Namun, harus diakui saat ketiga duduk di bangku sekolah, mereka sempat malu memiliki ibu dan ayah yang tuli. Terlebih saat perkumpulan orangtua.
“Tadinya, mereka sembunyi-sembunyi pakai bisindo ke saya kalau di sekolah, karena mereka malu. Tapi saya enggak apa-apa. Saya yang semangati mereka untuk tidak malu dengan saya, ke teman-temannya. Saya semangati terus mereka,” jelas Amanda.
Semangat yang diberikannya kepada ketiga anaknya ini rupanya memiliki jawaban lain. Sekarang, teman-teman dan ibu-ibu teman sekolah anaknya malah tertarik belajar bisindo pada Amanda.
“Mereka tertarik berkomunikasi dengan saya. Saya sekarang ngajarin mereka untuk mengerti bisindo juga. Di situ saya senang. Anak-anak saya juga senang melihatnya,” kata Amanda tersenyum.
Amanda bilang, keterbatasan bukan akhir hidup, melainkan awal dari cerita baru dalam kehidupan.(*)
Penulis | : | Tentry Yudvi Dian Utami |
Editor | : | Widyastuti |
KOMENTAR