Perlu kepekaan untuk memahami kode-kode yang disampaikan pasangan.
Dalam budaya kita, menurut Fidelis Waruwu, MSc.Ed., pemakaian kode-kode oleh suami/istri untuk mengajak pasangannya berintim-intim, dapat dikatakan masih jarang atau belum biasa digunakan. Pasalnya, dalam masyarakat kita, umumnya pihak lelaki atau suami yang lebih agresif atau mendominasi. "Bila suami 'mau', biasanya langsung mengatakan keinginannya itu atau berterus terang pada sang istri, tanpa memakai kode-kode."
Beda dengan masyarakat Barat, "Pemakaian kode-kode untuk mengajak pasangan berhubungan intim memang umum digunakan oleh suami-istri di sana." Sebab, terang Pudek III Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara, Jakarta ini, penggunaan kode-kode sebenarnya merupakan suatu hal penting dalam usaha membina hubungan suami-istri.
Sayangnya, di sini hal tersebut sering terabaikan lantaran kurangnya tingkat pemahaman kita. Padahal, manusia bukan malaikat yang tahu perasaan atau isi hati pasangannya. "Di sinilah kode-kode dibutuhkan, yaitu untuk membantu mengetahui apa yang diinginkan pasangan."
TAKUT DITOLAK
Umumnya, kode-kode digunakan karena istri/suami malu untuk mengungkapkan secara langsung atau khawatir mendapat penolakan dari pasangannya. "Kadang, walaupun telah menjadi suami-istri, pasangan merasa alergi dengan penolakan-penolakan dari pasangannya dalam hal berhubungan seks. Jadi, agar dirinya merasa lebih nyaman dalam mengemukakan hasratnya, dibuatlah kode-kode."
Terlebih bila merasa ragu dengan sikap pasangannya. "Kalau dia sudah yakin, tentu akan langsung berterus terang mengungkapkan keinginannya." Misal, seorang istri ingin mengajak suaminya, tapi khawatir suaminya tak bersemangat karena kecapaian, dia lalu menggunakan kode dengan cara mengelus-elus punggung suaminya. Kalau suaminya memberikan reaksi terhadap sikapnya itu, tentu hubungan akan terus berlanjut.
Kode-kode untuk mengajak ini juga biasa disimbolkan dengan bunga atau ciuman. Suami/istri yang ingin mengundang pasangannya untuk melakukan hubungan lebih lanjut, biasanya memberikan ciuman yang khas. "Tidak hanya mencium begitu saja, tapi ada gaya ciuman tertentu yang hanya dimengerti oleh pasangan itu."
Yang jelas, dalam kehidupan sehari-hari, kode-kode untuk mengajak pasangan berintim-intim lebih dirumuskan pada penggunaan bahasa tubuh. Bila istri yang minta lebih dulu, misal, saat duduk berdua dengan suami, dia merebahkan kepalanya ke tubuh suami. "Atau kebalikannya, kalau sang suami yang minta, maka dia mengelus-elus tangan, kepala, tubuh atau bagian-bagian tubuh istrinya yang memberikan rangsangan. Sehingga nanti kalau mereka sudah siap, tinggal melangkah ke tingkat yang lebih jauh lagi atau melakukan hubungan seks."
Selain bahasa tubuh atau gerak-gerik, bentuk lain yang kerap dipakai sebagai kode untuk berintim-intim ialah cara berpakaian atau berdandan. "Ini biasanya dilakukan oleh istri. Misal, lewat pakaian tidur atau dari bau parfum."
BERDASARKAN KESEPAKATAN
Sebenarnya, penggunaan kode-kode tak ada batasannya, tergantung dari kebiasaan setiap pasangan. "Mungkin hanya lewat pandangan mata, senyuman atau bahkan tanpa banyak bahasa lagi, suami atau istri sudah tahu apa yang diinginkan pasangannya. Bukankah tujuan penggunaan kode-kode atau simbol ini agar suami-istri tak perlu banyak bahasa lagi?"
Tentunya, untuk tercipta saling pengertian di antara pasangan, penggunaan kode/simbol/bahasa tubuh harus berdasarkan kesepakatan atau dialog bersama terlebih dulu di antara pasangan tersebut. Soalnya, baik suami maupun istri harus dapat mengerti makna dari kode-kode tersebut sebagai ajakan untuk berintim-intim.
Dari pengalaman suami-istri tersebut juga bisa diperoleh, seumpama saat menonton film. "Sekarang, kan, jaman makin modern. Ada macam-macam film yang mendidik secara tak langsung untuk kode-kode ini."
PERLU KEPEKAAN
Namun untuk memahami arti dari kode-kode yang disampaikan pasangan, tidaklah semudah yang dibayangkan. Perlu banyak latihan agar suami-istri dapat berkomunikasi seperti yang diharapkan. "Makna yang terkandung dalam kode-kode tersebut biasanya bisa tercipta kalau mereka telah lama hidup bersama."
Selain, memiliki kepekaan tentunya. Kalau tidak, masalah akan muncul. Apalagi bila hal ini sering terjadi, tentu akan muncul kekecewaan dalam diri pasangan. "Nah, kekecewaan yang menumpuk-numpuk itu membuat suami atau istri tak mau lagi memakai kode karena pasangannya tak mengerti atau menanggapi. Lama-lama kalau tak ditanggapi tentu akan menyerah juga, kan?" Hati-hati, lo, banyak kasus perceraian yang diawali kekecewaan dalam hubungan dengan pasangan.
Jadi, kepekaan satu sama lain terhadap bahasa yang disukai pasangannya, amat diperlukan. "Sama halnya bila suami yang mencintai istrinya tapi tak pernah diungkapkan, lama-lama akan menimbulkan kekecewaan pada pihak istri, kan?" Pun suami yang tak pernah mengucapkan selamat pagi saat bangun tidur atau membawakan bunga pada waktu ulang tahun istrinya, maka sang istri seakan tak pernah merasakan cinta dari suaminya. Begitu pula istri, kalau dikatakan sayang pada suami tapi tak pernah diungkapkan, maka hanya akan membuat hubungan terasa hambar.
Intinya, tandas Fidelis, kode-kode tetap diperlukan agar terjadi komunikasi antara suami dan istri. Lain hal bila dalam relasi itu ada keterbukaan antara suami-istri, di mana suami tak pernah memberikan kritik yang melukai perasaan istri, begitu juga istri tak pernah memberikan kritik yang melukai suami, maka bahasa berterus-terang lebih suka dipakai. Dengan kata lain, mungkin kode-kode tersebut tak dipakai lagi.
Rodin / bersambung
KOMENTAR