Sejak remaja, perempuan kelahiran Jakarta tahun 1975 yang terpilih menjadi None Jakarta Selatan 1999 ini kerap dijadikan tempat curhat oleh teman dan keluarganya. Kini, Vera yang berdarah Betawi-Minang tak hanya jadi pembicara seminar, tapi juga konsultan psikologi untuk beberapa perusahaan, termasuk perusahaan mainan asal Amerika.
Kapan mulai tertarik psikologi?
Mempelajari karakter dan tertarik pada perilaku orang sebetulnya sudah sejak SMP-SMA. Misalnya, mengamati mereka ketika sedang berada di restoran, hanya saja waktu itu belum tahu bahwa itulah yang disebut psikologi.
Apa yang bikin Anda tertarik?
Saya cukup sering dijadikan tempat curhat oleh teman-teman dan keluarga. Banyak yang bercerita masalahnya. Saya sendiri senang menjadi pendengar mereka. Unik rasanya, mengetahui bahwa setiap orang berbeda-beda dan setiap masalah mereka sikapi dengan cara berbeda pula. Saya senang memerhatikan hal-hal itu. Lantaran waktu itu masih kecil, saya belum bisa memberi solusi. Kalaupun ada, asal saja.
Sewaktu kuliah di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, apalagi setelah lulus kuliah, orang makin sering menjadikan saya tempat curhat, yang tidak kenal sekalipun. Bahkan, termasuk sopir taksi yang saya tumpangi juga langsung nyerocos curhat. Saya sampai heran sendiri, apa di jidat saya ada tulisan “psikolog”, gitu, ya? Ha ha ha. Waktu kuliah, karena sudah mulai tahu, saya memberi solusi. Namun, saya tidak mau nanti disalahkan atas saran yang saya berikan kalau ternyata solusinya tidak tepat. Jadi, sarannya lebih berupa pilihan-pilihan.
Dulu apa cita-cita Anda?
Umumnya remaja pada zaman saya dulu, cita-cita saya juga sama seperti mereka, yaitu jadi dokter. Setelah lulus SMA, barulah psikologi menjadi pilihan kedua. Kebetulan, sejak dulu saya memang senang berinteraksi dengan anak-anak dan menolong mereka. Selalu mudah jatuh hati jika bertemu dengan anak-anak.
Itu sebabnya setelah jadi psikolog Anda fokus menangani anak dan remaja?
Ya. Waktu saya kuliah dulu, memang belum ada spesialisasi seperti sekarang, major atau minor. Nah, karena passion saya dan memang terasa nikmat mengerjakannya di dunia anak-anak, setelah lulus S1 pada 1999 dan tahun 2001 lulus program Profesi Fakultas Psikologi UI, saya langsung memutuskan fokus pada anak dan remaja. Sempat juga saya mencoba bekerja di bagian Human Resources Department (HRD) sebuah stasiun teve swasta, tapi hanya bertahan satu tahun.
Mengapa?
Saya enggak betah menangani orang dewasa. Kalau menghadapi anak-anak, kan, bisa tertawa-tawa. Mengajar mahasiswa pun pernah, tapi hanya satu semester, karena tidak betah. Lebih baik jadi pembicara seminar dan training. He he he.
KOMENTAR