"Saya tidak ingin melihat para pemilik UKM bangkrut gara-gara didenda petugas pajak," kata Zeti Arina di kantornya Artha Raya Consultant di Surabaya.
Sebenarnya apa, sih, profesi Anda?
Profesi saya adalah seorang konsultan pajak. Fungsi konsultan pajak adalah sebagai tenaga ahli untuk mengedukasi klien bagaimana melaporkan pajak dengan benar, melindungi klien agar tidak terjadi kesalahan. Fungsi konsultan sebagai reviewer, kecuali ketika dilakukan pemeriksaan oleh pihak pajak atau mendampingi ketika melakukan banding.
Selain itu, fungsi konsultan pajak yang lain adalah mendampingi wajib pajak di pengadilan apabila ada sengketa soal pajakan antara wajib pajak dan pemerintah. Jadi, tidak beda jauh dengan seorang lawyer, cuma ini khusus dalam perpajakan.
Selain membantu klien apa saja yang Anda lakukan?
Di sela-sela kesibukan, saya berusaha mengedukasi masyarakat umum, terutama UKM serta berbagai lembaga tentang perpajakan. Edukasi itu saya lakukan melalui seminar-seminar, menulis buku atau menulis di blog, juga siaran di radio. Saat ini saya sudah mengeluarkan dua buku, satu di antaranya berjudul Konsultan Pajak Sama Dengan Pencuri Pajak? Buku tersebut sengaja saya bagikan secara cuma-cuma sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat. Sementara klien saya sendiri tidak ada yang perseorangan tapi semuanya perusahaan-perusahaan asing yang bergerak di berbagai bidang.
Mengapa Anda begitu getol memberikan edukasi?
Saya begitu bersemangat dan selalu ingin berbagi, karena selama ini masyarakat kita kurang aware dengan pajak. Mereka menganggap bahwa pajak itu adalah suatu bahasan yang tidak menyenangkan. Sebab, selain mbulet perhitungannya, definisinya sendiri adalah iuran yang bersifat memaksa dari negara.
Dari definisinya saja sudah tidak menyenangkan. Mana ada orang yang mau dipaksa untuk membayar sejumlah uang kepada negara. Singkat cerita, pajak adalah suatu topik yang sangat tidak menyenangkan. Padahal suka atau tidak suka, pajak itu hukumnya wajib diketahui dan dilaksanakan.
Selama ini apa penyebab terjadi masalah pajak?
Perlu diketahui, orang yang bermasalah dengan pajak itu bukan berarti orang tersebut nakal atau sengaja menolak bayar pajak. Bisa jadi hanya karena salah pencatatan. Dalam perpajakan, salah pencatatan saja fatal akibatnya. Bahkan, orang tersebut bisa bangkrut terkena denda pajak. Kalau sudah demikian, maka yang muncul perasaan dizalimi, tidak berasalah tapi dituduh bersalah dan sebagainya. Padahal, kalau mengerti soal perpajakan, hal itu tidak akan terjadi. Bahkan lebih dari itu, kalau tahu tata caranya, ada trik bagaimana membayar pajak bisa lebih murah namun tidak melanggar aturan.
Contohnya?
Soal pajak usaha bagi pekerja profesional, misalnya pengacara atau notaris. Kalau seorang pengacara berdiri sendiri, pajaknya akan sangat besar, bisa mencapai 30 persen. Padahal, ada cara yang sangat meringankan kalau ingin murah. Misalnya dirikan semacam perkumpulan persekutuan minimal dua orang pengacara atau notaris, maka pajak yang harus dibayar dalam setiap bulan tidak perlu tiga puluh persen tapi cukup satu persen. Pengelolaan perpajakan seperti ini disebut juga dengan istilah tax planning.
Sebenarnya untuk menentukan jumlah pajak, sistem apa, sih, yang digunakan pemerintah?
Pemerintah kita kan menerapkan sistem self assessment yakni dalam hal jumlah kewajiban pajak. Wajib pajak diminta untuk menghitung sendiri berapa yang menjadi kewajibannya. Tapi, pemerintah juga memberi warning, kalau memang mengisinya tidak benar, di kemudian hari akan kena denda. Karena itu, kita wajib tahu.
Kita memang terus berusaha mengedukasi masyarakat. Karena pajak itu bukan saja penting tapi menjadi urat nadi pendapatan negara. Negara bisa membuat jalan, membuat kartu sehat, dan sebagainya, semuanya berasal dari pajak. Kalau semua orang keberatan membayar tentu pemerintahan ini tidak bisa jalan.
Para pedagang pasar di berbagai kota kebanyakan keberatan dan selalu menggerutu membayar pajak, meski hanya satu persen saja. Sebenarnya satu persen itu sangat wajar. Coba dibandingkan dengan gaji buruh pabrik dengan gaji di atas Rp2 juta, secara otomatis mereka pasti dipotong untuk pajak. Padahal dibanding buruh pabrik, penghasilan pemilik toko di pasar jauh lebih besar. Jadi sebenarnya buruh itu lebih taat bayar pajak. Ada lagi yang lebih parah.
Apa itu?
Ini soal pertambangan. Biasanya pemilik izin tambang di luar pulau itu ketika mendapatkan izin tambang dari pemerintah tidak mau susah-susah ikut mengeksplorasi. Selanjutnya, dia menjual izin tersebut kepada orang lain, sementara dia hanya menikmati uang hasil sewa. Nah ini sangat bahaya, karena kalau diperiksa pajak, dia langsung bangkrut seketika. Dalam pembukuannya, kan, hanya menerima keuntungan, sementara sama sekali tidak ada pengeluaran. Ini tidak boleh. Oleh petugas pajak harta yang dia terima bisa ditarik semuanya.
Yang membuat saya kasihan adalah para pengusaha kecil atau UKM. Sayang, sudah membangun usaha dari nol kemudian berkembang, tapi suatu saat harus bangkrut gara-gara kena denda pajak yang sangat besar akibat tidak melakukan pencatatan dengan benar. Makanya saya sangat antusias sekali mengajari mereka ini tanpa harus dibayar.
Selama ini apa pernah mendapat tawaran dari perusahaan yang minta agar cara membayar pajak diperkecil?
Oh sering sekali. Tapi, saya selalu menolak dengan tegas. Perlu diketahui melakukan pengisian pajak dengan tidak benar, itu bukan berakibat fatal pada yang bersangkutan saja. Konsultan pajak juga bisa diseret pidana kalau terbukti. Konyol, kan, kalau sampai diseret ke pengadilan karena kasus seperti itu.
Awalnya bagaimana Anda menekuni bidang ini?
Dulu setamat dari IKIP Malang, saya melanjutkan kuliah magister di Fakultas Ekonomi Akuntansi di Unair. Saya kemudian bekerja di berbagai perusahaan asing yang ada di Indonesia dan juga mengajar di Unair. Pengalaman saya selama ini selalu bekerja di perusahaan asing, mulai perusahaan pakan udang, kemudian terakhir saya bekerja di perusahaan petro chemical, milik raja Thailand di Gresik.
Pengalaman apa yang Anda dapat dari sana?
Perusahaan asing itu begitu peduli soal perpajakan. Perusahaan asing yang menjadi klien saya itu tidak mau main-main, seberapa pun pajak yang menjadi kewajibannya pasti akan dibayar. Mereka sangat takut dikatakan salah, sebab dampaknya sangat luar biasa bagi mereka. Nah begitu keluar, saya mendirikan perusahaan konsultan yang saya beri nama Artha Raya Consultant. Karena sudah kenal baik, akhirnya grup perusahaan-perusahaan asing yang dulu pernah menjadi tempat kerja saya akhirnya menjadikan saya sebagai konsultannya.
Saat ini berapa perusahaan asing yang menjadi klien Anda ?
Ada sekitar 100 perusahaan asing yang bergerak di berbagai bidang. Mulai chemical sampai pertambangan.
Omong-omong apa hobi Anda?
Hobi saya bersama suami Masjudi (47) dan anak tunggal saya Maulida Latifa Dinar (21) adalah traveling. Kalau ada waktu, kami bertiga pasti jalan-jalan ke mana saja. Traveling adalah kesempatan untuk refreshing setelah setiap hari berkutat dengan pekerjaan. Suami saya bekerja di perusahaan chemical, sedangkan anak saya saat ini kuliah internasional bisnis di Monash University Melbourne, Australia.
Anda sendiri lahir dan besar di mana?
Saya lahir sampai SMA di Blitar. Karena orangtua mengharapkan saya menjadi guru dan pegawai negeri, saya diminta masuk IKIP Malang. Tapi passion saya bukan di sana. Tamat IKIP saya tidak mengajar tapi justru melanjutkan kuliah di magister ekonomi di Unair.
Sebenarnya saya suka mengajar, tapi saya kurang sreg menjadi pegawai negeri dan lebih suka sebagai entrepreneur. Karena itu, selain konsultan pajak di beberapa kesempatan, saya juga mengajar cara menjadi seorang entrepreneur. Tulisan soal kewirausahaan ini saya tulis bersama dua teman saya Supriyono dan Niken Hapsari. Judul bukunya Student Entreprise Kini World Class Compnay.
Apa pentingnya buku ini?
Banyak ilmu bisnis yang didapat dari sini. Makin banyak warga negara menjadi entrepreneur, maka pemasukan dari sisi pajak akan semakin besar. Sebaliknya makin besar jumlah pegawai negeri maka beban biaya pemerintah semakin besar.
Oh ya, ada cerita unik tentang mahasiswa saya. Sebagian besar memilih perpajakan bukan karena mereka suka. Namun, karena kecelakaan dan terpaksa akibat tidak diterima di jurusan lain.
Kalau sudah demikian saya selalu katakan kepada mereka bahwa kuliah di perpajakan bukan akhir segalanya. Yang lebih penting apa yang mesti dilakukan ke depan. Saya berusaha mengajak mereka menjadi entrepreneur.
Gandhi Wasono M.
KOMENTAR