TabloidNova.com - Sebastian Gunawan melanjutkan tradisi menggelar peragaan busana untuk menyambut Tahun Baru Imlek, yang sudah dilakukannya sejak 2010. Untuk menyambut Lunar New Year ke-2566, Sebastian Gunawan menggelar peragaan bertema "Moondance" di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Bersama sang istri yang menjadi partner-nya selama ini, Cristina Panarese, Sebastian ingin menunjukkan perubahan gaya cheongsam di masa lalu dengan masa sekarang melalui 70 busana yang dipamerkannya.
"Busana kerajaan China zaman dulu ternyata bukan seperti cheongsam zaman sekarang. Cheongsam identik dengan kerah tinggi, pas badan, dan belahan tinggi. Kalau cheongsam zaman dulu sangat loose, dan sangat kimono cut," terang Seba, begitu sapaan perancang lulusan Fashion Institute Design and Merchandising, San Diego, California, ini saat berbincang dengan media.
Melalui koleksinya kali ini, Seba ingin membawa siluet yang lama ke masa sekarang, di mana para perempuan juga ingin busana yang serbapraktis. Pada sekuens pertama misalnya, blus zaman dulu yang cenderung pendek dibuat lebih panjang, dan dengan lengan yang lebih longgar. Selain itu ada permainan pada detail bis, binding, yang dibuat berlapis-lapis dengan sentuhan bordir.
Pada sekuens kedua, Seba menampilkan koleksi yang lebih modern seperti kemeja putih dengan kerah cheongsam, kemben dengan bawahan bentuk duyung, kemben dengan bawah rok melebar, dengan siluet yang lebih playful seperti lampion.
"Saya ingin menampilkan (perubahan) dari yang lama ke yang baru, dan mempresentasikan sesuatu yang klasik seperti warna hitam, putih, merah. Merah itu kan tipikal warna China. Hitam-putih itu sesuatu yang klasik," jelasnya.
Sekuens terakhir adalah rangkaian busana dengan unsur warna silver dan gold. Kedua warna ini menggambarkan suasana perayaan yang meriah, ditambah dengan taburan Swarovski yang memberi kesan percikan kembang api pada perayaan itu sendiri.
Menurut Seba, koleksi silver dan gold ini merupakan puncak dari jalan cerita Moondance. Cutting-nya sangat bervariasi, bukan hanya gaun cheongsam dengan kerah yang tinggi. Ia juga mengenalkan dalaman cheongsam yang disebut oto, seperti halnya kebaya yang dikenakan bersama torso atau stagen.
Eksplorasi bahan juga menjadi perhatian Seba, baik tekstil polos mau pun bermotif, yang ringan hingga yang bertekstur tebal dan kokoh. Ia menggunakan bahan mikado, damask, jacquard, tulle, lace, chantily, pique, dan juga thai silk.
Benang merah dari seluruh koleksi Imlek kali ini tentunya pada kerah cheongsam itu sendiri. Selebihnya merupakan kreativitas Seba yang disesuaikan dengan aktivitas kaum perempuan di Jakarta. Menurutnya, busana cheongsam di Indonesia memang terus berkembang sesuai dengan kreativitas desainer dan karakter lokal.
"Atribut Imlek itu berkembang dengan zaman yang sudah berubah. Seperti kita tahu batik itu juga berubah. Ketika Belanda masuk, batik jadi (bergaya) Van Zuylen. Saat Jepang masuk, ada batik hokokai. Untuk cheongsam pun desainer Indonesia membuatnya sesuai kreativitas dan aktivitas wanita di Jakarta, bukan Hong Kong atau China. Hanya mungkin kita lebih bervarisasi karena wanita Indonesia lebih open minded, sehingga taste-nya jadi berbeda," tuturnya.
Pagelaran Moondance malam itu lalu ditutup dengan munculnya dua gaun pengantin dari koleksi Sebastian Sposa.
Dini Felicitas
FOTO-FOTO: ARSELAN GANIN
Atlet New Balance Triyaningsih Berhasil Taklukan Kompetisi TCS New York City Marathon 2024
KOMENTAR