Ivan: Banyak. Misalnya saja banyak vendor yang tidak mau menerima pembuatan sample. Padahal, kami berani bayar lebih tinggi. Kami pun melakukan promosi. Saat promosi membuat jejaring media sosial, kami mengajak teman-teman sebagai model. Tak jarang kami pun ikut sebagai model tapi bagian wajahnya di-crop. Hehehe.
Ternyata, saat ikut bazar enggak banyak laku. Strategi bisnis yang kami lakukan saat itu banyak yang perlu dievaluasi. Kala itu, semua bazar yang kami ikuti tak dipilih-pilih, kartu nama kurang menarik, display untuk bazar pun masih pinjam. Selain itu, saat produksi kami mengandalkan personal order yang terbilang lama, bisa sampai sebulan.
Retta: : Ya, ternyata yang kami lakukan banyak yang salah, tapi semua menjadi lesson learned. Untungnya kami ikut gerakan wirausaha nasional. Semua pengalaman itu membuat kami berbenah. Kami memanfaatkan mentoring dari para ahlinya. Kemudian serius membuat katalog produk dan clothing line dengan bendera Lazuli Sarae dan mendirikan CV Sarae di tahun 2011.
Apa artinya Lazuli Sarae?
Retta: Kami sepakat menggunakan brand ini. Lazuli diambil dari kata lazhward, bahasa Persia yang artinya biru. Sementara sarae dalam bahasa Sunda tempat kami berasal artinya adalah bagus. Ketika digabungkan, namanya pun bisa diterima universal karena tujuan kami, kan, mau go international juga.
Ivan: Brand Lazuli Sarae bertujuan goes global. Ini memang misi kami sejak awal. Kami ingin memopulerkan batik dengan denim di kalangan anak muda.
Katanya resign dari pekerjaan untuk fokus berbisnis?
Ivan: Setelah melihat perkembangannya semakin baik, saya memutuskan untuk keluar dari kerjaan dan mulai semakin serius menekuni bisnis ini. Saya dan Retta akhirnya sepakat untuk resign dan fokus menjalankan Lazuli Sarae total, tidak hanya sebagai part time saat weekend. Alhamdulillah semua tidak sia-sia. Seiring dengan waktu, kami merasakan kemajuan yang cukup berarti.
Retta: Sejak awal melihat perkembangan bisnis, saya ingin fokus menjalankan Lazuli Sarae. Sayangnya, saat itu saya masih terikat proyek dengan kantor. Jadi waktu itu saya masih harus bekerja dan berbisnis dalam waktu bersamaan. Saya bolak balik Jakarta-Bandung tiap minggu. Semua pikiran, waktu, dan tenaga habis terkuras. Apalagi saat itu juga kan harus bisa meyakinkan kedua orang tua bahwa resign dari pekerjaan untuk Lazuli Sarae adalah keputusan yang cukup berat.
KOMENTAR