Matahari sudah mulai lengser ketika Michelle dan ibunya, Erna Setyawati (56), menuju Mal Pondok Indah di Jakarta Selatan. Ia akan bertemu sahabatnya, sekaligus belanja dan makan malam. Sekitar pukul 22.00, usai semua urusan, ibu dan anak ini mencari taksi untuk kembali ke rumah mereka di Bumi Pesanggrahan Mas, Jakarta Selatan.
Apa mau dikata, taksi yang biasa digunakannya terlalu panjang antreannya sementara malam semakin larut. "Kalau menunggu, bisa makan waktu sejam. Akhirnya, saya dan Mama memutuskan cari taksi lain meski sebetulnya hanya mau naik taksi yang sudah dipercaya masyarakat." Mereka pun menunggu taksi di tepi jalan. "Kebetulan taksi Primajasa mendekat. Kami lalu naik karena sepengetahuan saya perusahaan taksi itu sudah terpercaya. Saya sering ke Bandung naik bus Primajasa, pelayanannya pun bagus," tutur Michelle.
Michelle makin pecaya karena pengemudi yang usianya sekitar 40-an itu juga mengenakan seragam batik merah hati dengan bertuliskan Primajasa. Taksi pun melaju melewati Pondok Indah, Ciputat Raya, lalu masuk arah Jalan Veteran. "Sampai di suatu tempat yang gelap, tiba-tiba saja taksi berhenti. Kata si sopir, kakinya gatal."
Michelle yang tidak menaruh curiga, percaya saja. Tapi kepercayaannya langsung musnah ketika mendadak tiga pria tak dikenal masuk dari pintu depan. Dua orang langsung merangsek kursi belakang, sementara yang satu mengambil posisi di sebelah pengemudi.
Dikuras Habis
Lemaslah Michelle. Saat itu pula ia baru menyadari, "Ternyata tidak ada kartu identitas pengemudi." Berikutnya, lanjut anak tunggal yang hidup berdua ibunya ini, "Mama bertindak spontan, tangannya berusaha menahan mereka ke kursi belakang sambil berkata, 'Siapa kamu? Mau apa kamu?" Akibatnya, "Salah satu orang itu menonjok muka Mama berkali-kali sampai lebam," papar Michelle.
Jelas ia tak suka dengan perlakuan kasar yang diterima sang ibu. Sambil memegang tangan ibunya, ia berusaha membuka pintu. Sayang, usahanya tak berhasil. Ia makin tak berdaya ketika satu pria segera meringkusnya. "Saya enggak bisa ngapa-ngapain," papar Michelle yang masih sanggup mengenali pria yang memukul ibunya.
Taksi pun melaju lagi dan sang sopir berujar, "Kami perampok. Saya minta kerjasamanya. Saya hanya minta nomor PIN kartu ATM dan barang berharga," ujar pengemudi taksi yang diduga Michelle sebagai otaknya.
Dalam sekejap, dua dari kawanan perampok itu mempreteli arloji, anting, serta cincin yang dipakai Michelle dan ibunya. Tiga telepon genggam, tas, dan dompet mereka pun disikat. Sampai di satu tempat gelap lainnya, taksi kembali berhenti. "Sopir memilah-milah kartu ATM dan kartu kredit. Ada enam ATM milik saya dan Mama. Dia tanya nomor PIN masing-masing ATM," ujar Michelle.
Setelah melaju kembali, taksi berhenti di sebuah minimarket. Salah satu pria turun untuk mengambil uang. Beberapa kali taksi berputar-putar mencari ATM. "Sopir sempat marah ke Mama karena Mama salah memberi nomor PIN. Mama, kan, gugup dan syok banget."
Belakangan, Michelle yang terus berusaha tenang dan menguatkan hatinya, tahu bahwa kawanan rampok itu berhasil menguras uang lebih dari Rp 13 juta. "Kebetulan hari itu Mama sudah terima gaji. Semua gaji Mama dikuras, hanya disisakan Rp 1 juta," ujar Michelle yang tak berdaya karena di bawah ancaman pisau terhunus. "Meski begitu, saya enggak takut kendati enggak bisa apa-apa."
KOMENTAR