Wah, Ternyata di Desa Tenun Ini Pria Tak Boleh Ikut Menenun, Kenapa?

By Healza Kurnia, Jumat, 3 Agustus 2018 | 10:00 WIB
Di depan rumah, perempuan desa biasa menenun kain sambil duduk berselonjor dan bercengkerama dengan wisatawan (Wida/NOVA)

NOVA.id - Jika Sahabat NOVA mau berlibur ke Lombok, janganlah hanya ke Pantai Senggigi, Gunung Rinjani, atau ke Gili Trawangan, tapi mampir jugalah ke Desa Sukarara.

Terletak di Kecamatan Jonggat, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, desa ini  ramai dikunjungi wisatawan.

Jaraknya pun tak begitu jauh dari Bandara Internasional Lombok dengan bermobil hanya memakan waktu sekitar 20 menit.

Dalam perjalanan menuju Desa Sukarara, mata kita akan disejukkan dengan hijaunya hamparan sawah dan pepohonan rindang di sisi kanan dan kiri jalan.

Meski matahari terik bersinar, angin sejuk tetap menyapa di sela dedaunan hijau, bisa membuat kita betah berlama-lama di sana.

(Baca juga: Ketahui Arti Bahasa Tubuh Lawan Bicara Kita, Ini Arti 5 Gestur yang Kerap Digunakan!)

Tak hanya itu, tengoklah deretan toko kain dengan puluhan perempuan suku Sasak—suku asli yang mendiami Pulau Lombok— yang tengah asyik menenun kain warna-warni di balai-balai. 

Bermodalkan alat tenun yang masih begitu tradisional, mereka mulai menyatukan helaian benang aneka warna, membentuk motif-motif tenun yang cantik dan bernilai jual tinggi.

Warna-warni cantik kain tenun Lombok yang bernilai jual tinggi (Wida/NOVA)

Setiap hari, perempuan yang tinggal di Desa Sukarara bekerja keras menenun kain demi kain.

Selain untuk membantu menafkahi keluarga, mereka bekerja sepenuh hati untuk melestarikan budaya.

(Baca juga: Duh, Pusing Pilih Pakaian Karena Punya Tubuh Pendek? Tenang, Ini Trik Rahasianya!)

Sejak kecil, mereka terbiasa dengan aturan tak tertulis yang mengharuskan mereka untuk belajar menenun.

Seperti yang dirasakan oleh Sumi (35) yang telah belajar menenun sejak usianya 9 tahun.

Saat itu, ibunya yang mengajarinya memintal benang, mewarnainya dengan pewarna alami, hingga menenunnya jadi satu kain tenun yang cantik.

Motif yang dia buat pun bermacam-macam rupanya, tergantung imajinasi dan suasana hati.

Sumi (35), salah satu pengrajin tenun di Desa Sukarara, Lombok (Wida/NOVA)

Dengan cekatan, jari-jarinya terlihat menari di sela benang, menggoyanggoyangkankayu yang berbunyi seiring dengan gerakan tangan.

“Karena dibuat berdasarkan imajinasi masing-masing, setiap penenun tidak bisa membuat motif yang sama dengan orang lain. Meski sedikit, pasti terlihat bedanya. Itu jadi ciri khas karena kami membuatnya dengan tangan,” tutur Sumi.

(Baca juga: Ini Alasan Putri Charlotte dan Pangeran George Bersekolah di TK Berbeda, Yuk Intip Sekolah Mereka!)

Tenun khas Lombok sendiri terdiri dari tenun ikat dan tenun songket.

Namun, yang paling dikenal masyarakat adalah tenun rangrang yang bercirikan motif segitiga dan belah ketupat dalam berbagai warna cerah.

Selain itu, ada pula motif bulan dan bintang, tokek, orang-orangan, sampai motif subhanale yang memiliki nilai jual paling tinggi karena kerumitan motifnya.

Motif yang diambil dari bahasa Arab, Subhanallah, itu memiliki bentuk segi enam yang di dalamnya dihiasi bunga remawa, kenanga, atau bunga tanjung.

Semuanya terlihat cantik dengan warna-warni yang memikat mata.

(Baca juga: Segar dan Kekinian, Thai Tea Sehat Ini Bisa Dibuat di Rumah, loh!)

Meski warna helaian benangnya terlihat cerah, perempuan suku Sasak ternyata hanya memanfaatkan pewarna alami yang disediakan alam untuk mewarnai benang.

Contohnya dengan menggunakan biji-bijian, kulit kayu, bunga-bungaan, umbi, buah, akar, juga daun tanaman.

Uniknya, tidak ada satu pun laki-laki yang ikut menenun kain di desa tersebut.

Mayoritas lelaki desa justru memilih untuk bertani atau berdagang kain sebagai mata pencaharian utama.

“Laki-laki dilarang menenun karena ini pekerjaan perempuan. Menenun juga menjadi tanda siap atau tidaknya seorang perempuan untuk menikah. Sebelum menikah, perempuanakan diminta untuk menenun 3 helai kain yang akan diberikan pada calon suami, calon ibu mertua, dan untuk dirinya sendiri. Salah satu motif yang wajib dikuasai adalah motif subhanale karena itu yang kelak menjadi mahar untuk calon suami,” kata Sumi.(*)

(Wida Citra Dewi)