Neny Febrianti|
BISNIS DENGAN HATI
Mengapa pilihan bisnis jatuh ke kuliner?
Bisnis restoran saya sebenarnya tak cuma pancake. Saya memberi nama restoran Pantasteiik, itu kependekan dari pancake, pasta dan steak. Nah, kenapapilihan saya jatuhnya ke pancake? Karena setelah survei di Bogor tidak menemukan restoran yang konsentrasi di makanan western.
Sebelum bisnis kuliner apa latar belakang Anda?
Saya kuliah di Inter Study di Surabaya. Sebelum kuliah, saya delapan tahun kerja di perusahaan pakan ternak ayam di Surabaya. Kuliah terhenti karena saya dipindah kerja di Jakarta. Ternyata dalam perjalanannya saya lebih cocok bekerja di bagian pelayanan. Maka saya beralih kerja sebagai sekretaris di Hotel Tugu, Malang (Jatim) sebagai sekretaris. Di hotel itulah saya mengenal dunia food and beverage (F&B).
Yang mendorong mendirikan restoran?
Nah, setelah keluar dari hotel, saya pulang ke Jakarta. Maunya kerja kantoran. Tapi adik almar hum ayah yang jadi bapak angkat (kedua orangtua Neny sudah almarhum. Red.) meminta saya menekuni bidang hospitality lagi. Bapak meminta saya mendirikan restoran. Saya diberi fasilitas rumah di kawasan Perumahan Bogor Baru yang sekarang berdiri Pantasteiik.
Jadi modalnya semua diberi orangtua?
Bukan begitu. Istilahnya Bapak hanya memberi pinjaman lunak kepada saya. Saya bikin proposal butuh apa saja. Bikin budgeting.Memang sih, pinjaman tanpa bunga. Tapi harus dikembalikan dalam kurun waktu tertentu. Sekarang ini setiap tanggal 5, saya mengembalikan dalam bentuk angsuran. Tegas benar, lho, Bapak angkat saya ini. Kalau terlambat kena peringatan. Bapak juga memeriksa keuangan saya. Tiap bulan saya hanya menerima gaji. Makan pun tidak boleh gratis.
Belum dua tahun berbisnis sudah membuka dua restoran lagi?
Sebenarnya Pantesteiik pertama belum balik modal. Baru 1,5 tahun lalu bukanya. Perkiraan saya balik modal dalam kurun dua tahun.
Kok sudah berani buka restoran kedua?
Enam bulan setelah Pantasteiik Bogor Baru buka, pihak Botani Square (BS) menawari tempat. Mungkin mereka melihat bagaimana perkembangan yang di Bogor Baru. Kebetulan dari hasil survei kami, banyak pelanggan minta Pantasteiik hadir di Botani. Klop. Tawaran dari Botani saya ambil.Ternyata di BS lebih ramai pada hari-hari biasa. Rencananya, saya akanbuka restoran serupa satu lagi di Cibubur. Modalnya masih pinjam dari Bapak.
Apa yang bisa Anda ambil dari kekerasan didikan Bapak?
Saya sadar, orang mendidik keras pasti ada tujuan, ada faktor untukkeberhasilan saya. Ini proses pendewasaan. Saya tinggal menjalani saja.
Siapa pangsa konsumen Pantasteiik?
Banyak yang datang kaum VIP Bogor. Dari sini saya merasa senang ternyata bisnis saya direspon dengan baik. Padahal, untuk menuju restoran saya memerlukan effort, lho. Jalan menuju ke sana saja masih gronjal-gronjal. Melihat antusias pelanggan datang, saya senantiasa berpesan pada staf saya agar mereka menyambut tamu-tamunya seperti keluarga sendiri yang datang dari jauh disambut dengan baik. Kalau perlu dibukakan pintu. Tak jarang juga saya membantu staf yang kewalahan melayani pelanggan. Saya bisa membantu dari selling up hingga bersih-bersih, lho.
Sebenarnya saya sempat bikin marketing plan. Ternyata pasar terbesar adalah keluarga. Makanya ada menu pancake kids. Lucunya, ada saja anak-anak ingin kembali ke Pantasteiik bukan karena kangen makanannya. Tapi kangen sama salah satu staf saya. Itulah saya bilang, aset terbesar saya adalah SDM. Setiap karakter itu unik. Kalau soal makanan, kan, bisa ditiru. Tapi personal touch tidak bisa ditiru. Itu yang saya tanamkan. Oh, ya. Pantasteiik juga sering kedatangan tamu satu bus ekspatriat sehingga ada saja tetangga bilang jangan-jangan bakal jadi kampung turis.
Rini Sulistyati
KOMENTAR