Bermula dari perkenalan SY dengan seorang pemuda berinisial Rh pada tahun 2008. Saat itu, Rh mengaku bahwa dirinya masih lajang dan sedang mempersiapkan diri untuk mendaftar menjadi taruna Angkatan Laut. Mereka kemudian menjadi sepasang kekasih. Namun, setelah berpacaran selama 7 bulan, Rh mendapat masalah. Ia ditangkap polisi atas tuduhan pencurian. Rh sendiri mengaku pada SY bahwa ia korban fitnah seseorang. Semenjak itu, SY tidak lagi berhubungan dengan Rh.
Namun, di awal tahun 2011 lalu, Rh kembali menemui SY setelah ia keluar dari penjara. Rh kembali membujuk SY agar mereka kembali menjadi sepasang kekasih dan secepatnya melangsungkan pernikahan. Atas dasar suka, SY menyetujui permintaan Rh. Maka, pada tanggal 1 Februari 2011 lalu, Rh menikahi SY di bawah tangan atau menikah siri.
Setelah pernikahan usai, berbagai keganjilan mulai timbul. Sang suami tidak pernah mengajaknya melakukan hubungan layaknya suami-istri, malah meminta SY untuk tetap tinggal bersama nenek dan kakaknya. "Aku sudah sempat menanyakan ke suami (perihal hubungan suami-istri), tapi ia bilang belum siap. Suami malah bilang kalau aku sebentar lagi akan berangkat ke luar negeri," cerita SY.
Rh membujuk SY untuk menjadi TKI dengan alasan untuk memperbaiki keadaan ekonomi mereka. "Kata dia, kalau saya sudah punya uang sendiri, saya bisa membeli rumah sendiri," ujarnya.
Saat mereka masih berpacaran, Rh ternyata pernah membujuk SY agar menjadi TKI. Salah seorang saudara Rh juga bekerja sebagai sponsor untuk TKI. Namun, SY yang selama ini tinggal bersama nenek dan kakaknya sejak kecil, selalu menolak bujukan Rh untuk bekerja di negeri orang karena tidak ingin jauh dari keluarganya.
Bukan Yatim Piatu
Selama ini, SY bersama dengan seorang kakak laki-lakinya, tidak tahu kalau kedua orang tuanya masih hidup. Dua bersaudara ini diasuh oleh nenek mereka di desa Kali Tanjung, Cirebon, Jawa Barat. Menurut SY, ia diberitahu kalau kedua orang tuanya telah tiada. Tidak disangka, setelah ia menginjak usia remaja, sang ibu tiba-tiba saja datang menemui nenek, kakak dan dirinya. Begitu juga dengan ayah kandungnya.
Setelah SY menikah, Rh kembali membujuk SY agar ia bersedia bekerja sebagai TKI. Akhirnya, tawaran Rh itu ia setujui dengan syarat uang pembayaran yang akan ia peroleh akan diberikan untuk keluarga SY. Suatu hari, saat SY diajak berjalan-jalan oleh Rh, Rh malah membawanya ke PJTKI (perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia) atau sponsor. Pihak sponsor itu kemudian menjanjikan uang sebesar Rp 3,5 juta kepada SY. Namun, dari nominal sebesar itu, hanya Rp 500 ribu yang diterima SY, sisanya ada pada Rh.
Saat SY berada di penampungan, ia mengaku tidak pernah sekalipun dikunjungi oleh Rh. Beruntung, SY masih menyimpan ponselnya. Melalui telepon, salah seorang tetangganya mengabarkan bahwa Rh telah menikah lagi dengan gadis lain. Dari tetangganya pulalah, ia mengetahui bahwa Rh membawa uang miliknya. Tidak tahan dengan kondisi selama di penampungan, SY juga sempat mengadu kepada keluarganya. Akibat pengaduan itu, pihak kepolisian sempat memeriksa perusahaaan tempat ia dititipkan sementara. Namun akibatnya, telepon genggam milik SY disita oleh salah satu petugas di tempat penampungan
Total dua bulan sudah SY berada di tempat penampungan TKI yang berlokasi di Cilengsi, Gunung Putri, Bogor. Akhirnya, pada Rabu (8/6) lalu, beberapa perwakilan dari Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) dan petugas kepolisian berhasil mengevakuasi SY dari tempat tersebut. Dari Komnas PA pulalah, SY mengetahui bahwa surat perjanjian yang dibuat pihak sponsor agar dirinya dapat bekerja sebagai TKI, ditandatangani ayahnya tanpa persetujuan dirinya. Kini, setelah SY berada dalam perlindungan Komnas PA, ia berharap agar ia dapat segera pulang ke daerah asalnya dan dapat berkumpul kembali dengan nenek dan kakaknya.
Menurut ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait, apa yang dilakukan oleh Rh terhadap SY adalah modus baru dalam kejahatan perdagangan manusia atau human trafficking. Rh diduga dengan sengaja menikahi SY secara siri agar SY dapat bekerja secara sah sebagai TKI di luar negeri.
KOMENTAR