NOVA.id - Sejak Sabtu (5/1) lalu, kasus prostitusi online yang menyeret artis berinisial VA tampaknya masih ramai menyita perhatian publik, bahkan sampai hari ini—terlebih ketika VA secara resmi ditetapkan sebagai tersangka.
Di satu sisi, geliat perhatian publik seperti ini tentu masih bisa kita katakan wajar.
Apalagi, setiap harinya memang ada perkembangan informasi terbaru terkait kasus prostitusi online yang bisa disajikan lewat berbagai pemberitaan.
Baca Juga : Sempat Dikabarkan Berseteru, Begini Respon Ihsan Tarore saat Tahu Aris Idol Terjerat Narkoba
Menariknya, reaksi kita sebagai perempuan dan bagian dari masyarakat luas pun pastinya beragam.
Ada yang diam, ada yang mungkin mengasihani artis berinisial VA yang terus-menerus dieksploitasi namanya, dan ada pula yang mungkin ikut mencerca perilaku si artis—lewat kolom komentar di Instagram si artis atau di berbagai pemberitaan terbaru.
Tak sedikit pula komentar yang diutarakan dalam kelompok-kelompok kecil, entah dalam diskusi makan siang bersama teman kantor, atau diskusi di WhatsApp Group bersama sahabat-sahabat dekat.
Baca Juga : Satu Profesi hingga Menikah Dihadiri Jokowi, Begini lho Resep Mesra ala Atlet Pencak Silat Hanifan-Pipiet
“Kasihan, sih, sama artisnya. Namanya kayak terus-terusan dipampang dan dibahas,” keluh Yosi (26), ibu satu anak yang memang tak begitu sering mengikuti berita artis.
“Lagian kenapa, ya, udah bener-bener main FTV tapi masih jual diri? Gara-gara gaya hidup terpaksa jual diri kan enggak banget,” komentar salah satu perempuan lain yang enggan disebutkan namanya.
Mereka hanya dua dari sekian banyak perempuan yang mungkin memiliki pandangan dan pendapat masing-masing soal kasus ini.
Baca Juga : Pasrah Jadi Tersangka, Vanessa Angel Bercucuran Air Mata: Saya Tidak Dapat Dukungan Keluarga
Well, pertanyaannya, apakah sikap dan reaksi kita yang beragam sebagai perempuan sudah tepat dalam menyimak perkembangan kasus ini?
“Prostitusi erat hubungannya sama seks. Dari dulu, seks selalu menarik jadi pembahasan bagi siapapun.
Sialnya, sebagian besar dari kita hidup dibesarkan dalam pandangan bahwa perempuan harus menjaga kehormatan, seks itu tabu dan beban menjaga ‘kesucian’ seolah-olah ada di pundak perempuan,” jelas Tunggal Pawestri, seorang aktivis hak-hak perempuan kepada NOVA, saat dimintai pendapatnya soal fenomena kasus prostitusi online.
Baca Juga : Hebat, Dalam Waktu 5 Jam, Tasya Farasya Berhasil Jual 400 Kosmetik!
Lantas, ada yang salah dengan hal ini?
Tentu!
Kalau kita perhatikan, semenjak berita ini mencuat ke publik, nama asli VA memang terus-menerus disebut dalam berbagai pemberitaan.
Nah, sayangnya, hal yang sama tidak berlaku bagi si “klien” yang disebut-sebut adalah pengusaha tambang berusia 40-an tahun.
Baca Juga : Awet Muda, Ayushita Blak-blakan Soal Tips Cantiknya Termasuk Rajin Konsumsi Minuman Pahit Ini!
Sehingga menurut Tunggal, ada kecenderungan kita memang jauh lebih memaklumi perilaku laki-laki bila sudah berkaitan dengan seks.
“Laki-laki seperti ‘bebas’ karena kalau sudah soal begini, kalimat ampuh ‘namanya juga laki-laki’ akan keluar.
Makanya, perempuan dan juga laki-laki yang merasa seharusnya paling suci sedunia, jadi punya momentum ‘mencerca’” sebut Tunggal.
Baca Juga : Prilly Latuconsina Bangun Rumah 4 Lantai Seharga 5 Miliar, Siap Menikah dengan Maxime Bouttier?
Skandal seks menarik, tapi...
Tunggal tidak menampik bahwa pembicaraan soal skandal seks memang selalu menarik.
Namun, masalah yang dia soroti kemudian adalah, betapa minimnya pendidikan seksual komprehensif untuk masyarakat!
Jika saja pendidikan seksual terjadi secara baik di masyarakat, maka idealnya, seluruh lapisan masyarakat akan bisa melihat kasus prostitusi online ini dari banyak perspektif, yang lagi-lagi idealnya, tidak melulu memojokan pelaku prostitusi.
Baca Juga : Kisah Hidup Aris Idol, Juara Indonesian Idol yang Kembali Ngamen Hingga Terjerat Narkoba
“Pasti ditolak, (dianggap) promosi seks bebas, ha-ha-ha,” keluh Tunggal satir.
Nah, masih berkaitan dengan ada atau tidaknya pendidikan seks tersebut, wajar akhirnya bila momentum kelahiran "polisi moral" dadakan yang rajin berkomentar terkait kasus prostitusi online ini pun tak bisa dihindari.
Sayangnya, selain laki-laki, banyak pula, lho, perempuan yang terlibat di dalamnya!
Baca Juga : Sedang Tren, Ternyata Ini Risiko Vaginal Scraping untuk Kesehatan
Eitsss, tapi memangnya salah, ya, kalau kita ingin mengomentari kasus orang lain?
Bukankah hak kita untuk berkomentar?
“Ini berlaku untuk kasus apa saja, ya. Sebelum menghakimi orang, apalagi ini kasus yang nggak merugikan hak orang lain, baiknya tahan diri, deh, untuk komentar.
Serius, kita enggak tau apa yang terjadi di hidup mereka. Jangan-jangan, mereka korban perdagangan manusia. Penting bagi kita untuk lebih empati terhadap perempuan-perempuan pekerja seks.
Kita nggak tahu kehidupan mereka, jadi kita nggak bisa menghakimi mereka,” imbau Tunggal.
Baca Juga : BREAKING NEWS: Vanessa Angel Tersangka Kasus Prostitusi Online
Lho, bukannya mereka memilih dengan sadar?
Terlepas dari apakah seorang perempuan akhirnya menjadi pekerja seks karena terpaksa atau karena pilihan, Tunggal lebih lanjut mengungkapkan, kita sebetulnya sama sekali tidak punya hak menghakimi orang lain.
Kalau Sahabat NOVA ingat salah satu kutipan dari buku laris Pramoedya Ananta Toer, di situ kita sebagai manusia, toh, diajak sama-sama “Adil Sejak dalam Pikiran”.
Nah, kita sudah melakukannya atau belum, ya?
Baca Juga : Pamer Wajah Menggemaskan Cucu ke-2 Jokowi, Kahiyang Ayu: Bobby Nasution Versi Cewek!
“Mungkin terdengar klise, ya. Tapi kita perlu paham bahwa persoalan prostitusi untuk Indonesia itu erat kaitannya dengan kekerasan seksual, dengan perdagangan manusia, dengan kemiskinan berlapis, dengan perempuan-perempuan yang lebih sering menjadi korbannya ketimbang pembeli jasanya yang laki-laki.
Perempuan-perempuan ini tidak perlu sumpah serapah, mereka butuh perlindungan, dan kita sebagai masyarakat, jika nggak bisa membantu, minimal jangan banyak ngoceh memaki-maki dan menghujat, deh!”
Baca Juga : Niat Berhenti Jadi Artis, Dimaz Andrean Akhirnya Terima Peran Antagonis hingga Rela Ubah Penampilan!
Tunggal melanjutkan, bila berkaca dari data, jumlah perempuan yang ada dalam prostitusi lebih banyak merupakan korban perdagangan manusia.
Mereka terpaksa menjadi pelacur karena pilihannya amat terbatas, diiming-imingi pekerjaan, lalu dijerumuskan menjadi pekerja seks.
“Kalau kemudian ada perempuan yang berdaya, bisa pilih klien dan menjual jasa seks sebenarnya bukan pekerjaan utamanya, itu jumlahnya sedikit banget.
Tapi lagi-lagi, kita bukan polisi moral, kalau ini ada urusannya sama dosa, ini dosa yang tidak membuat orang lain celaka atau mengambil hak orang lain, kenapa kita repot?”
Baca Juga : Kondisi Aneh! Perempuan Ini Tak Bisa Mendengar Suara Para Pria, Apa Penyebabnya?
Karena bagaimanapun juga, Sahabat NOVA, terlepas dari segala nilai-nilai moral pribadi yang kita yakini, kita punya kewajiban, lho, untuk menghargai sesama manusia.
Slogan “respect starts with me” pun tentunya tak bisa diwujudkan, kalau kita pada akhirnya masih menghakimi orang lain tanpa kita tahu apa yang sebenarnya mereka alami.
Apalagi, apa yang kita hakimi itu tak ada hubungan langsung dengan hak-hak kita sebagai pribadi!
Baca Juga : Billy Syahputra Ulang Tahun, Nikita Mirzani Beri Kado Mahal! Apa ya?
“Kita juga harus berani menolak ejekan dan makian yang justru malah membangun narasi kebencian terhadap tubuh perempuan.”
Yuk, Sahabat NOVA, kita jadikan budaya bijak berkomentar sebagai resolusi 2019.
Bila namanya sudah smartphone, maka kita sebagai penggunanya juga tentu harus lebih bijak dan smart.
Dimulai dari sekarang, dimulai dari kasus prostitusi online yang ramai jadi pemberitaan, dan dimulai dari diri sendiri. Do it now! (*)
Penulis | : | Jeanett Verica |
Editor | : | Jeanett Verica |
KOMENTAR