Di penghujung bulan Februari ini, dunia sedang memeringati Rare Disease Day atau Hari Penyakit Langka. Tujuannya, untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai penyakit langka dan dampaknya bagi para penderitanya.
Di Indonesia sendiri, peringatan Hari Penyakit Langka pertama kali dilangsungkan pada 2016. Menurut Dr. dr. Damayanti Rusli Sjarif, Sp.A(K), ketua divisi nutrisi dan penyakit metabolik Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM, penyakit langka memiliki tingkat kematian yang tinggi. Bahkan, lebih tinggi daripada gabungan angka kematian kanker dan HIV/AIDS.
“Di Indonesia, angka kematian yang masih tinggi disebabkan karena belum ada edukasi dan informasi yang luas terkait penyakit langka. Bahkan, edukasi yang dimiliki oleh pekerja medis seringkali juga masih kurang,” jelasnya.
Baca: Gaucher Disease, Penyakit Langka pada Anak dengan Biaya Pengobatan yang Tinggi
Selain itu yang menjadi masalah adalah belum adanya laboratorium diagnostik di Indonesia. Sampel darah dan urine pasien akan diterbangkan ke Taiwan dan menunggu setidaknya 2 minggu sampai keluar hasilnya.
Kemudian, makanan dan obat-obatan khusus yang dibutuhkan oleh para pasien penyakit langka ini tak ada di Indonesia. Berbelitnya sistem untuk mengirimkan obat-obatan ini juga membuat banyak pasien yang tak tertolong.
“Sayangnya, sistem yang ada di cukai kita membuat obat-obatan yang harus segera dikonsumsi pasien tertahan lama. Padahal, pasien sangat bergantung pada obat tersebut,” jelas Dr. Damayanti.
Baca: Pakar: Agar Anak Tak Menderita Penyakit Langka, Hindari Pernikahan Antar Saudara
Penyakit langka sendiri adalah penyakit yang mengancam jiwa atau mengganggu kualitas hidup dengan prevalens yang rendah, kurang dari 2.000 pasien di populasi. Sayangnya, penyakit langka ini sering dianggap tidak penting. Lebih dari 80 persen penyakit langka ini diturunkan karena faktor genetika.
Ada sekitar 147 kasus yang sudah terdiagnosis dan ditangani, di antaranya MPS atau mukopolisa karidosis tipe I, II, III, IVA, VI, VIII. MPS adalah ganguan herediter di mana suatu molekul atau zat yang masuk dalam tubuh tak bisa dicerna dengan baik, sehingga terus terakumulasi dan berbahaya bagi tubuh.
Penulis | : | Dionysia Mayang |
Editor | : | Ade Ryani HMK |
KOMENTAR