Fakta dari data United Nation Children’s Fund (UNICEF) dalam World Children Report tahun 2012 menyebut Indonesia menempati uturan pertama dengan tingkat obesitas pada anak tertinggi di wilayah ASEAN, yakni 12,2 persen.
Angka tersebut lebih tinggi dibanding negara di Asia Tenggara lainnya, seperti Thailand (8 persen), Malaysia (6 persen), Vietnam (4,6 persen), dan FIlipina (3,3 persen).
Baca: Kisah Arya Permana, Bocah dengan Berat Badan 192 Kg Dijuluki “Anak Tergemuk di Dunia”
Obesitas adalah kelebihan lemak yang akan memengaruhi kesehatan dan sumber risiko penyakit di masa depan. Meskipun lemak memang dibutuhkan sebagai cadangan energi namun jika kelebihan akan berbahaya.
Karena itu, jika kita menemukan potensi obesitas pada anak-anak kita, segera tangani sejak dini. Sebab jika dibiarkan mempengaruhi masa depannya dari segi kesehatan dan juga psikis.
Merunut penyebabnya, dr. Ekky M. Rahardja, MS, Sp.GK., Spesialis Gizi Klinik dari RS Royal Taruma menyebut obesitas bisa terjadi karena faktor-faktor berikut:
Penghasilan Tinggi
Ada hubungan antara penghasilan dan pola makan. Semakin tinggi penghasilan maka pola makan juga berpengaruh. Jika biasanya mengonsumsi padi-padian (polisakarida), tapi saat banyak uang pola makan pun jadi berubah.
Misalnya, lebih banyak konsumsi gula, protein hewani, dan karbohidrat berkurang. Nah, inilah pola makan yang dilakukan anak-anak zaman sekarang.
Padahal, makanan tersebut, contohnya, cake, bakery, donat, pizza. banyak mengandung tepung, gula, minyak. Tepung dan gula gampang diubah menjadi lemak, sehingga terjadi penimbunan lemak.
Baca: Anak yang Senang Minuman Kaleng Sangat Berpotensi Obesitas!
Kurang Bergerak
Belum lagi ditambah kurangnya aktivitas yang dilakukan anak-anak. Seharian main di kamar dan di depan komputer. Makin minim mengeluarkan energi lewat aktivitas fisik sementara itu makan makin banyak.
Akibatnya, pusat pengaturan makan makin kacau. Yang muncul adalah rasanya lapar terus.
Baca: Obesitas Pada Anak Dipicu 3 Anggapan Keliru dari Orangtua. Apa Saja?
Salah Kaprah
Sering terjadi salah kaprah tentang kegemukan karena dianggap hanya soal kelebihan berat badan. Jadi, yang diturunkan berat badan dengan cara membuang cairan tubuh. Akibatnya, sering kencing dan buang-buang air.
Hasilnya, dalam dua hari berat badan bisa turun 4 kg, namun lemak tidak berkurang. Tapi, apakah benar seperti itu, buang air sampai 20 kali dalam semalam untuk menurunkan berat badan?
Baca; Sudah Tahu, Pola Makan Siang Terbaik Untuk Atasi Kegemukan?
Lemak Dibuang
Yang benar adalah bukan berat badannya yang dikurangi tapi lemaknya. Tidak perlu khawatir kelebihan berat badan karena bisa saja karena otot, yang penting jangan kelebihan lemak. Ada juga yang memiliki berat badan normal tetapi lemaknya berlebihan atau overfat.
Banyak orang yang merasa sehat tiba-tiba terkena serangan jantung. Kelebihan lemak bisa mengakibatkan berbagai penyakit seperti diabetes, jantung koroner, stroke, hipertensi.
Baca: Gemuk Tak Selalu Sehat, Ubah 5 Kebiasaan Ini Demi Si Kecil
Faktor Keluarga
Umumnya kebiasaan makan di keluarga akan berpengaruh pada pola makan anggota keluarga. Semakin banyak mengonsumsi makanan yang gampang diserap maka makin mudah menjadi lemak.
Contohnya, cake, bakery, donat, mie, sphageti, makaroni, wafer, biskuit, yang semua bahannya kebanyakan dari tepung.
Tapi, sebenarnya bolehkah banyak makan karbohidrat? "Tak masalah asal dibarengi dengan aktivitas fisik yang memadai. Lihat saja para kuli bangunan yang lebih banyak mengonsumsi karbohidrat."
Karena dibarengi dengan aktivitas fisik yang bisa membuang kalori sampai 720 kkal/hari karena kerja fisik dari pagi sampai siang hari, kondisi badan kuli bangunan ini sehat dan jarang masuk rumah sakit. Hmm.. betul juga, ya.
Penulis | : | nova.id |
Editor | : | Ade Ryani HMK |
KOMENTAR