Akibatnya, tanaman itu beracun bagi serangga namun ladang dan ekosistem sekitarnya sebagian besar tidak terpengaruh.
Ketakutan pada transgenik memengaruhi kesehatan memberi konsumen alasan untuk mengonsumsi organik.
Padahal sampai saat ini tak ada bukti yang dapat dipercaya bahwa tanaman rekayasa genetik dapat menimbulkan risiko kesehatan bagi manusia.
Hal itu pun telah diumumkan WHO.
(Baca juga: Ingin Ikut Pola Hidup Sehat Kekinian? Bawa Bekal, yuk!)
4. Tanaman rekayasa genetika buruk bagi lingkungan
Kelompok yang menentang tanaman rekayasa genetika tak hanya menyebut hal ini buruk untuk kesehatan, tetapi juga bagi lingkungan.
Salah satu yang dikhawatirkan adalah tanaman rekayasa genetika menggunakan herbisida yang lebih besar dan bisa mengurangi keanekaragaman hayati dan membuat gulma lebih tahan bahan kimia.
Tapi secara keseluruhan hal ini tidak menyebabkan kerusakan pada lingkungan.
Penelitian 2016 menemukan bahwa tanaman GMO benar-benar dapat mengurangi jumlah pestisida yang dibutuhkan untuk meningkatkan jumlah produksi tanaman.
(Baca juga: Tingkatkan Konsentrasi dengan Semangkuk Bubur Kacang Merah)
Penelitian 2014 menemukan bahwa tanaman hasil rekayasa genetika memiliki hasil 22 persen lebih banyak daripada varietas non-GM.
Lebih banyak makanan per meter persegi bisa berarti bahwa lebih sedikit lahan dibutuhkan di seluruh dunia untuk pertanian, membuat lebih banyak habitat tidak terganggu atau mengalokasikan lebih banyak lahan untuk cadangan alam atau koridor satwa liar.
Makanan organik bukanlah pilihan buruk, begitu pula makanan konvensional.
Buatlah pilihan secara bijak berdasarkan sains yang telah dipaparkan, bukan sekadar mitos.
Walau banyak mitos beredar terkait makanan organik dan biasa, tapi yang jelas makan buah dan sayur adalah yang paling penting. (*)
(Gloria Setyvani Putri/Kompas.com)
Penulis | : | Dionysia Mayang Rintani |
Editor | : | Dionysia Mayang Rintani |
KOMENTAR