NOVA.id - Lesti Kejora mencabut laporan dugaan KDRT terhadap sang suami, Rizky Billar.
Tak sedikit warganet yang kecewa dengan keputusan Lesti untuk tidak melanjutkan kasus ini.
Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Siti Aminah Tardi pun bereaksi serupa.
Siti merekomendasikan proses hukum tetap berjalan walau terjadi perdamaian.
Pasalnya, permintaan maaf dan pencabutan laporan KDRT belum menjamin kekerasan akan berakhir.
Siti menjelaskan, yang terjadi pada relasi antara Lesti dan Rizky Billar saat ini bisa disebut fase "bulan madu semu" dalam fase KDRT.
"Jika tidak ada intervensi untuk membantu pelaku mengelola konflik, potensi kekerasan tetap akan terjadi, mengikuti siklus KDRT."
"Namun harus diingat, siklus ini akan terus berputar dengan intensitas yg makin cepat dan bentuk kekerasan yang bisa semakin memburuk," ujarnya, dilansir dari Kompas.com.
Di tahap reconciliation/honeymoon phase ini, pelaku dihantui rasa bersalah dan penyesalan setelah melakukan kekerasan.
Namun penyesalan bisa bersifat manipulatif.
Pelaku menyesal bukan atas kesadaran, tapi karena takut mengalami konsekuensi yang lebih berat seperti perceraian atau dilaporkan.
Baca Juga: Pengertian Restorative Justice dalam Kasus KDRT Rizky Billar dan Lesti Kejora
"Pada tahap inilah hati pasangan akan luluh, merasa kasihan, dan memaafkannya kembali."
"Tentu dengan harapan bahwa si pelaku benar-benar bertobat dan tidak melakukan kekerasan lagi," sambungnya.
Melansir website resmi Rumah Sakit Jiwa dr. Radjiman Wediodiningrat, siklus KDRT kemungkinan akan terulang lagi.
Jeda antar siklus dapat saja menjadi semakin pendek, intensitas kekerasan yang terjadipun dapat terus meningkat.
Hingga akhirnya terjadi masalah-masalah fisik dan mental yang tak dapat tertahankan, baik pada penyintas, maupun pada orang-orang yang menyaksikannya.
Dimulai dari Fase Ketegangan di mana pelaku biasanya mulai dengan melakukan ancaman-ancaman.
Lalu selanjutnya muncul kekerasan-kekerasan lisan seperti berteriak, mengumpat, dan memaki, atau kekerasan fisik ringan seperti mendorong penyintas hingga hampir terjatuh.
Pada kondisi ini biasanya penyintas berusaha menenangkan pelaku.
Kebanyakan upaya ini tak berhasil, sehingga penyintas menarik diri untuk menjauhi kemungkinan kekerasan lebih lanjut.
Situasi ini makin membuat pelaku merasa lebih superior sehinga akhirnya terjadilah fase kedua.
Baca Juga: Berkaca dari Kasus Lesti Kejora, Inilah 8 Cara Membantu Korban KDRT
View this post on Instagram
Fase kedua yaitu Fase Akut di mana terjadi kekerasan yang merupakan ledakan dari ketegangan-ketegangan yang sebelumnya tertahan.
Dalam konteks ini pelaku biasanya menyatakan memiliki tujuan untuk memberikan pelajaran kepada penyintas, namun selanjutnya kehilangan kendali.
Ada berbagai jenis kekerasan yang dapat terjadi dalam fase ini:
- kekerasan fisik seperti pukulan, tendangan, tusukan, tembakan, cekikan, kekerasan seksual dan sebagainya;
- kekerasan emosional seperti penghinaan yang sangat kasar atau umpatan memalukan yang sangat nyaring sehingga dapat didengar orang lain.
Pada sebagian besar kasus, setelah Fase Akut ini mereda, pelaku meminta maaf dan menyatakan penyesalan kepada penyintas, serta berjanji tak akan mengulangi lagi perbuatannya.
Dan terakhir akan mengulangi Fase Bulan Madu Semu seperti sebelumnya.
Fase KDRT ini akan terus berulang sampai penyintas berani memutus rantai atau ada intervensi dari pihak lain secara tegas.
Baca Juga: Cara Mengatasi Trauma Akibat KDRT, 4 Hal Ini Penting Dilakukan
Dapatkan pembahasan yang lebih lengkap dan mendalam di Tabloid NOVA.
Yuk, langsung langganan bebas repot di Grid Store.(*)
Atlet New Balance Triyaningsih Berhasil Taklukan Kompetisi TCS New York City Marathon 2024
Source | : | Kompas.com,RSJ Lawang |
Penulis | : | Ratih |
Editor | : | Widyastuti |
KOMENTAR