NOVA.id - Razan Najjar dikenal sebagai perawat medis Palestina yang tertembak mati oleh sniper dari negara Israel dalam protes pada Jumat kemarin.
Dilansir dari Tribun Jogja, seperti diberitakan sebelumnya, Razan Najjar tewas saat sedang memberikan pertolongan kepada demonstran yang terluka di perbatasan Gaza.
Najjar menghembuskan napas terakhir tidak lama setelah peluru dari tentara Israel bersarang di dadanya.
Juru Bicara Kementrian Ashraf Al-Qudra, Najjar mengenakan jas putih ala petugas medis ketika ia ditembak.
Saat itu, tentara Israel menembakkan dua atau tiga peluru dari seberang pagar dan mengenai tubuh Najjar.
(Baca juga: Intip Koleksi Sepatu Nikita Willy di Ruangan Khusus, Ada Model yang Sama Seperti Milik Kim Kardashian loh!)
Pada Sabtu (2/6/2018), ribuan warga pun mengantar kepergian Razan Najjar di jalanan kota Gaza.
Keluarga Najjar pun dirundung duka dan rasa tidak percaya akan kematian Razan Najjar.
Ibunda Razan, Sabreen, memakai baju berwarna hitam penuh dengan menunjukkan rompi medis milik Najjar.
Ia mengatakan bahwa Razan telah menjadi relawan sejak protes telah dimulai.
Najjar bekerja tanpa imbalan dan upah uang.
"Saya khawatir terhadapnya, tapi Razan mengatakan pada kami untuk tidak usah cemas, ia merasa diharuskan untuk membantu dan memakai rompi medis," ujar Sabreen.
Ashraf, ayahanda Razan yang duduk di sebelah Sabreen mengangguk setuju.
Ia hanya duduk dalam diam dan rasa tidak percaya atas apa yang terjadi.
"Aku dilindungi oleh rompiku," ujar Sabreen menirukan ucapan Razan sebelum ia beranjak pergi menjadi relawan.
"Tuhan bersamaku, aku tidak takut," tirunya.
Sabreen juga mengungkapkan ia menginginkan keadilan bagi putrinya.
Menurut relawan lainnya yang bertugas bersama Razan, yakni Rami Abu Jazzar, Razan datang lebih awal pada hari itu.
"Saat ia datang pada hari Jumat, ia mengatakan pada teman-temannya 'saya suka bekerja dengan semua orang di sini'. Ia tersenyum sepenuh hari, itu adalah hari yang indah saat bekerja dengannya", ujar Jazzar.
Dilansir dari CNN.com, Razan Najjar adalah relawan medis kedua yang meninggal.
Lebih dari 200 lainnya terluka.
"Orang-orang tersiksa oleh gas air mata," Jelas Jazzar.
"Ada pria di dekat pagar dan memanggil, 'datang bantulah saya', bantulah saya'. Ia dekat dengan pagar. Razan pergi untuk membantunya."
Jazzar mengungkapkan bahwa di saat itulah Razan tertembak. (*)