Skor Kramer dihitung dengan melihat ikterus (kuning) yang menyebar, mulai dari wajah ke leher (K1), wajah ke pusar (K2), wajah dan badan hingga pangkal paha (K3), wajah ke lutut serta lengan hingga siku (K4) dan seluruh badan hingga jari tangan serta kaki (K5). Jika telah memasuki level K2 di hari kedua, maka sudah termasuk tidak normal.
"Normalnya bayi usia 3 hari, kuning dapat terjadi dari wajah hingga pusar. Bila belum berusia 3 hari sudah menunjukkan kuning hingga pusar, maka patut diwaspadai," ungkap dokter Lusy.
Dokter Lusy menambahkan, penilaian kuning pada bayi ini seringkali tersamar oleh warna kulit bayi baru lahir yang kemerahan. Inilah sebabnya penilaian kuning bayi baru lahir, sebaiknya dipercayakan pada petugas medis dan dokter anak yang lebih berpengalaman.
Padahal bila kuning sudah mencapai pusar, bisa diprediksi bilirubin berjumlah sekitar 12 mg/dl. Bila peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam, padahal kuning biasa berlangsung sampai sekitar hari kelima hingga ketujuh, maka bilirubin mencapai angka di kisaran 20 hingga 25 mg/dl. Di sinilah orang tua harus waspada. Bila melewati jumlah 25 mg/dl bisa terjadi ensefalopati bilirubin akut. Yakni risiko masuknya bilirubin indirect (dalam darah) melewati blood brain barrier dan merusak sel-sel dalam otak. Selain kerusakan sel otak, peningkatan bilirubin juga dapat diiringi dengan risiko penurunan hemoglobin (Hb) sebagai akibat banyaknya sel darah merah yang pecah.
Pada kasus Zivara (putri Nirina-Ernest, red.) di mana bilirubin terlalu tinggi dan kenaikan level kuning yang terlampau cepat, dokter kemudian menyarankan dilakukan transfusi pertukaran darah untuk mengganti darah anak dengan darah donor (golongan O). Keputusan ini sah saja diambil, mengingat masa depan anak yang dipertaruhkan bila kuning tidak segera dikendalikan.
Tindakan ini sebenarnya jarang diambil oleh dokter anak. Menurut dokter Lusy, umumnya untuk kasus kuning pada bayi baru lahir, masih dapat diupayakan melalui terapi sinar (phototherapy). Tujuannya, membantu mengubah bilirubin indirect menjadi lumirubin yang lebih mudah diubah oleh tubuh bayi. Hanya sekitar 15% kasus hyperbilirubinemia yang dilakukan transfusi pertukaran darah.
Bisa Akibatkan Cerebral Palsy
Mengapa hyperbilirubinemia harus ditangani tepat? Dikatakan dokter Lusy, bila bilirubin indirect terlampau pekat dalam darah, ia mampu menembus blood brain barrier menuju sel otak. Ini dapat mengakibatkan kerusakan permanen sel otak.
"Sayangnya, sel otak tidak bisa diperbarui layaknya sel tubuh lain. Akibatnya, bisa menyebabkan cacat permanen pada anak," tegasnya.
Kecacatan yang paling banyak disebabkan hyperbilirubinemia adalah cerebral palsy atau kekakuan pada anggota badan yang disebabkan kerusakan pada pusat pengendali motorik pada korteks di otak.
Selain itu, hyperbilirubinemia juga bisa menyebabkan kerusakan pendengaran, bila kerusakan sel otak terjadi pada bagian yang mengendalikan kemampuan mendengar. Tentu saja, tuli akibat hyperbilirubinemia tidak terjadi spontan namun berupa degradasi kemampuan mendengar.
Kenali Dan Cegah Sejak Dini
Memiliki golongan darah berbeda, tak selalu menyebabkan bayi kuning. Namun alangkah baiknya, mengenali dan mengantisipasi kuning akibat perbedaan golongan darah. Bagi pasangan yang sedang menanti kelahiran buah hati, dokter Lusy mengingatkan beberapa hal:
* Jangan terburu-buru membawa pulang bayi sebelum 3 hari setelah dilahirkan. Perburukan akibat ketidakcocokan golongan darah, terkadang baru terlihat ketika hari ketiga dan seterusnya.
* Upayakan kecukupan intake cairan pada bayi yang baru lahir untuk menjaga konsentrasi bilirubin tidak terlalu pekat dalam darah. Paling tidak, pastikan untuk menyusui bayi 1 hingga 2 jam sekali untuk bayi baru lahir.
* Lakukan uji sederhana dengan menekan kulit bayi pada bagian yang bertulang seperti dahi, hidung dan dada untuk melihat apakah bayi masih mengalami kuning. Jika merasa ragu dan khawatir, segera konsultasikan pada dokter anak.
Laili Damayanti
Ilustrasi: Aries Tanjung
KOMENTAR