NOVA.id- Memiliki keterbatasan pendengaran tak membuat perempuan ini kalah dengan keadaan.
Sempat jadi model, kini penyandang difabel ini jadi youtuber dan konten kreator TikTok. Kok, bisa?
Jumat (13/3), suasana di Mal Grand Indonesia, Jakarta tampak ramai.
Namun keriuhan mal tak mengganggu Amanda Farliany, seorang youtuber difabel yang terus bersemangat mengisahkan perjalanan hidupnya.
Kepada NOVA sore itu, Amanda sendiri mengaku tak percaya dirinya bisa menjadi seorang youtuber, selayaknya orang normal kebanyakan.
Amanda memang berhasil menjadi youtuber sukses, meskipun dirinya penyandang tunarungu.
Dia rajin mengunggah video yang bisa menjembatani penonton difabel dan masyarakat lainnya.
Baca Juga: Kisah Francisca Puspitasari Terbangkan Keramik Buatan Indonesia ke Dunia
Lewat penerjemah bisindo (bahasa isyarat Indonesia), perempuan yang kini berusia 36 tahun tersebut berkisah banyak tentang jalan hidupnya, hingga sukses menjadi youtuber.
“Tujuan saya membuat video ini, karena saya masih jarang melihat konten untuk penyandang tuli. Akhirnya saya coba bikin sekitar tiga tahun lalu. Saya diajarin teman saya dulu, baru deh buat ini,” ungkap Amanda.
Seiring berjalannya waktu, penonton kanal YouTube-nya Amanda pun menyukai konten yang diunggahnya.
Ada sekitar 52,900 subscribers yang tercatat di channel-nya, sebagian besar tertarik untuk belajar bahasa isyarat lewat video yang dibuat Amanda.
Baca Juga: Kisah Endah Watiningsih Menjalani Peran Ibu dan Juga Pengusaha
“Saya pengin masyarakat mengerti bisindo, agar mudah berkomunikasi dengan teman tuli. Tujuan saya memang pengin menyetarakan kelompok difabel dengan masyarakat pada umumnya,” tegasnya.
Kini tak cuma YouTube, Amanda pun mulai ikut meramaikan TikTok.
Tanpa kenal lelah, dia menyuguhkan konten bisindo melalui video singkat pada aplikasi yang sedang populer tersebut, agar bahasa tunarungu semakin lekat dan dikenal masyarakat.
Baca Juga: Kisah Endah Watiningsih Menjalani Peran Ibu dan Juga Pengusaha
Tak hanya itu, sosoknya juga diharapkan bisa membangkitkan komunitas difable untuk tidak menyerah dengan keterbatasan.
Amanda pengin membuktikan, bahwa meskipun difabel, dia bisa menjalani kehidupan seperti orang normal lainnya.
Memang pada awalnya dia harus melewati berbagai kendala. Tapi Amanda menyebut bahwa menyerah bukan pilihan hidupnya!
Baca Juga: Serunya Gabung dengan Komunitas Perempuan Entrepeneur, Bisa Arisan hingga Bakti Sosial Bersama!
Menjadi Model
Amanda bercerita, bahwa dia sudah menyandang keterbatasan pendengaran sejak usianya 6 bulan.
Perempuan yang kini sudah punya tiga anak ini berkisah tentang saat pertama kali dia merasakan kekurangannya.
Suatu kali, ibunya membawakan Amanda mainan yang bisa disebut kecrekan. Namun entah kenapa, saat itu dia tak merespon mainan musik tersebut.
Baca Juga: Mengenal Servasius Bambang Pranoto, Sosok di Balik Minyak Kutus Kutus
Sempat panik, ibunya pun membawa Amanda ke dokter untuk diperiksa. Kata Amanda, “Dokter bilang aku tuli, mama aku enggak percaya. Dia (kemudian) bawa aku ke Singapura dan Hong Kong juga, untuk periksa. Tapi hasilnya sama. Mama sempat enggak menerima keadaanku.”
Seingat Amanda, dia tak tahu dirinya tuli sampai dia masuk ke bangku sekolah.
Waktu itu, ibunya memasukkan dia ke sekolah umum, bukan SLB (Sekolah Luar Biasa). Di situlah dia baru tahu kalau dirinya berbeda dari teman-temannya yang lain.
“Banyak yang bully aku, karena kekuranganku. Aku merasa stres banget, karena sulit berkomunikasi. Aku jadi jelek nilainya, karena guru terlalu cepat membahasnya, sedangkan aku hanya bisa baca bahasa bibir saja,” kisah Amanda.
Kesulitan yang dihadapi Amanda, membuat dirinya sampai menangis.
Dia merasa susah sekali mengejar pelajaran di sekolah. Hingga akhirnya ibunya menyadari bahwa Amanda harus masuk ke SLB. Nah, dia pun akhirnya pindah ke SLB Pangudi Luhur, Jakarta saat dia duduk di bangku kelas 1 SMA.
Amanda senang, karena banyak teman senasib di sekolah. Makanya dia merasa nyaman dan bahagia.
Di sekolah itu pula Amanda mulai mengenal bisindo, yang bisa membantunya berkomunikasi dengan orang lain.
Tapi yang lebih penting lagi, di sekolah itu pula Amanda sudah berani bermimpi. Saat itu dia bermimpi jadi model, meski kemudian banyak teman meragukannya.
“Tapi, mama menguatkan aku kalau aku bisa jadi model. (Terus) aku ikut kontes model majalah saat itu. Sempat ditolak enam kali, karena model kan yang dilihat fisik dan kualitasnya. Sampai tahun 1999, aku (akhirnya terpilih) jadi model Majalah Kawanku,” cerita Amanda.
Nasib baik memang berpihak pada Amanda, karena dia sering diminta jadi model iklan. Parasnya yang cantik, membuatnya sering kebanjiran tawaran menjadi model. Saat itu Amanda mengaku sangat bersyukur menjadi manusia yang telah diciptakan oleh Tuhan.
Sempat Gagal
Meski sukses menjadi model, bukan berarti Amanda tak melewati batu sandungan dalam hidupnya.
Perempuan berambut panjang mengaku sempat mengalami kegagalan dalam rumah tangganya, karena adanya perbedaan bahasa antara dirinya dan keluarga pasangan.
“Susah sekali berkomunikasi dengan keluarga suami, karena mereka enggak ngerti. Itu membuat kami jadi enggak nyaman menjalani hubungan,” jelas Amanda yang akhirnya memilih berpisah dengan suami pertamanya itu.
Toh, Amanda tak patah arang. Perempuan kelahiran Jakarta 14 Agustus 1983 ini kemudian bertemu dengan suaminya yang sekarang, yang juga seorang tunarungu.
Karena sama-sama difabel, Amanda merasa tidak punya beban. Tidak seperti dengan pasangan sebelumnya. Bahkan perempuan yang juga pernah jadi model di Tabloid NOVA ini sekarang sudah memiliki tiga anak perempuan yang tumbuh normal.
Sejak anak-anaknya masih kecil, Amanda menerapkan bisindo kepada mereka agar bisa mengerti kebutuhan ibu dan ayahnya dalam berkomunikasi.
Dari situ, dia tak merasa kesulitan dalam membesarkan anak.
Namun, harus diakui saat ketiga duduk di bangku sekolah, mereka sempat malu memiliki ibu dan ayah yang tuli. Terlebih saat perkumpulan orangtua.
“Tadinya, mereka sembunyi-sembunyi pakai bisindo ke saya kalau di sekolah, karena mereka malu. Tapi saya enggak apa-apa. Saya yang semangati mereka untuk tidak malu dengan saya, ke teman-temannya. Saya semangati terus mereka,” jelas Amanda.
Semangat yang diberikannya kepada ketiga anaknya ini rupanya memiliki jawaban lain. Sekarang, teman-teman dan ibu-ibu teman sekolah anaknya malah tertarik belajar bisindo pada Amanda.
“Mereka tertarik berkomunikasi dengan saya. Saya sekarang ngajarin mereka untuk mengerti bisindo juga. Di situ saya senang. Anak-anak saya juga senang melihatnya,” kata Amanda tersenyum.
Amanda bilang, keterbatasan bukan akhir hidup, melainkan awal dari cerita baru dalam kehidupan.(*)
Penulis | : | Tentry Yudvi Dian Utami |
Editor | : | Widyastuti |
KOMENTAR