NOVA.id – Jarimu adalah harimaumu, mungkin itu adalah ungkapan yang tepat bagi peristiwa ini.
Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini, mengalami 2 kali penghinaan yang dilakukan oleh pengguna Facebook bernama Zikria Dzatil pada Selasa, (21/01).
Untuk menindaklanjuti hal tersebut, Kepala Bagian Hukum Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya melaporkan akun media sosial tersebut yang diduga melakukan penghinaan terhadap Risma.
Baca Juga: Tri Rismaharini Ungkapkan Kesedihan Pasca Insiden Peledakan Bom di Surabaya
Diketahui, Zikria diduga melakukan penghinaan terhadap Risma di salah satu unggahan di akun Facebooknya.
Sebelumnya, kasus penghinaan terhadap pejabat negara yang berujung pada sanksi pidana juga pernah terjadi.
Salah satunya, kasus MFB, remaja yang menjadi terdakwa penghina Presiden Joko Widodo dan Kapolri Jenderal Pol) Tito Karnavian.
Baca Juga: Surabaya Urban Culture Festival Digelar di Jalan Tunjungan
Ia divonis 1,5 tahun penjara pada Januari 2018 lalu.
Dilansir dari laman Kompas.com, menilik dari fenomena tersebut, dosen Sosiologi dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Siti Zunariyah menyampaikan bahwa perilaku menghina pejabat dapat dilihat menggunakan beberapa perspektif, yaitu perspektif fungsionalis dan perspektif fungsional.
Perspektif fungsionalis adalah tindakan penghinaan sebagai bagian dari fungsi kontrol tindakan pejabat, meskipun cara menghina tersebut tak beradab di zaman sekarang.
Baca Juga: Dokter di Tiongkok yang Beri Peringatan Soal Virus Corona Meninggal Dunia
“Kedua yakni menghina dapat menjadi fungsional bagi sistem masyarakat,” jelas Siti pada Kompas.com, Kamis (06/02).
Sementara untuk perspektif fungsional dari sisi Risma, Siti mengungkapkan, bisa jadi tindakan yang disfungsional atau tindakan laten yang tidak dikehendaki oleh seorang pejabat.
Sebab, tindakan menghina akan melemahkan legitimasinya.
Baca Juga: Kembali ke Akar Identitas, Aktivisme akan Jadi Tren bagi Generasi Muda
Siti menambahkan, tindakan menghina marak terjadi, tentu tidak terlepas dari kemajuan teknologi dan sistem informasi yang berjalan tidak seimbang dengan kapasitas literasi media oleh warga.
Akibatnya, seseorang tidak dalam kesadaran penuh akan fungsi media dalam penggunaannya, namun justru telah dibelenggu oleh kehendak untuk mendapatkan pengakuan dan eksistensi diri.
"Kondisi ini tidak luput dari karakter masyarakat kita yang sebelumnya telah mengalami euforia dan kebebasan pers dan berpendapat yang dimiliki. Tentu tidaklah buruk, tapi perlu kearifan bersama bahkan pendampingan dalam penggunaannya," katanya lagi.
Sementara itu, ada juga berspektif lain yang dapat dibaca, yakni saat ini mayoritas pejabat publik masyarakat Indonesia merupakan orang sipil di mana sebelumnya didominasi oleh militer.
Tentunya karakter sipil dan militer berbeda, yang kemudian melahirkan tipologi masyarakat yang berbeda pula.
Siti mencontohkan bila sipil cenderung egaliter, sementara militer lebih otoriter.
Baca Juga: Curhat Mahasiswi di Wuhan Galau Tunggu Evakuasi: Yang Terberat Bagi Kami Menjalankan Ketidakpastian
Sementara, berkaca dari kasus penghinaan terhadap pejabat lain, Siti menjelaskan, dengan memenjarakan pelaku yang menghina mungkin menjadi solusi jangka pendek.
"Justru solusi jangka panjang adalah dimulai dari anak-anak tentang nilai-nilai tertentu, bagaimana cara menyampaikan pendapat," ujarnya.
Cara ini bisa dimulai dari lingkup terkecil, yaitu keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
Baca Juga: Quraish Shihab Mendapatkan Bintang Tanda Kehormatan Tingkat Pertama dari Pemerintah Mesir
Selain itu, yang perlu kita perhatikan adalah lebih menghargai anak-anak kita berdasarkan sikap dan perilaku bernilai luhur, bukannya nilai-nilai rapor yang cemerlang saja.
"Barangkali memang konsep kekuasaan kita mulai bergeser, tidak lagi milik siapa yang memiliki kapital, kharisma, atau otoritas, namun telah menyebar kepada siapa pun berasal dari mana pun," imbuh Siti.
Walau demikian, Siti menilai warganet yang menghina Risma juga memiliki kuasa untuk mengatur Risma yang punya jabatan.
"Inilah yang disebut filsuf Michael Foucault sebagai governmentality," pungkasnya. (*)
Artikel ini pernah tayang di laman Kompas.com dengan judul Risma dan Fenomena Penghinaan terhadap Pejabat...
Penulis | : | Dionysia Mayang Rintani |
Editor | : | Dionysia Mayang Rintani |
KOMENTAR