Duh, Berjalan Lebih Lambat Bisa Jadi Tanda Demensia, loh! Ini Penjelasannya

By Dionysia Mayang Rintani, Rabu, 28 Maret 2018 | 06:00 WIB
Duh, Berjalan Lebih Lambat Bisa Jadi Tanda Demensia, loh! Ini Penjelasannya (Dionysia Mayang)

NOVA.id – Merasa berjalan jadi lebih lambat?

Hati-hati, ternyata kondisi ini berisiko lebih tinggi mengalami demensia dibanding mereka yang berjalan lebih cepat, apalagi bagi  yang telah berusia lanjut.

Dilansir dari laman The Indian Express, riset ini dipimpin oleh Ruth A. Hackett dari University College London.

(Baca juga: Sering Bersepeda? Duh, Ternyata Gangguan Kesehatan Ini Mengintai Kita!)

Riset menunjukan bahwa orang-orang yang mengalami penurunan kecepatan berjalan dalam periode lebih dari 2 tahun berisiko lebih tinggi untuk demensia.

Periset juga menemukan bahwa orang yang kurang memiliki kemampuan berpikir dan membuat keputusan, serta mengalami penurunan kemampuan kognitif juga rentan terkena demensia.

Pada 2015, hampir 47 juta orang di seluruh dunia mengalami demensia.

(Baca juga: Heboh Penemuan Cacing Pita Sepanjang 10,5 Meter di Tubuh Warga Sumatera Utara)

Demensia merupakan masalah pada memori yang cukup signifikan untuk memengaruhi kemampuan kita dalam melaksanakan tugas-tugas harian.

Penyebab paling umum dari demensia adalah penyakit Alzheimer, tetapi risiko demensia ini juga bisa disebabkan oleh faktor lainnya.

Dalam riset yang diterbitkan dalam Journal of American Geriatrics Society  ini, periset meneliti 4.000 orang dewasa yang berusia 60 tahun ke atas untuk mempelajari lebih lanjut tentang perubahan kecepatan berjalan, perubahan dalam kemampuan untuk berpikir dan membuat keputusan, serta kaitannya dengan demensia.

(Baca juga: Puting Tenggelam Padahal Sedang Masa Menyusui? Tenang, Simak Kiat Lancar Menyusui Ini)

Periset menilai kecepatan berjalan peserta pada dua periode, yaitu pada tahun 2002-2003 dan pada tahun 2004-2005.

Selain itu, periset juga meneliti pengembangan demensia yang dialami peserta setelah pada tahun 2006-2015.

Kemudian, periset melakukan perbandingan antara peserta yang mengalami demensia dan tidak.

(Baca juga: Tak Takut Salah Warna Lipstik Saat ke Kantor Bila Tahu Triknya Ini)

Namun, dalam penelitian ini periset berpendapat bahwa perubahan dalam kecepatan berjalan dan perubahan kemampuan orang berusia lanjut dalam berpikir dan membuat keputusan tidak selalu muncul bersama dalam mempengaruhi risiko demensia.

Lalu, faktor apa sajakah yang dapat mempengaruhi demensia?

Laman Hello Sehat menyebutkan bahwa terdapat banyak faktor yang dapat memicu demensia.

(Baca juga: Sambangi Kios untuk Belanja, Perempuan Ini Justru Diperkosa Secara Brutal)

Faktor tersebut ada yang bisa kita ubah dan ada yang tidak.

Faktor pemicu yang dapat kita ubah antara lain konsumsi alkohol, risiko kardiovaskuler, depresi, diabetes, gaya hidup merokok, dan gangguan tidur atau sleep apnea.

Sementara itu, faktor pemicu demensia yang tak dapat kita ubah antara lain pertambahan usia, sejarah keluarga, down syndrom, dan gangguan kognitif ringan.

(Baca juga: Bikin Bola-Bola Mi Ayam untuk Bekal Spesial untuk Si Kecil, yuk!)

Lantas, bagaimana cara mengatasi demensia ini?

Laman Hello Sehat  melaporkan bahwa demensia ini bisa kita atasi dengan pengobatan dan terapi.

Obat-obatan yang dapat menringankan penyakit ini bisa berupa Cholinesterase inhibitors seperti donepezil (Aricept), rivastigmine (Exelon) dan galantamine (Razadyne).

(Baca juga: Faisal Harris Kepergok Datangi Rutan Pondok Bambu, Lambe Turah: Nengokin Siapa Tuh?)

Selain itu, obat Memantine juga bisa mengatasi demensia.

Bahkan, pada beberapa kasus, memantine diberikan dengan cholinesterase inhibitor.

Sementara perawatan demensia tanpa menggunakan obat, kita bisa melakukan terapi okupasional seperti  memodifikasi lingkungan atau tugas agar dapat membantu menangani perilaku dan mengurangi kebingungan.

(Baca juga: Fakta Mengejutkan di Balik Mahalnya Tas Gucci, dari Bahan Seharga Ratusan Ribu Hingga Lamanya Jam Kerja Perajin)

Kita juga bisa menggunakan terapi relaksasi, seperti musik, hewan peliharaan, seni atau terapi pijat untuk membantu menstimulasi mood dan perilaku.(*)

(Ariska Puspita Anggraini/Kompas.com)