Alhamdulillah sekarang saya bisa memilih hanya melakukan hal-hal yang saya sukai dan sesuai dengan passion saya. Kombinasi mengajar, memberikan training, seminar dan sharing, menulis, juga belajar terus untuk memperkaya pengetahuan adalah hal yang saya lakukan sekarang.
Apa alasannya sehingga akhirnya memilih profesi sebagai perencana keuangan?
Cita-cita saya sejak kecil adalah jadi guru dan penulis. Saya mulai tertarik ke dunia perencanaan keuangan saat bersekolah dan tinggal di Amerika Serikat antara tahun 1998-2002. Selain untuk diaplikasikan pada diri sendiri, ketika itu saya melihat, edukasi tentang perencanaan keuangan ini bisa menghindarkan individu dan keluarga dari masalah keuangan akibat salah kelola, salah manajemen, dan ketidak tahuan.
Uang hanyalah alat dalam hidup ini, jadi tidak seharusnya jadi masalah asalkan kita bisa mengelola dan menempatkan uang pada porsi yang sebenarnya. Mulai saat itulah minat saya pada dunia perencanaan keuangan tumbuh.
Bisa dijelaskan bagaimana sebenarnya prinsip dasar mengelola uang?
Dalam konteks perencanaan keuangan syariah, hal pertama yang harus disadari dan merupakan hal mendasar adalah kesadaran bahwa harta yang ada pada kita adalah milik Allah SWT. Kita hanya diberi amanah saja. Kesadaran dasar ini yang akan membedakan bagaimana kita mengelola keuangan, menentukan prioritas, menentukan gaya hidup, dan sebagainya
Jika ditanya berapa persen yang harus ditabung dan diinvestasikan, ada patokan umum yang sering dipergunakan oleh perencana keuangan, yaitu 50-60 persen penghasilan untuk konsumsi, cicilan utang tak lebih dari 30 persen penghasilan, dan 10-20 persen untuk tabungan/investasi. Saya perlu menambahkan, untuk menjaga keamanahan atas harta yang Allah titipkan kepada kita, perlu dijaga kewajiban penunaian zakat, juga melapangkan sedekah, tidak boros, tidak pelit, tidak berlebihan, dan tidak bermewah-mewahan. Sadar bahwa kita selalu dalam pengawasan Allah dalam segala hal.
Apakah semasa kecil sudah dididik orangtua untuk mengelola uang?
Bila saya kilas balik lagi sekarang, sebenarnya orangtua, terutama Ibu, mengajarkan saya mengelola keuangan dari hal-hal yang praktis dilakukan setiap hari. Misalnya, sepulang sekolah saya sering ditanya sudah jajan apa saja di hari itu. Di kelas 6 SD pun saya sudah diajari Ibu untuk belanja ke pasar, lalu saat remaja sering dipercaya Ibu mengurus keuangan rumah tangga sehari-hari.
Salah satu hikmahnya, saya jadi lebih mengerti bagaimana keuangan keluarga dikelola dan tahu nilai uang sejak kecil. Saat remaja, saya biasanya diberi uang saku per dua minggu oleh orangtua, dengan alokasi yang sudah dijelaskan. Karena tahu keadaan keuangan keluarga saya biasa-biasa saja, maka saya paham nilai dari uang saku saya itu. Dengan sendirinya saya jadi bisa memilih apa yang penting dan tidak.
Saya menikah dengan DR. Sc. Yoga A. Sendjaja pada Juli 2011. Suami saya dosen di Universitas Padjajaran Bandung. Kami sudah punya momongan, Keith Uno Sendjaja (11). Sejak menikah saya tinggal di Bandung, dan membagi waktu antara Bandung dan Jakarta untuk kegiatan-kegiatan saya di Jakarta sebagai Program Director di Paramadina Islamic Management Institute, Managing Partner di Hijrah Institute, relawan ahli Dompet Dhuafa, partner di Dompet Dhuafa Corpora, dan di beberapa yayasan sosial, di antaranya Bentang Kemanusiaan.
Masih sempat melakukan hobi di sela kesibukan?
Dengan banyaknya kegiatan, waktu luang saya manfaatkan untuk istirahat, baik jasmani maupun rohani, supaya bisa tetap menjalankan kegiatan dengan baik. Sementara saya punya hobi memasak dan olahraga. Ini bisa saya lakukan kapan-kapan saja, karena begitu masuk dapur saya bisa betah berlama-lama di sana.
Suami sangat mendukung hobi saya ini. Saat pindah ke Bandung, bagian rumah kami yang pertama dipersiapkan suami adalah dapur yang lengkap. Memasak buat saya lebih dari sekadar hobi, tapi juga hiburan, pelepas stres, sekaligus menyenangkan bagi keluarga. Olahraga yang saya pilih juga tidak yang rumit. Berenang dan jalan kaki. Alhamdulillah tempat tinggal saya di Bandung Utara sangat nyaman untuk melakukan aktivitas ini.
Oh ya, Anda sekarang mengikuti suami ke Jepang. Dalam rangka apa?
Iya, sekarang saya berada di Jepang sampai akhir November. Suami sedang melakukan riset post-doctoral di bidang geochemistry di Shimane University - Matsue, Jepang. Tetapi saya tetap membawa pekerjaan ke Jepang. Dengan adanya kemudahan teknologi, tak ada masalah. Alhamdulillah, semua institusi tempat saya beraktivitas sangat mendukung.
Rapat dan koordinasi lainnya bisa dilakukan secara online lewat berbagai media. Saya juga tetap bisa mengelola kelas online saya, menulis, dan menjadi kontributor untuk media dalam dan luar negeri, juga melakukan konsultasi via email. Jadi dari segi kegiatan tidak jauh berbeda. Yang paling penting, saya bisa ada di Jepang untuk mendukung dan mendampingi suami.
Belajar Bahasa Jepang juga?
Ikut pelatihan Bahasa Jepang adalah salah satu kegiatan saja di sini. Kelas ini disediakan oleh Shimane University. Karena suami adalah international post-doctoral researcher di Shimane University, saya jadi bisa turut serta di kelas ini. Saya pikir, kemampuan bahasa sangat penting dan tak ada salahnya untuk belajar bahasa apa pun. Alhamdulillah bisa mempermudah komunikasi sederhana sehari-hari saya selama di Jepang.
Sukrisna
KOMENTAR