Yvone, wanita yang kini berusia 82 tahun itu sampai di Belanda, tanah kelahiran sang Ayah, Karel Otto Heints.
Baca juga: Jangan Keliru! Ternyata Susu Tanpa Garam Jauh Lebih Sehat Loh, Ini Buktinya
Sejak saat itu, dia tidak bisa lagi bertemu ibu kandungnya, Murni, wanita asli Dusun Glagah, Desa Banjarnegoro, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang. Bukan cuma ibu, dia tidak bisa menemui dua adik perempuannya, Joyce Sylvia dan Yulia Christine.
"Mama saya itu dulu penjual hasil bumi di Glagah. Karena mama dan papa berpisah, saya ikut oma (nenek) tinggal di kawasan Boton, Kota Magelang. Sementara dua adik sama mama tinggal di Glagah," jelas Yvone yang masih lancar berbahasa Indonesia itu.
Baca juga: Tak Perlu Was-Was Memulai Bisnis Bakery Asal Ada Tepung Premix, Ini Alasannya
Bertahun-tahun dia hanya hidup berdua dengan ayahnya, hingga menikah dan berkeluarga di kawasan Rotterndam, Belanda.
Kesedihan Yvone tak sampai di situ. Dia masih kerap menjumpai orang-orang yang mengolok-olok dirinya sebagai warga negara penjajah.
"Kalau ketemu orang Indonesia, masih sering ada yang mengatakan kalau kami (orang Belanda) itu penjajah. Menyiksa orang Indonesia 300 tahun. Saya sedih sekali," katanya sampil menepuk dada.
Baca juga: Telinga Kamu Pernah Berdengung? Bisa Jadi Pertanda 5 Hal ini!
Meski menyimpan dendam, sejujurnya hati kecil Yvone sangat merindukan tanah kelahirannya itu, serta sosok ibu dan dua adiknya.
Sampai suatu hari, sekitar tahun 1988, suami Yvone bertemu dengan keluarga asal Kampung Paten, Kota Magelang di sebuah bengkel mobil di Belanda.
Selama itu pula Yvone masih menyimpan kebencian amat mendalam dengan orang-orang yang mengaku "pribumi" itu.
Penulis | : | Amanda Hanaria |
Editor | : | Amanda Hanaria |
KOMENTAR