Sejatinya Martini Nazif (34) dan Mikes Mardhana (27) tengah menikmati kebahagiaan menjadi orangtua. Hanya sebulan setelah menikah pada 26 Desember 2010, mantan pramugari ini positif mengandung. "Senang sekali rasanya langsung diberi kepercayaan oleh Allah untuk merawat anak," ujar Martini.
Mimpi mengasuh anak yang belakangan diketahui berjenis perempuan tersebut langsung buyar tepat di hari ketika si jabang bayi lahir. Sabtu (5/11/2011) itu, usia kehamilan Martini menginjak 40 minggu. "Tapi saya tak merasakan mulas. Pembukaan juga belum ada," cerita Martini yang kemudian memutuskan menunggu saat-saat melahirkan di RS Asri, Kalibata. "Sebelumnya saya periksa kandungan di RS lain tapi karena dr. Otm juga berpraktik di RS Asri, dia minta saya melahirkan di situ."
Tiga hari dirawat di RS tersebut, Martini tak merasakan kemajuan berarti. "Saya terus diinduksi tapi tak ada pembukaan juga. Hari ketiga, baru ada pembukaan tiga," kata Martini yang lalu diinstruksikan untuk masuk kolam saat pembukaan enam. Martini memang memilih metode waterbirth (melahirkan di dalam air) atas rekomendasi dr. Otm. "Sebelumnya, saya dan suami sempat browsing di internet tentang waterbirth. Kelihatannya mudah dan tak sakit, maka saya setuju saat dr. Otm mengusulkan. Apalagi, katanya dr. Otm ini yang pertama kali memperkenalkan waterbirth ke Indonesia."
Dua Pasien Sekaligus
Sang dokter tiba di RS Asri pukul 09.50 dan langsung menangani Martini di ruangan khusus untuk waterbirth. Martini yang tadinya lega melihat sang dokter sudah datang, belakangan berbalik kecewa. "Saat saya minta pengarahan dokter untuk memandu mengejan, dia seakan acuh tak acuh, malah sibuk dengan Blackberry-nya."
Sikap itu, kata Martini, semakin diperparah karena dr. Otm juga menangani pasien waterbirth lain di ruangan sebelah. "Dia jadi tidak fokus dengan saya. Bolak-balik keluar-masuk ruangan saya dan pasien yang satu lagi. Harusnya, kan, tidak boleh begitu," tukas Martini keras. "Entah bagaimana nasib pasien yang satu lagi itu."
Kekecewaan Martini semakin menjadi setelah merasakan pelayanan tim medis RS Asri yang dirasanya setali tiga uang dengan perlakuan dr. Otm. "Alat-alat untuk waterbirth hanya ada satu tapi dipakai untuk dua orang. Bahkan suami saya ikut kalang kabut karena tiba-tiba disuruh membantu perawat menghidupkan peralatan waterbirth." Ruangan pun, "Enggak steril dan berisik. Banyak sekali yang hilir-mudik di ruangan. Ini jelas membuat saya tidak nyaman dan tidak fokus dengan proses melahirkan."
Akhirnya Mayumi lahir pukul 14.15, sekitar lima jam setelah Martini masuk kolam. "Kaki saya sampai keriput dibuatnya," kata Martini yang mengaku sempat menyerah berusaha meminta operasi Caesar saja namun ditolak sang dokter.
Bayi perempuan yang sejak jauh hari sudah diberi nama Mayumi Rose Dees tersebut segera diletakkan di dada Martini untuk proses inisiasi menyusui dini. "Selama ditaruh di dada, Mayumi tidak mengeluarkan tangisan. Saat dia lahir juga saya ingat-ingat tidak ada suara tangis," ucap Martini yang mengaku saat itu sangat kebingungan. Perawat yang ketika itu menjaga Martini dan sang bayi kemudian bergegas membawa Mayumi keluar tanpa memberi penjelasan apa pun.
Selanjutnya, "Selama 1,5 jam saya ditinggalkan begitu saja di kolam penuh darah. Tidak ada dokter maupun perawat yang menemani atau memberi penjelasan padahal saya kalut dan kebingungan sementara suami di luar menunggui anak kami," kata Martini dengan suara bergetar. Di luar, "Dokter anak yang kebetulan istri dr. Otm, datangnya terlambat. Kok, tidak profesional sekali?"
Berita yang lebih lengkap dan dalam ada di Tabloid NOVA. Belinya enggak repot, kok.
Sahabat NOVA bisa pilih langganan di Grid Store, atau baca versi elektroniknya (e-magz) di Gramedia.com, MyEdisi, atau Majalah.id.
KOMENTAR