NOVA.id - Difteri adalah penyakit lama, yang sudah lama hilang sejak tahun 1990.
Namun, kini penyakit yang sempat berhasil tereliminasi tersebut harus "muncul" lagi di tengah-tengah masyarakat.
Lantas kenapa penyakit yang sudah dinyatakan hilang kembali menyerang masyarakat kita?
Kemungkinan terbesar karena ada pihak yang menularkan, yakni mereka yang tidak pernah mendapatkan imunisasi difteri sama sekali sehingga tubuhnya tidak dapat membentuk antibodi yang mampu melawan virus.
Atau bisa juga disebabkan imunisasi yang diterima tidak lengkap sehingga mengakibatkan kekebalan yang terbentuk belum sempurna dan mudah terkena penyakit difteri tersebut.
(Baca juga: Pria Lebih Perhatian pada Anak Perempuan dibanding Anak Laki-lakinya? Ini Penjelasannya)
Seyogianya bayi harus mendapat imunisasi difteri sebanyak tiga kali dan diulang pada usia balita dan anak sekolah.
Virus difteri juga dapat kembali muncul akibat kegagalan imunisasi.
Si penerima gagal membentuk kekebalan tubuh karena beberapa sebab.
Seperti vaksin yang rusak karena faktor penyimpanan dan pemeliharaan yang salah, prosedur pemberian yang tidak sesuai standar, atau vaksin palsu.
Nah, untuk meredam penyebaran difteri, pemerintah pun meluncurkan program ORI (Outbreak Response Immunization) difteri di Indonesia yaitu untuk memutus rantai penularan guna mencegah meluasnya penyakit difteri.
(Baca juga: Bisa Jadi Inspirasi, Yuk Intip Cantiknya Kebaya Wisuda Ashanty)
Program tersebut dilakukan dengan memberikan imunisasi yang mengandung vaksin difteri, untuk anak usia 1-19 tahun.
Apa saja vaksinnya? DTP-HB-Hib (Difteri Tetanus Pertusis–Hepatitis B–Haemophylus Influenza Type B) untuk anak usia 1-5 tahun, DT (Difteri Tetanus) untuk anak usia 5-7 tahun dan Td (Tetanus difteri) untuk anak usia 7-19 tahun.
Sedangkan untuk penderita difteri, disiapkan Anti Difteri Serum (ADS).
Apakah vaksin hanya dikhususkan untuk anak-anak? Tentu tidak.
Orang dewasa juga memerlukan vaksin difteri, lho.
(Baca juga: Milkshake dan Smoothie, Mana Minuman yang Lebih Sehat Dikonsumsi?)
Sangat memungkinkan seseorang yang sudah disuntik difteri saat kecil akan terserang lagi saat dewasa.
Hal tersebut dikarenakan menurunnya kekebalan tubuh terhadap penyakit difteri, mengingat vaksin difteri hanya mampu memberikan perlindungan selama 10 tahun.
Vaksin yang diberikan untuk orang dewasa berbeda dengan anak-anak.
Vaksin difteri dewasa menggunakan vaksin Td/Tdap.
Pemberiannya pun dibedakan menjadi dua jenis.
Untuk orang dewasa yang belum pernah mendapatkan vaksinasi, harus divaksin tiga kali.
(Baca juga: Setelah Minang, Kini Tasya Kamila Tampil Anggun Berbalut Adat Jawa)
Sedangkan yang sudah pernah divaksin, maka hanya divaksin satu kali.
Oleh karenanya, sebagai orangtua, kita wajib menjaga anak supaya tidak menjadi penderita difteri yang bisa mengancam jiwa anak itu sendiri dan jiwa anak lain.
Untuk itu pastikan untuk memberikan imunisasi difteri sejak bayi berusia 2 bulan.
Vaksin diberikannya bersamaan dengan vaksin Pertusis, Tetanus (DPT), Hepatitis B (Hb) dan Hib (Haemophilus Influenza type B) atau lebih dikenal dengan pemberian imunisasi Pentabio.
(Baca juga: Wah! Beda Umur 11 Tahun, Ini yang Bikin Nick Jonas Menyukai Priyanka Chopra)
Vaksin diberikan tiga kali saat anak berusia 2, 3, dan 4 bulan.
Kemudian pemberian vaksin diulang ketika bayi berusia 18 bulan dan saat anak sudah mencapai usia sekolah dasar.
Pemberian imunisasi yang lengkap akan membuat kekebalan menjadi lebih sempurna.(*)
(Sudiyati/Melissa Tuanakotta)
Penulis | : | Healza Kurnia |
Editor | : | Healza Kurnia |
KOMENTAR