Tidak. Saya percaya, kalau ilmu disebarkan, ilmu dan rezeki akan bertambah. Kalaupun orang yang saya ajari ternyata “melawan”, ya sudah. Itu urusan dia. Orangtuanya mungkin tidak mengajarinya sopan santun dan terima kasih. Banyak yang begitu? Enggak, hanya 1-2 orang.
Contohnya apa?
Misalnya, dia menjual dengan harga lebih rendah dari saya. Atau, membuka toko di dekat toko saya. Biarkan saja. Untuk pasar, alhamdulillah Hayashi selalu di atas mereka. Toh, “murid” yang bersahabat dengan saya sampai sekarang tetap banyak. Saya juga berjualan lewat media sosial. Bukan berjualan boneka, melainkan secara soft selling memuat tulisan-tulisan yang inspiratif, filosofis, nasihat, dan membuat pembacanya tertarik. Sok bijaklah, ibaratnya.
Berapa jumlah waralaba produksi Anda?
Sekarang, ada 18 waralaba produksi dari beberapa kota. Saya juga menjual toko boneka dengan sistem waralaba, harganya Rp50 juta. Boneka di toko itu dipasok dari Hayashi. Sekarang, ada 86 toko waralaba Hayashi di seluruh Indonesia. Oya, Saya punya pabrik di Bekasi dan enam toko di sekitar pabrik.
Selain memasok ke toko waralaba Hayashi, ke mana lagi menjual boneka?
Kami melayani pesanan dari berbagai perusahaan, instansi, bank, kementerian, bahkan juga pesanan datang untuk acara Sea Games dan PON. Tahun ini, pesanan dari Pegadaian jumlahnya sekitar 45.000 buah. Saya harus selektif menerima pesanan. Saya sendiri enggak pernah ikut tender, karena tidak suka.
Berapa produksi boneka per bulan?
Sekitar 2.000 buah per hari. Pagi diantar pemasok, sore sudah dikirim ke pembeli. Harga paling murah Rp7.000-Rp2,5 juta.
Bagaimana dukungan istri?
Awalnya, istri saya, Dwiyanti Wastini, memang pusing dengan pola pikir saya yang antimainstream. Tapi, sekarang sudah sangat kebal. Dia selalu mendukung langkah saya. Dulu, saya menikahinya ketika masih muda, sewaktu usia saya 22 tahun. Sekarang, dari kelima anak kami yaitu Agin, Dhea, Tiara, Zazkia, dan Hanifa, anak pertama dan kedua ikut terjun ke bisnis ini tanpa saya ajari dan tidak menggunakan nama besar Hayashi.
Anda juga menulis buku. Kapan tepatnya mulai bikin buku?
KOMENTAR