Bicara soal tren fashion, tentu tak luput dari geliat industri mode dan garmen yang berada dibaliknya. Entah dalam skala kecil, sedang, besar, perorangan seperti perancang busana maupun perusahaan, peluang bisnis mode ternyata cukup menjanjikan dengan mendatangkan keuntungan yang menggiurkan.
Ketertarikan yang begitu besar akan seni berpakaian yang estetika, secara alami akhirnya menuntut banyak penggiat sekaligus pelaku mode untuk berlomba-lomba menghadirkan inovasi yang terkini untuk merebut hati pasar.
Meski bukan hal baru, namun semangat untuk melestarikan kekayaan budaya Indonesia di ranah mode kian terasa kuat. Baik melalui ajang pekan mode bergengsi maupun lini busana yang beragam jenisnya hingga menyentuh berbagai lapisan masyarakat.
Tak bisa dipungkiri, peluang bisnis mode dalam mengolah wastra nusantara menjadi karya busana memang ada, dan bahkan semakin mendapat perhatian, baik dari pemerintah maupun masyarakat global.
Hal ini turut disampaikan oleh Dinar Asmarani, perancang busana muda yang menaungi label miliknya, Quinette. Ditemui oleh tabloidnova.com, sesaat setelah perhelatan Bandung Fashion Tendance 2015, Dinar Asmarani menceritakan soal perjuangannya menawarkan keindahan motif kain Indonesia dalam tiap potongan busana.
Baca: Omset Satu Pesanan Seragam Sekolah Rp 600 Juta - 700 Juta
“Kesulitan yang saya hadapi dalam mengolah wastra nusantara ini dikarenakan batik dan tenun merupakan hasil handmade, yang mana relatif sulit bila dibuat kembar identik dalam hal motif maupun pewarnaan. Kadang juga ditemukan ketidaksimetrisan dalam selembar kain pada kain tenun. Sering pula tarikan penenun antara ujung satu dan lainnya tidak sama sehingga membuat kain tenun bergelombang yang memengaruhi kepresisian motif,” jelas Dinar panjang lebar.
Desainer berbakat yang pernah mengikuti ajang Indonesia Fashion Week 2015 dan Hongkong Fashion ‘Spring/Summer’ Week 2015 ini pun tak lupa memaparkan tantangan lainnya merancang busana dari kain asli nusantara seperti batik, ikat dan tenun.
Baca: Tips Menjalani Usaha Busana Seragam Kantor
“Realitanya, diluar sana memang sudah banyak perancang atau pelaku bisnis garmen yang berkomitmen bermain dalam konsep wastra nusantara. Tapi, saya ingin menawarkan sesuatu yang berbeda sehingga saya lebih mengusung desain modern yang tidak meninggalkan karakter simpelnya agar bisa diterima masyarakat luas,” ucap Dinar yang merupakan lulusan Sarjana lulusan Agrobisnis dari Universitas Sebelas Maret Surakarta pada tahun 2003.
Lalu, bagaimana solusi mengatasi kesulitan mengolah kain wastra nusantara menjadi karya busana serta menuangkan karakter label agar tetap mempunyai ciri khas?
“Pertama, untuk mengatasi dibuat desain potongan atau dikombinasikan dengan kain lainnya sehingga bagian yang tak presisi dari banyak kain nusantara bisa dihilangkan. Kedua, pahami juga tumpal atau kepala kain yang banyak terdapat di batik agar estetika motifnya tidak sembarang diputus atau rusak,” sarannya.
Baca: 3 Poin Penting Sebelum Berbisnis Busana Batik
Secara spesifik, dinar yang memulai kiprahnya di dunia fashion berkat pengalaman dan bakat sang ibu yang merupakan penjahit tersebut juga memaparkan pemikirannya. Menurutnya, pada prinsipnya semua kain nusantara memiliki kecantikan dan keunikan sendiri tergantung dari kecerdasan perancang, penjahit serta kebutuhan busananya.
Misalnya, jika dibutuhkan desain modern atau memerlukan kain agak tebal bisa digunakan ikat atau kalau menginginkan dress dengan model klasik bisa menggunakan batik.
Baca: Beda Jahitan Busana Buatan Butik dengan Buatan Konfeksi?
“Masing-masing kembali ke selera dan kebutuhan, sih. Karena tidak menutup kemungkinan bisa juga rancangan modern menggunakan batik atau dress klasik memakai tenun. Pintar-pintarnya si desainer saja mau dibawa kemana konsepnya asal tidak merusak estetika motif,” imbuh desainer muda yang dalam waktu dekat akan mengikuti pagelaran Jogja Fashion Festival 2016 di Jogjakarta.
Soal minat dan kesempatan diterima dan meraih untung dari berbisnis mode mengolah kain nusantara menjadi busana, Dian pun punya pendapat sendiri.
“Respon masyarkar luar negeri menurut saya cukup bagus karena separuh dari koleksi yang saya pakang di showcase dibeli. Sampai sekarang saya juga masih menerima pesanan via email untuk koleksi Quinette by Dinar,” tutup desainer yang mengusung jargon ‘Vocal Your Local’ ini.
KOMENTAR