NOVA.id - Tidak ada seorang pun yang ingin sakit.
Namun, tidak ada yang bisa menjamin seseorang tak akan terserang penyakit.
Di era modern dan tuntutan hidup yang semakin tinggi, secara otomatis pola hidup masyarakat juga bergeser.
Baca Juga: Awas, Penyakit Kritis Tak Hanya Serang Lansia lo, Anak Muda Zaman Sekarang Juga Bisa!
Sayangnya, dalam hal kesehatan, masyarakat cenderung menerapkan pola hidup yang tidak sehat.
Misalnya saja, merokok, minum minuman beralkohol, makan makanan cepat saji yang berlebihan, kurang berolahraga, sedikit tidur, serta stres berkepanjangan yang bisa menjadi faktor penyebab munculnya berbagai penyakit, termasuk di dalamnya serangan penyakit kritis.
Kabar buruknya, penyakit kritis ini menjadi salah satu penyakit penyebab kematian tertinggi di Indonesia.
Apa saja jenis penyakitnya?
Baca Juga: Allianz Luncurkan Asuransi dengan Proteksi Hingga 168 Penyakit Kritis
Well, yang termasuk dalam penyakit kritis sangat banyak, hampir 100 penyakit, di antaranya kardiovaskular (jantung, stroke, hipertensi), kanker, diabetes, dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), juga menjadi penyebab beberapa kasus kematian di Indonesia.
Nah, untuk sembuh dari penyakit kritis ini dibutuhkan waktu yang lama serta pengobatan yang komprehensif.
Tentu, hal ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Baca Juga: Wajib Punya! Ini Alasan Utama Pentingnya Punya Asuransi untuk Diri Sendiri dan Keluarga
Fenomena ini tentu harus menjadi perhatian semua orang, termasuk juga kita untuk semakin meningkatkan kesadaran diri atas pentingnya hidup sehat.
Selain itu, yang tak kalah penting adalah kita wajib memberikan perhatian lebih terhadap kesiapan secara finansial melalui pengelolaan keuangan yang baik sebagai bentuk antisipasi atas serangan penyakit kritis ini.
Salah satu caranya adalah dengan memiliki asuransi khusus penyakit kritis.
Kenapa penting?
Baca Juga: Masih Perlukah Asuransi Kesehatan? Kenali Faktanya, Abaikan Mitosnya
Sederhananya, asuransi jenis ini akan memayungi kita dari risiko terserangnya penyakit kritis dengan memberikan santunan kepada para pemegang polisnya sejumlah uang jika tertanggung mengalami penyakit kritis.
Saat diserang penyakit kritis biasanya kesembuhan tidak menentu.
Biaya yang dikeluarkan pun tidak sedikit.
Baca Juga: Pahami Cara Klaim Asuransi Agar Tak Merugi, Perhatikan Langkahnya!
Bahkan, biaya perawatan penyakit kritis bisa mencapai ratusan juta rupiah.
Sebut saja perawatan medis penyakit kanker yang berkisar antara Rp102 juta hingga Rp106 juta per bulan, sedangkan untuk kardiovaskular, biaya operasi bypass jantung bisa mencapai Rp150 juta hingga Rp300 juta. Bahkan mungkin bisa lebih.
Belum lagi pasien dihadapkan dengan beban non-finansial seperti waktu, pikiran, dan tenaga yang terkuras dalam menjalani proses pengobatan.
Baca Juga: Wah, Asuransi Kesehatan Swasta Ternyata Bisa Menaikkan Benefit BPJS
Maka itu, asuransi penyakit kritis memberikan santunan ketika tertanggung didiagnosis menderita salah satu dari sederet penyakit kritis yang termasuk dalam polis.
“Tentu saja penting memiliki asuransi penyakit kritis, karena tidak ada yang berharap untuk mendapatkan klaim penyakit ketika kondisi sehat. Tapi ketenangan batin yang mereka dapatkan saat membeli polis adalah aspek non-finansial,” ujar Ahmad Gozali, perencana keuangan Zelts Consulting dikutip dari Kontan.co.id.
Tapi, kan, sudah ada asuransi kesehatan, memang masih perlu?
Baca Juga: Jangan Mudah Tergiur, Ini Alasan Tepat Punya Asuransi Kesehatan Swasta
Memang benar jika biasanya biaya medis akan otomatis ditanggung oleh BPJS dan/atau asuransi kesehatan yang diikuti.
Namun, dalam kasus penyakit kritis ini, penderita bisa saja tidak dapat bekerja kerena menjalani pengobatan dari sakit yang diderita.
Maka itu, uang pertanggungan dari asuransi penyakit kritis tersebut bisa juga menjadi sesuatu yang membantu sebagai pengganti pendapatan yang seharusnya diperoleh, di samping sebagai bantuan pembiayaan pengobatan.
Baca Juga: Sudah Ada BPJS, Masih Perlukah Kita Punya Asuransi Kesehatan?
Selain itu, asuransi penyakit kritis ini bisa menutupi beberapa pos biaya lain yang tidak ditanggung oleh asuransi kesehatan.
Misalnya, biaya keluarga yang menunggu proses penyembuhan pasien serta biaya fasilitas non-medis seperti pakaian khusus, makanan khusus, hingga transportasi dan penginapan jika harus berobat di luar kota asal.
Menurut Gozali, fungsi asuransi penyakit kritis memang berbeda dengan asuransi kesehatan yang berfungsi mengganti biaya pengobatannya saja.
Jika dinilai perlu atau merasa khawatir terjadi risiko penyakit kritis, maka tidak bisa cukup dengan memperbesar asuransi utamanya saja, tetapi rasanya juga perlu membeli asuransi penyakit kritis.(*)
Atlet New Balance Triyaningsih Berhasil Taklukan Kompetisi TCS New York City Marathon 2024
Penulis | : | Maria Ermilinda Hayon |
Editor | : | Dionysia Mayang Rintani |
KOMENTAR