NOVA.id - Penyakit hepatitis sama halnya dengan fenomena gunung es.
Jumlah penderita yang tahu kondisinya dan terdeteksi terkena hepatitis jauh lebih sedikit dibandingkan dengan yang tidak terdeteksi.
Mereka baru sadar jika terkena hepatitis ketika sudah terjadi sirosis hati atau kanker hati, dan pasien sudah mengalami komplikasi sirosis.
Seperti gejala muntah darah dan perut yang membengkak karena penuh oleh cairan.
Baca Juga : Bolehkah Kamar Mandi Ada di Dalam Kamar Tidur? Ini Kata Ahlinya
“Biasanya gejala muncul umur 30-40. Penyakit yang diderita melalui proses perjalanan panjang, sering kali tanpa gejala, karena penderita tetap bisa beraktivitas seperti biasa. Kadang diketahui saat kanker sudah stadium lanjut,” ujar dr. Irsan Hasan, SpPDKGEH,
Ketua PB Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia, Divisi Hepatobilier, Spesialis Penyakit Dalam, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, FKUI/RSCM, Jakarta.
Orang yang terkena hepatitis baru akan menyadari ketika hendak donor darah, melakukan general check up atau screening saat melamar menjadi karyawan baru.
Saat sudah terdeteksi itulah mereka kaget dan tak meyangka bahwa menderita hepatitis.
Baca Juga : Isu Rumah Tangga Terancam, Adik Ipar Zaskia dan Shireen Sungkar Pamer Penampilan Baru!
Padahal, jika tidak didiagnosis segera dan diberikan pengobatan, dalam enam bulan sejak dinyatakan positif terkena hepatitis, penyakit tersebut akan sulit disembuhkan dan bisa menjadi kanker hati.
Sementara itu, berdasarkan penelitian Komunitas Peduli Hepatitis, 50 persen penderitanya mengalami diskriminasi di tempat kerja.
Oleh karena itu, banyak orang yang menyembunyikan penyakit yang dideritanya tersebut.
Satu dari tiga orang merahasiakan penyakit hepatitis dari keluarga, bahkan mereka juga merahasiakannya dari pasangan mereka sendiri.
Baca Juga : Ups, Kevin Sanjaya Kepergok Bersama Denira Wiraguna, Aktris yang Terobsesi Jadi Psikopat!
Padahal kemungkinan terbesar penularan hepatitis B itu melalui hubungan seks.
Selain itu, hepatitis B juga bisa ditularkan oleh ibu hamil kepada janinnya.
Hepatitis B menular melalui dua cara.
Pertama, disebut transmisi horizontal yang tertular melalui darah dan jika tertusuk jarum suntik penderita hepatitis B.
Sedangkan yang kedua, disebut transmisi vertikal, yang menular melalui keturunan dari ibu yang menderita hepatitis B.
“Ibu yang mengidap hepatitis B, hamil, lalu melahirkan, itu penularan secara vertikal. Di negara yang angka hepatitis B-nya tinggi seperti Indonesia, boleh dikatakan lebih dari 80 persen penularan adalah transmisi vertikal,” ucap Irsan.
Baca Juga : Awas, Tulang Anak Bisa Jadi Rapuh Bila Lupa 5 Hal Penting Ini
Melihat penularan terbanyak dialami oleh keturunan, maka deteksi untuk ibu hamil harus dilakukan sejak dini.
Setiap ibu hamil harus tahu status hepatitisnya.
Untuk mendeteksinya dapat dilakukan melalui screening dengan cara USG.
Jika terdeteksi positif hepatitis B, ibu hamil akan diberi vaksin untuk mencegah penularan kepada janinya.
Baca Juga : Putus Komunikasi Sejak Gugat Cerai, Lina Tiba-Tiba Kembali Telepon Sule, Ada Urusan Apa?
“Intervensi pada ibu, yaitu ibunya minum obat selama tiga bulan jelang melahirkan,” jelas Irsan.
Kalau si ibu bisa dikasih obat, bagaimana dengan janinnya?
Irsan memaparkan bahwa pencegahan hanya dapat dilakukan pada ibunya saja.
Untuk janinnya tidak bisa.
Ibu akan diberikan obat, vaksin, dan immunoglobulin (antibodi) selama tiga bulan jelang melahirkan.
Baca Juga : Pernah Bintangi Saras 008, Nia Ramadhani Kesal Saat Kenang Perannya
Akan tetapi, karena pengobatan hanya bisa dilakukan kepada ibu, masih ada 5 persen kemungkinan bayi akan tertular juga.
Pengobatan pada bayi baru bisa diberikan setelah si bayi lahir.
Vaksin diberikan segera setelah bayi lahir dan tidak boleh menunggu sampai berhari-hari.
Karena jika telat, itu akan berbahaya nantinya.
Baca Juga : Ini Daftar Makeup yang Dilarang Edar oleh BPOM RI, Ada Favorit Kita!
“Virus sudah telanjur masuk ke hati bayi,” imbuh Irsan.
Kita juga mesti harus waspada jika ada anggota keluarga yang terdeteksi mengidap hepatitis B.
Segera lakukan pemeriksaan dan mendapatkan vaksin untuk mengantisipasi adanya penularan yang tidak diketahui.
“Jika ada ibunya yang kena, maka bapak dan anak-anaknya juga harus diperiksa dan diberi vaksin,” tegas Irsan.(*)
(Mega Khaerani)
Penulis | : | Healza Kurnia |
Editor | : | Laili Ira Maslakhah |
KOMENTAR