“Pemenang bukanlah seseorang yang tidak pernah mengalami kegagalan, tetapi adalah seseorang yang selalu bangkit dari kegagalan dan tidak pernah berhenti berusaha dan berinovasi“.
Membangun usaha pisang goreng kipas untuk menjadi pilar ekonomi keluarga serta mampu bertahan sampai dengan saat ini bukanlah hal mudah karena tingkat persaingan yang sangat tajam.
Berawal dari usaha warungan dengan menu kopi serta penganan ringan khususnya pisang goreng yang dikelola secara turun temurun, Susi Hartini tekun mengelola usahanya sehingga tetap dapat bertahan diantara pesatnya perkembangan usaha sejenis.
Dari usaha warungan jugalah Susi Hartini bertemu jodohnya, Yana Patriana, pekerja perusahaan kontraktor yang sebelumnya sudah menjadi pelanggan setianya.
Pasangan Yana Patriana dan Susi Hartini, yang keduanya merupakan perantau di bumi Riau, akhirnya menikah tahun 1996 dengan sebuah tekad untuk dapat sukses dan mandiri dengan segala yang dipunyai.
Bermodal tekad tersebut serta melihat ketekunan Susi Hartini dalam mengelola usaha, Yana Patriana memutuskan untuk keluar dari pekerjaaanya dan fokus ikut mengelola usaha Pisang Goreng.
Tekun dan Pantang Menyerah
Didorong keinginan untuk menciptakan pembeda sekaligus peningkatan pada kualitas produksi, Yana Patriana mulai rutin mengikuti seminar kewirausahaan di Kota Pekanbaru.
Bersama sang istri, ia juga mulai fokus membenahi usaha pisang goreng kipasnya, dimulai dari mengubah tekstur pisang goreng kipas.
“Tekstur sebelumnya terlalu tebal. Saya belajar mengolahnya menjadi lebih tipis agar hasilnya lebih krispi dan garing,” jelas Yana yang mengaku mendapatkan inspirasi dari sale pisang krispi yang memiliki tekstur irisan yang tipis.
Sementara itu untuk mendukung pemasarannya, Yana membuat dan membagi-bagikan brosur yang dilakukan secara rutin setiap hari. Selama beberapa minggu, dia turun ke jalan untuk membagi-bagikan brosur pisang goreng kipasnya.
Sehari, 1.000 brosur ditargetkan untuk habis disebarkan. Yana berkeyakinan, dari 1.000 brosur yang ia sebar, sekurang-kurangnya sepuluh orang akan datang membeli.
Sampai suatu saat ada pengendara di jalan yang bertanya, “Kamu setiap hari menyebarkan brosur, saya jadi penasaran dengan produk jualan kamu”.
Seraya berpromosi, Yana menjawab, “Saya menjual pisang goreng kipas rasa original. Soal rasa tak usah takut, saya berani jamin beda dari yang lain. Silakan Bapak datang ke warung kami,” kenang Yana yang akhirnya memberanikan diri untuk mendirikan kios kecil-kecilan di Jalan Kuantan II, Pekanbaru, menjual pisang goreng kipas hasil produksinya sendiri.
Sebagai bahan baku pada pembuatan pisang goreng kipas, pada mulanya Susi Hartini menggunakan bahan baku pisang kepok yang berasal dari beberapa wilayah di Sumatera, antara lain Aceh, Padang, Bengkulu dan Lampung.
Nyatanya tidak semua pisang kepok cocok dijadikan bahan dasar.
“Warna pisangnya memang kuning, tapi ketika digoreng enggak bisa garing. Kadang juga ada yang enggak manis,” tuturnya.
Semangat untuk mendapatkan kualitas terbaik selalu membara dalam benak Yana dan Sri. Keduanya tak pernah kehabisan tenaga untuk selalu mencoba berkreasi dan mengembangkan proses pengolahan pisang goreng kipas.
Salah satunya melalui pembaharuan dari sisi bahan baku agar mendapatkan hasil yang garing dan memiliki rasa yang manis. Dari hasil pencarian dan uji coba, akhirnya diputuskan untuk menggunakan pisang kepok dari Pulau Nias dan Bireun.
Pilihan tersebut ternyata berbuah dengan berkembangnya usaha sehingga mereka memindahkan usahanya ke kios yang lebih besar di Jalan Kuantan Raya, Ruko nomor 6F, Pekanbaru.
Melebarkan Sayap Bisnis
Cita rasa pisang goreng kipas Yana pun makin diminati warga Pekanbaru. Bahkan, sudah sampai ke beberapa kota besar di Indonesia. Tahun 2007, Yana dan istrinya mendaftarkan produk pisang goreng kipasnya ke Departemen Hukum dan HAM RI untuk mendapat sertifikat perlindungan merek.
Usahanya ini kemudian diberi nama Pisang Goreng Kipas Kuantan II, diambil dari nama jalan tempat pertama ia dan istrinya merintis usaha.
Ayah dua anak ini mengaku dalam sehari sekitar 5000 sampai 6000 pisang goreng kipasnya ludes diserbu oleh pembeli, termasuk pesanan yang datang dari luar kota. Yang menakjubkan, omzetnya pun menyentuh angka ratusan juta rupiah.
Harga pisang kipas yang ditawarkan mulai Rp2500 sampai Rp7000, tergantung besar kecilnya ukuran pisang. Belakangan, sudah banyak reseller yang menjual pisang goreng kipasnya sampai keluar kota, termasuk di Malaysia.
Ya, kelezatan pisang goreng kipas sudah sampai ke negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Yana dan Susi berhasil mengepakkan bisnisnya hingga menembus pasar luar negeri.
Seiring dengan berkembangnya usaha maka fleksibilitas transaksi keuangan juga perlu mendapatkan perhatian, untungnya sejak awal Susi Hartini telah menggunakan produk Tabungan BRI Simpedes yang telah dilengkapi dengan fasilitas mobile banking, dan saat ini juga telah bekerjasama sebagai merchant BRI.
Tak bisa dipungkiri semakin luasnya penjualan, membuat Yana terpikir untuk mengeluarkan produk baru, yakni keripik pisang. Dia juga meracik tepung pisang goreng sendiri berlabel Tepung Pisang Goreng Kipas Kuantan II, kemudian dijual ke beberapa kota di Indonesia seharga Rp20.000 per kilogram.
“Kenikmatan pisang goreng kipas kami tak terlepas dari kualitas tepung yang kami racik sendiri. Berhubung sekarang banyak yang pesan, kami juga menjual tepung pisangnya ke pasaran. Jadi, jika di luar sana ada yang mau usaha pisang goreng bisa pakai tepung racikan kami,” terangnya.
Untuk memperluas pemasaran usahanya, Yana sempat terkendala permasalahan modal untuk pembukaan cabang baru.
Akhirnya, Yana memanfaatkan fasilitas pinjaman dari BRI, “Sebenarnya saya sudah cukup lama menjadi nasabah simpanan BRI, tetapi saya belum pernah memanfaatkan fasilitas pinjamannya” ucapnya.
Dari hasil pinjaman tersebut, Yana membuka satu kios lagi yang berada di jalan SM Amin, Pekanbaru. Usaha pisang goreng kipasnya kian mengalami peningkatan dan mendulang kesuksesan.
Kesuksesan Yana tentu bukan tanpa hambatan. Namun bagi Yana dan istrinya, rintangan itu adalah ‘bumbu’ dalam berwirausaha. Jika menyerah, maka selesailah keberlangsungan suatu usaha.
Dibutuhkan kerja keras, kesungguhan hati, usaha hingga pengorbanan untuk meraih keberhasilan.
“Jangan takut mencoba, jangan takut gagal. Manajemen dan pemasarannya juga harus cerdas,” pungkasnya.
Penulis | : | Ade Ryani HMK |
Editor | : | Ade Ryani HMK |
KOMENTAR