuah penelitian yang menunjukkan jika kertas untuk membungkus makanan tersebut mengandung BPA yang dipercaya bisa membahayakan tubuh kita.

Kandungan BPA atau yang dikenal dengan bisphenol A merupakan bahan kimia yang sering digunakan sebagai bahan pembuat wadah makan.

Bukan hanya plastik namun juga kertas.

(Baca juga: Takut Terkena Dampak Teknologi, Pangeran William Ajarkan Begini Kepada Anaknya)

BPA ini pada awalnya digunakan pada wadah makanan kaleng agar kaleng tersebut tak mudah berkarat.

Kompas.com melansir dari WebMD, seorang ilmuwan riset di New York State Department of Health, Kurunthachalam Kannan, Ph.D. mengungkapkan jika BPA juga memiliki kandungan kertas pembungkus makanan dengan tingkat konsentrasi yang sangat tinggi.

Pada umunya kadar BPA tinggi ada di dalam kertas pembungkus makanan yang merupakan hasil daur ulang.

(Baca juga: Ingin Nikmati Wisata Air Baru Sekaligus Udara Sejuk di Jakarta? Rasakan Sensasi Waduk Cincin)

Bahan yang digunakan berupa bubuk BPA yang digunakan untuk melapisi kertas agar lebih tahan panas.

Tak hanya pada kertas pembungkus makanan, ternyata BPA juga ditemukan pada tisu toilet, kertas Koran, kertas struk belanja, ataupun tiket.

Akibatnya, jika bahan kimia ini masuk ke dalam tubuh, zat BPA tersebut bisa meniru fungsi dan struktur hormone esterogen.

Dengan kemampuannya tersebut, BPA bisa mempengaruhi proses kerja tubuh yakni pertumbuhan perbaikan sel, perkembangan janin, tingkat energi dan reproduksi.

(Baca juga: Selalu Merasa Takut Kehilangan Pasangan? Ini Cara Mengatasinya)

Kemungkinan BPA juga bisa berinteraksi dengan reseptor hormone lain, seperti reseptor hormone tiroid.

Hingga saat ini keamanan BPA masih menjadi pertanyaan banyak pakar kesehatan.

Di beberapa negara yakni Amerika Serikat, Jepang, China, Korea Selatan, dan negara lainnya sudah mmbatasi penggunaan BPA.

Dilansir Kompas.com dari laman Healthline jika sebanyak 92 persen penelitian independen menemukan dampak negative dari penggunaan BPA pada kesehatan.

(Baca juga: Wah, Ternyata Begini Cara Mudah Membuat Selai Nanas yang Tahan Lama, Mudah Loh!)

Saat ini, para ahli atau pakar kesehatan menduga jika BPA bisa memunculkan berbagai efek negative pada tubuh.

Yakni risiko keguguran yang meningkat tiga kali lipat pada perempuan hamil, penurunan reproduksi sel telur sehat dan dua kali risiko sulit hamil pada perempuan, serta turunnya jumlah sperma pada lelaki ketika menjalai program bayi tabung.

Dampak lain yakni  anak lahir lebih hiperaktif, agresif, dan rentan cemas, serta depresi yang dilahirkan ibu dengan paparan BPA, dan meningkatkan risiko kanker prostat serta kanker payudara pada perempuan.

(Baca juga: Hati-Hati, Inilah 5 Penyebab Bibir Bisa Kering dan Pecah-Pecah, yang Terakhir Tak Kita Sadari)

Bahkan di Cina, lelaki yang bekerja di pabrik manufaktur BPA mengalami kesulitan ereksi dan orgasme hingga 4,5 kali lipat dari laki-laki yang tidak bekerja di pabrik BPA.

Meski demikian, banyak studi tentang keamanan BPA dan dampaknya pada tubuh belum benar-benar bisa diyakini.

Masih dibutuhkan lebih banyak penelitian lagi pada manusia untuk mendapatkan hasil yang kongkrit.

(Baca juga: Jangan Bermain Smartphone Sambil Jalan, Lihat Apa yang Terjadi Pada Perempuan Ini!)

Namun, meski begitu ada baiknya jika kita mencegahnya sebelum mendapatkan efeknya.

Sebaiknya mengurangi wadah bungkus makanan yang mengandung BPA tersebut dengan menggantinya dengan yang lebih baik, misalnya piring, atau lainnya.(*)

(Wisnubrata/Kompas.com)