Jadi Korban KDRT, Jangan Ragu untuk Melapor dan Minta Perlindungan!

By Annisa Octaviana, Selasa, 18 Oktober 2022 | 19:03 WIB
Ilustrasi KDRT (Jelena Stanojkovic)

NOVA.id – Masih ada yang berpikir bahwa KDRT merupakan aib keluarga, sehingga ada rasa malu untuk mengakuinya kepada orang lain.

Selain itu, ketergantungan istri secara finansial kepada suami sering kali menimbulkan keengganan untuk melapor karena khawatir dirinya tak akan dinafkahi lagi. Tak jarang pula ada ancaman yang menyebabkan rasa takut untuk melapor.

Tak hanya itu, kurangnya referensi atau informasi mengenai kasus KDRT itu sendiri, dapat membuat korban sulit melaporkan situasi KDRT yang dialaminya.

Padahal, korban KDRT berhak mendapat pertolongan, perlindungan, serta pelayanan kesehatan.

Agar tak lagi terperosok dalam jurang kekerasan, berikut ini hal yang wajib dilakukan apabila kita mengalami KDRT dari pasangan. Seperti apa?

Selamatkan Diri

Dalam KDRT, terdapat ancaman juga aksi tak terduga yang bisa dilakukan oleh pelaku. Apalagi di saat situasi dan kondisi sudah berada di luar kontrolmu.

Agar kondisi tidak semakin intens, hal pertama yang harus kamu pikirkan adalah bagaimana caranya menyelamatkan diri sendiri.

Menurut Reynitta Poerwito, Bach. of Psych., M. Psi, Psikolog Klinis di Rumah Sakit Eka Hospital BSD, adakan batasan yang membuat si pelaku tak bisa menyentuh atau berinteraksi dengan kamu.

“Entah itu lari, maksudnya lari dari hadapan si pelakunya, ya. Jika punya anak-anak, mereka dulu yang diselamatkan. Kalu mau melawan, yakinkan kita memegang situasinya. Kalau out of our control, bisa membahayakan diri kita,” jelas Reynitta secara eksklusif pada NOVA.

Kamu juga bisa membuat perencanaan, misalnya menyiapkan perlengkapan untuk menyelamatkan diri.

Baca Juga: Inul Daratista Mantap Unfollow Rizky Billar: Maaf Bunda Nggak Respect

Hubungi Keluarga atau Teman

Usai mengalami KDRT, korban kerap dihantui perasaan takut, malu, atau kebingungan. Jika kekerasan yang dialami sudah berulang, segera cari bantuan dengan menghubungi keluarga atau teman dekat, yang bisa dijadikan tempat aman dan nyaman untuk mengadu.

Sebab menurut Reynitta, tak ada waktu ideal untuk melaporkan kasus KDRT. Lebih cepat kamu bercerita pada keluarga atau teman, akan semakin baik.

Jadi, tak perlu ada rasa malu atau takut lagi, ya.

Mengadu ke Lembaga Perlindungan

Adanya lembaga perlindungan bagi perempuan dan anak merupakan titik terang bagi korban KDRT. Kasus KDRT dapat dilaporkan ke Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindunga Anak (KPPPA).

Catat! Kementerian PPPA menyediakan layanan call center Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129. Lantas jika kamu ingin melapor ke Komnas Perempuan, kamu bisa mengirim pesan melalui media sosial Komnas Perempuan di @komnasperempuan.

Siti Aminah Tardi, Komisioner Komnas Perempuan memaparkan, “(Setelah kirim pesan di media sosial) Kami akan kirim formulir dan menghubungi korban. Yang penting ada nomor telepon yang bisa dihubungi. Atau datang langsung ke Kompas Perempuan di (jalan) Latuharhary, nomor 4B, Menteng, Jakarta Pusat. Bisa juga (melapor) ke Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A).”

Selain itu, kamu juga bisa mengakses ke lembaga perlindungan yang dikelola oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), melalui website Carilayanan.com.

Baca Juga: Alasan Lesti Kejora Cabut Laporan KDRT Rizky Billar, Akui Sudah Memaafkan

 

Minta Pendamping dan Lakukan Visum

Alangkah baiknya, sebelum melapor ke polisi, korban sudah memiliki pendamping profesional.

Tujuannya yakni agar korban bisa lebih siap dalam menghadapi proses yang dijalankan, juga untuk memastikan agar kasusnya terus dikawal.

Korban juga bisa mendapat layanan khusus di Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan Jakarta. Pasalnya rumah sakit tersebut sudah memiliki mekanisme penanganan korban kekerasan.

“Jadi walaupun kita belum memutuskan apakah akan melapor ke polisi atau tidak, namun membutuhkan pelayanan kesehatan, kita bisa bilang ke paramedis atau ke dokter. Nanti direkam mediknya akan dicatat bahwa pasien mengaku dipukul dan terdapat luka. Sehingga setelah dirawat kemudian memutuskan mau lapor polisi, selain (bukti) visum, catatan dari dokter bisa menjadi bukti lainnya,” papar Siti Aminah.

Melapor kepada Polisi

Saat korban ingin membuat laporan ke polisi, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk urusan administrasi.

Seperti menyiapkan KTP, Kartu Keluarga (bila anak ikut menjadi korban), dan akta nikah, untuk membuktikan bahwa korban dan pelaku memiliki relasi perkawinan

Meskipun kata Siti Aminah, “Sebenarnya perkawinan itu tercatat atau tidak, sepanjang itu bisa dibuktikan adanya akad nikah, ada saksi, ada foto perkawinan, itu konteksnya perkawinan dalam bentuk perjanjian.”

Baca Juga: Lesti Kejora Cabut Laporan KDRT, Bagaimana Nasib Rizky Billar?

Adapun pernikahan yang tak tercatat turut menjadi hambatan besar bagi pihak korban. Siti Aminah menambahkan, “Karena kepolisian, kan, perbedaan menafsirkan istilah perkawinan itu langsung rujukannya ke Undang-Undang 174 (tentang perkawinan), itu tercatat.”

Sebab dalam realitanya, banyak perkawinan-perkawinan yang tidak tercatat baik secara agama maupun adat.

Itulah mengapa disarankan untuk melakukan pernikahan yang tercatat secara negara, agar hak-haknya bisa terpenuhi.

Jalani Pemulihan

Luka batin atau trauma yang dialami oleh korban KDRT, sering kali sulit untuk disembuhkan. Ada pula trauma-trauma tertentu yang membutuhkan pertolongan psikolog atau psikiater.

Jika korban berlarut-larut hidup dalam rasa traumanya, mereka akan kesulitan menjalani perannya sehari-hari.

“Di dalam terapi, akan dicari akar permasalahannya, titik permasalahannya dulu lalu dibuatkan cara-cara yang memang efektif buat menangani si lukanya. Jadi itu sangat spesifik. Kalau sudah mengganggu keseharian kita, sebaiknya kita meminta bantuan ke profesional,” tutur Reynitta.

Jadi, Jangan takut untuk menghubungi tenaga profesional, ya, Sahabat NOVA.

Dapatkan pembahasan yang lebih lengkap dan mendalam di Tabloid NOVA.

Yuk, langsung langganan bebas repot di Grid Store.(*)