Namun apa obatnya, tentu yang paling tahu adalah dokter yang biasa menangani si kecil. Jadi, kita perlu berkonsultasi pada si dokter sebelum pergi. Bila tidak, kalau ada apa-apa di jalan, belum tentu dokter lain dapat memberikan jenis obat dengan dosis yang sama persis dan langsung cocok pada si kecil.
Misal, si kecil alergi terhadap makanan A. Dokter akan menyiapkan cara pencegahan yang perlu dilakukan sampai memberikan obat yang cocok. Contoh lain, asma merupakan penyakit sangat individual. Maksudnya, walaupun seseorang sama-sama punya bakat asma tapi obatnya bisa berbeda-beda. Dokter yang sudah biasa menangani si kecil akan meresepkan obat asma yang cocok dengan dosis yang pas.
Begitu pun bila si kecil punya masalah saluran cerna. Kalau ketemu zat makanan tertentu, ia mengalami diare. Ini juga butuh penanganan tertentu, misal, makanannya harus khusus. Bila sampai diare, obatnya juga harus khusus.
KONSULTASI KE DOKTER
Tentunya, untuk memperoleh cadangan obat bagi penyakit-penyakit umum pun, sebaiknya si kecil dibawa berkonsultasi ke dokter, ketimbang membeli obat bebas. Soalnya, terang Ghazali, tiap berat badan dan usia bayi punya dosis sendiri. "Bila kita beli obat yang sudah bebas dijual tentu istilahnya seperti membeli baju kodian, ukuran yang ada hanya L, M, dan S." Namun bila kita datang ke dokter dan memintanya membuat resep cadangan untuk panas, misal; dia akan menghitung berapa usia dan berat badan si kecil, lalu dihitung berapa obat penurun panasnya, berapa anti stepnya, yang kemudian digabung menjadi puyer atau sirop. "Jadi, obat itu dibuat sesuai si bayi. Ibaratnya bila kita membuat baju tailor made." Selain itu, kalau membeli obat demam yang dijual, belum ada obat anti step, misal.
Jangan lupa berterus terang pada si dokter bahwa obat tersebut akan digunakan sebagai cadangan saat bepergian, hingga dokter bisa tahu apakah cadangan obat batuk dan panas, misal, dapat digabung. "Bila tak diterangkan, nanti bisa saja ada komponen yang di obat panas juga ada di obat batuk. Misal, pada obat panas mengandung komponen A, padahal itu juga ada di obat lain, karena dokter tak tahu bahwa nanti akan dipakai secara bersamaan." Ini berati, kita pun harus menanyakan apakah obat-obat itu dipakai bareng atau tidak, ya, Bu-Pak.
Tak kalah penting, informasikan juga kapan kita dan si kecil berangkat agar dokter bisa menghitung usia si kecil saat menghitung racikan obat. Beri tahu juga berapa lama kita dan si kecil pergi, agar dokter tahu jumlah cadangan obat yang mesti disediakan; apakah 10, 20, atau 30 bungkus.
PIKIRKAN KENDALANYA
Jangan lupa, Bu-Pak, tanyakan kapan cadangan obat tersebut perlu dibeli; sebelum berangkat atau nanti sewaktu kejadian. Dengan kata lain, apa perlu kita hanya membawa resep saja lalu dibeli di tempat tujuan bila si kecil sakit. Semua ini harus dipertimbangkan benar-benar.
Bila kita memutuskan menebus resep di tempat kejadian, perlu dipikirkan kendala yang akan dihadapi. Misal, kita ingin pergi ke luar negeri. "Kalau hanya membawa resep, belum tentu resep itu akan laku di sana. Jadi, percuma, kan?" bilang Ghazali. Atau sebaliknya, kita mau pergi ke suatu desa yang agak terpencil di dalam negeri, "belum tentu obat yang dibuat si dokter ada di desa kecil tersebut karena obatnya spesifik." Misal, dokter membuat obat yang spesifik, katakanlah karena si bayi punya bakat epilepsi, hingga obat demamnya ada anti epilepsinya. Nah, ini, kan, agak khsusus; ada enggak obatnya di sana?
"Jadi, belum tentu semua resep bisa dibeli di tempat kejadian." Kecuali bila kita pergi ke Surabaya, menurut Ghazali, bisa saja resepnya ditebus di sana. "Surabaya dan Jakarta, kan hampir sama Surayaba karena juga kota besar." Dengan demikian, kita juga perlu memberi tahu dokter, kota tujuan pergi. Biasanya dokter mengetahui kota-kota mana yang relatif lengkap obat-obatannya dan kota mana yang relatif sulit.
Lain hal bila dokter menulis resep obat umum yang pasti ada di mana-mana, barulah kita bisa hanya membawa resep saja.
KOMENTAR