Akan tetapi, hanya sekitar 3 persen saja yang menggunakannya secara rutin.
"Hasil dari riset ini menunjukkan bahwa memang ada penggunaan rokok elektrik pada remaja berusia di bawah 18 tahun di Selandia Baru. Namun, faktanya lainnya, riset tersebut menunjukkan bahwa rokok elektrik bukan merupakan gerbang bagi mereka untuk mencoba merokok," kata Ardini.
Pada 22 Januari lalu, The Lancet Public Health mempublikasikan riset yang dilakukan oleh Action for Smokefree 2025 (ASH).
ASH melakukan kajian kepada pelajar kelas 10 berusia 14-15 tahun di seluruh sekolah di Selandia Baru dari 2014 hingga 2019.
Hasilnya, terdapat penurunan dari pelajar yang pernah merokok dari 23, 1 persen menjadi 19,6 persen.
“Hasil kajian dari Universitas Auckland dan ASH diharapkan memberikan pandangan baru kepada para pemangku kepentingan, terutama di Indonesia, bahwa produk tembakau alternatif bukan menjadi pintu masuk bagi anak di bawah umur 18 tahun untuk mulai merokok,” ujar Ardini.
Baca Juga: Tips Agar Tidak Gampang Sakit di Musim Pancaroba ala Tokopedia
Penulis | : | Dionysia Mayang Rintani |
Editor | : | Dionysia Mayang Rintani |
KOMENTAR