NOVA.id- Merasakan kebahagiaan merupakan tujuan utama masyarakat Indonesia dalam hidupnya.
Namun, sayangnya Indonesia sedang menghadapi berbagai tantangan yang mengganggu pencapaian kebahagian tersebut.
Tantangan-tantangan tersebut menghasilkan jurang yang memisahkan kualitas hubungan antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam, serta manusia dengan spiritualitas.
Baca Juga: Perangi Corona Virus, BenihBaik Gandeng Blibli Galang Dana untuk Salurkan APD
Dibutuhkan kesadaran dan peran aktif dari segenap elemen masyarakat untuk mengatasi jurang-jurang tersebut.
Oleh karena itu, tahun ini United In Diversity Foundation (UID) kembali mengadakan Happiness Festival.
Festival ini diadakan untuk mengajak masyarakat Indonesia mewujudkan dan merasakan kebahagiaan seutuhnya yaitu tak hanya untuk diri sendiri, melainkan juga untuk orang lain dan lingkungan.
Baca Juga: Lewat BenihBaik, Tokopedia Salurkan Donasi untuk Cegah Covid-19
Dengan mengangkat tema Indonesia Bahagia Lestari, Happiness Festival 2020 mewakili mimpi untuk mewujudkan Indonesia yang bersatu dan bergotong-royong, memegang teguh kesejahteraan dan kebahagiaan untuk semua tanpa terkecuali.
Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, penyelenggaraan Happiness Festival di tahun ketiga ini dilakukan secara daring (online) dengan tujuan untuk berpartisipasi dalam pencegahan penyebaran virus corona.
Happiness Festival 2020 mengajak masyarakat untuk mengurangi jurang kesenjangan sosial di Indonesia, mewujudkan kehidupan kota dan desa yang lebih inklusif, berkelanjutan dan berbahagia, kembali mengenal diri sendiri dan memahami konsep kebahagiaan dari berbagai sudut pandang, serta berperan dalam menangani perubahan iklim sesuai dengan konteks kehidupan kota atau desa.
Hal ini dilakukan dengan mengangkat diskusi dengan tema seputar konsumsi yang berkesadaran, desa dan kota yang berkelanjutan serta Bhinneka Tunggal Ika untuk Indonesia yang bahagia dan lestari.
Pembicara yang mengisi sesi dalam Happiness Festival Webinar yaitu Singgih Kartono (Spedagi Movement), Gita Syahrani (Executive Director, Lingkar Temu Kabupaten Lestari), Yulianti Tanyadji (Principle dari Gappa Lab), Maria Margaretha (Public Campaign Specialist, WWF Indonesia), Nurdiana Darus (Head of Corporate Affairs & Sustainability Unilever Indonesia Foundation), Putri Febrilia (Co Founder The Bulkstore &Co), Alissa Wahid (Koordinator Nasional, Gusdurian Network), dan Ayu Kartika Dewi (Staff Khusus Presiden & Managing Director, Indika Foundation).
Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian, Alissa Wahid menyebutkan masyarakat Indonesia dari berbagai agama, suku dan adat diikat oleh semangat Indonesia.
Baca Juga: Pemerintah Republik Indonesia Resmi Luncurkan Program Kartu Prakerja
Semua identitas keindonesiaan masyarakat Indonesia tak akan ada tanpa identitas atau keberagaman di Indonesia.
Staf Khusus Presiden, Ayu Kartika Dewi menyebutkan masyarakat Indonesia sendiri masih memiliki definisi toleransi yang berbeda berdasarkan jenis tingkat keaktifan.
Tingkatan-tingkatan itu yaitu merasa normal dengan adanya perbedaan, bahagia dengan perbedaan, merayakan perbedaan, dan melindungi perbedaan di level toleransi tertinggi.
“Skill toleransi itu dibutuhkan untuk bisa berkolaborasi dengan kelompok lain. Toleransi itu gabungan teori dan pengalaman, oleh karena itu pentingnya mengalami perbedaan. Nilai kemanusiaan adalah nilai universal yang mempersatukan kita. Kita mesti punya keberanian untuk mengingatkan; kita mesti melindungi toleransi dengan cara-cara kita sendiri,” kata Ayu.
Baca Juga: Peduli Lingkungan, Allianz Indonesia Fasilitasi Program Bank Sampah
Kebahagian pun tak sekedar untuk manusia, melainkan juga untuk alam yang menghidupi manusia.
Pola produksi, distribusi, dan konsumsi barang saat ini juga ikut berkontribusi pada kerusakan flora dan fauna di dunia.
Satu cara yang bisa dilakukan untuk mencapai kebahagiaan yaitu dengan menerapkan pola sustainable consumption dalam hidup.
Public Campaign Specialist World Wildlife Fund for Nature Indonesia (WWF-Indonesia), Margareth Meutia mengatakan pesan sustainable consumption bisa dijalankan dengan memahami setiap barang yang dibeli. Ada enam pesan WWF-Indonesia dalam kampanye Beli Yang Baik.
Baca Juga: Tunaiku, Salurkan Pendanaan Modal Usaha ke Lebih dari 100.000 UMKM
Beli yang Baik yaitu beli yang perlu, beli yang lokal, beli yang alami, beli yang awet, beli yang ecoable, dan tau mau di bawa kemana limbahnya.
Konsumen mesti rajin, cermat, dan proaktif saat membeli setiap barang dengan cara membaca petunjuk pemakaian dan keterangan pada kemasan barang.
Founder Spedagi Movement, Singgih Kartono mengatakan masyarakat Indonesia bisa menyadari bahwa masa depan Indonesia yang bahagia dan lestari ada di sekitar rumah baik di desa maupun kota.
Masa depan di sekitar rumah bisa dimulai dari melihat kesempatan-kesempatan yang bisa diwujudkan mulai dari pengolahan sampah, pemanfaatan halaman rumah, dan lainnya.
Baca Juga: Dukung Pencinta Olahraga, Suunto Luncurkan Jam Tangan Pintar Mutakhir
“Di masa depan masyarakat kembali memilih tinggal di komunitas kecil, hidup dari sumber-sumber lokal namun terbuka dan terhubung secara global, atau yang disebut dengan Slow, Open, Local, dan Connected atau SLOC. Kualitas hidup di kita itu banyak sekali. Kita bisa bikin sesuatu yang berkualitas di desa dengan segala kesederhaaannya,” jelasnya.
Untuk memulai sesuatu inisiatif yang baik, Singgih menyebutkan kepercayaan diri itu sangat penting. Inisiatif yang baik bisa dimulai dari diri sendiri tanpa menunggu pihak yang lain.
Harmoni antar hubungan sosial, lingkungan dan spiritual inilah yang menjadi kunci pencapaian kebahagiaan seutuhnya.
Ketiganya menjadi penentu apakah seseorang dapat benar-benar berbahagia; tidak hanya untuk diri sendiri namun juga untuk orang lain dan tidak hanya untuk saat ini, namun juga untuk masa yang akan datang.
Dalam skala global, tingkat kebahagiaan negara-negara di dunia tercatat melalui World Happiness Report (WHR), yang merilis index kebahagiaan setiap tahunnya.
Menurut laporan tahun 2020, Finlandia, Denmark, Switzerland, Islandia dan Norwegia adalah 5 negara paling bahagia dari 153 negara yang disurvey.
Baca Juga: Jawab Kebutuhan Pekerja Kantoran, The Harvest Express Hadir di Sudirman
Jika mengambil rata-rata nilai index kebahagiaan dari tahun 2017 hingga 2019, Indonesia berada pada posisi 84, tertinggal dari negara tetangga Singapura, Filipina, Malaysia dan Vietnam.
Namun begitu, melalui aksi-aksi kolaboratif seluruh elemen masyarakat, Indonesia dapat terus memperbaiki nilai index kebahagiaan.
Dalam setiap bentuk perubahan, semua pihak harus memulai dari diri sendiri, untuk kemudian dibawa menuju skala yang lebih besar di organisasi, komunitas, dan pada akhirnya di masyarakat.
Karena pada akhirnya, kebahagiaan adalah tujuan setiap orang.(*)
Sahabat NOVA, jangan sampai ketinggalan berita dan informasi terbaru dan menarik soal selebriti dan dunia perempuan di Tabloid NOVA, ya. Dapatkan edisi terbarunya dengan berlangganan, tinggal klik di sini.
Penulis | : | Tentry Yudvi Dian Utami |
Editor | : | Dionysia Mayang Rintani |
KOMENTAR