Selain komunitas busui, ada pula perkumpulan para konselor ASI. Tugas konselor adalah memberikan konseling menyusui, misalnya bagaimana agar ASI lancar dan keluar, memberikan informasi yang tepat tentang menyusui, memberikan dukungan pada busui, dan sebagainya. Tak sembarang orang bisa menjadi konselor menyusui, karena dibutuhkan komitmen, pengetahuan, dan ketrampilan untuk melakukan konseling menyusui.
Minat Meningkat
Salah satu perkumpulan para konselor yang ada di Indonesia adalah Ikatan Konselor Menyusui Indonesia (IKMI). Berdiri sejak 2011 lalu, IKMI dimaksudkan sebagai wadah bagi para konselor ASI untuk meningkatkan kompetensinya. “Sebab, ilmu dalam konseling ASI ini terus bertambah,” ujar Farahdibha Tenrilemba, Sekretaris IKMI.
Baca: Seberapa Sering Ibu Perlu Menyusui?
Ia mengungkapkan, permintaan akan konselor menyusui kini makin meningkat. Sebab, imbuhnya, tantangan untuk menyusui juga makin bervariasi. “Nah, yang tahu betul detail masalah menyusui adalah konselor menyusui. Sedangkan petugas kesehatan yang di daerah yang juga menjadi konselor menyusui, biasanya tidak fokus mengurus soal ASI saja,” tuturnya.
Saat ini, jumlah konselor IKMI sendiri lebih dari 100 orang. Mereka berasal dari berbagai kalangan dan profesi, baik kalangan medis seperti dokter maupun nonmedis, termasuk sarjana dari berbagai bidang, termasuk komunikasi, sastra, kesehatan, hukum, dan sebagainya. Untuk menjadi konselor menyusui, menurut Dibha, syaratnya adalah mengikuti pelatihan selama 40 jam dengan modul dari WHO-UNICEF tentang konseling dan manajemen laktasi.
Tak hanya itu, calon konselor juga harus memberikan konseling untuk busui. “Jadi, harus aktif mempraktikkan ilmunya. Nah, untuk melatih kompetensi para konselor, IKMI mengadakan seminar-seminar bagi mereka. Misalnya, bagaimana melatih menyusui bagi ibu-ibu yang terindikasi HIV AIDS, bagaimana konseling tentang MPASI, dan sebagainya,” ujar perempuan yang menjadi Ketua Divisi Komunikasi dan Advokasi pada periode pertama kepengurusan IKMI ini.
Beragam pengalaman pernah dirasakan para konselor selama menangani klien. Misalnya, beberapa kali membantu ibu yang mengadopsi bayi agar bisa menyusui bayi tersebut, meski tidak melahirkan. “Ibu yang mengadopsi saja bisa menyusui, seharusnya yang melahirkan juga bisa,” tukas Dibha. Konselor juga membantu memberikan relaksasi, misalnya saat terjadi bencana.
Baca: Pekan ASI Dunia, Tunjukkan Tanda Cinta dari Ibunda
Dibha mengakui, tantangan yang dihadapi IKMI saat ini adalah sulitnya menjangkau ibu-ibu di daerah untuk dilatih menjadi konselor menyusui. Di Indonesia sendiri, jumlah konselor menyusui baru sekitar 3.000-4.000 orang. Oleh karena itu, sosialisasi ke daerah-daerah rajin dilakukan IKMI, di antaranya dengan mengisi acara-acara di sana. Apalagi bertepatan dengan World Breastfeeding Week yang berlangsung 1-7 Agustus 2015. Selain itu, IKMI juga berencana mewujudkan keinginan agar konselor menyusui diakui sebagai sebuah profesi, agar ada perlindungan untuk para konselor.
Swita Amallia
Atlet New Balance Triyaningsih Berhasil Taklukan Kompetisi TCS New York City Marathon 2024
KOMENTAR