Ya. Suami saya memang hebat. Dia rela berjuang demi cita-cita saya. Kebetulan Mas Djit juga memiliki keinginan yang sama menjadi seorang pendidik. Oh iya, selain membantu saya, suami juga konsultan pemberdayaan masyarakat. Jadi kalau pemerintah membangun infrastrukur di desa-desa, biasanya menggunakan jasa Mas Djit untuk memberdayakan masyarakat.
Ngomong-ngomong, bagaimana kisah Anda sampai bertemu dengan suami?
Mas Djit itu dulu teman SMP saya. Nah, ternyata sejak SMP dia sudah suka saya. Tapi namanya juga anak-anak, sehingga perasaan itu disimpan rapat-rapat. Setelah sekian tahun tidak bertemu, dia sempat ikut syok ketika mendapat kabar saya mengalami kecelakaan dan kaki saya harus diamputasi. Menurut Mas Djit, cintanya ternyata tak pernah luntur. Suatu ketika menjelang lulus kuliah, dia datang ke rumah diditemani seorang siswanya di SMP swasta di Trowulan.
Itu pertama kalinya bertemu sejak SMP. Katanya waktu saya di rumah sakit ia sempat membesuk tetapi saya tidak tahu. Dari sana Mas Djit mengutarakan rasa sukanya. Tentu saja saya masih tidak mudah percaya mengingat secara fisik saya kan memiliki kekurangan. Tapi ternyata dia tetap gigih melakukan pendekatan. Akhrinya saya luluh juga. Ha ha.
Bagaimana dengan orangtua?
Memang sempat jadi masalah sebab mertua saya sempat tidak merestui hubungan kami. Tapi Mas Djit tetap keukeuh memperjuangkan cintanya. Alhamdulillah akhirnya direstui. Apalagi setelah lahir anak kami, Alexandria Al Zahra (4), yang cantik dan lucu. Sekarang keluarga Mas Djit sayang sekali sama saya, lebih dari dirinya sendiri. He he.
Apa keinginan Anda ke depan?
Saya akan berjuang keras supaya sekolah ini makin maju, berkembang, dan bisa mencetak anak-anak yang cerdas dan berakhlak mulia.
Gandhi Wasono M.
KOMENTAR