Perlu Evaluasi Total! Ini 5 Masalah yang Muncul dalam PPDB Zonasi

By Nadia Fairuz Ikbar, Rabu, 12 Juli 2023 | 12:02 WIB
Masalah PPDB dengan sistem zonasi (Freepik)

 

NOVA.id - Bulan Juli memang memasuki tahun ajaran baru untuk para anak sekolah.

Setiap memasuki tahun ajaran baru, pasti semua sekolah melaksanakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).

Yang terbaru merupakan PPDB dengan sistem zonasi yang sudah dimulai sejak 2017.

Meski sudah 6 tahun berjalan, rupanya pelaksanaan PPDB dengan sistem zonasi ini terus mendapat perhatian dari berbagai pihak terutama para praktisi pendidikan.

Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mendesak agar Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) RI melakukan peninjauan ulang dan evaluasi secara total terhadap sistem PPDB dengan zonasi.

"Evaluasi secara total dan komprehensif serta tinjau ulang kembali sistem PPDB sangat penting dilakukan Kemendikbudristek," kata Koordinator Nasional P2G Satriawan Salim dalam keterangan yang diterima Kompas.com, Senin (10/07).

"Karena P2G menilai tujuan utama PPDB mulai melenceng dari relnya. Persoalan klasik yang terjadi tiap tahun," imbuh Satriawan.

Satriawan menyebutkan, setidaknya ada 5 masalah yang muncul dalam pelaksanaan PPDB yang seharusnya dievaluasi oleh Kemendikbud.

Inilah 5 masalah yang muncul dalam penyelenggaraan PPDB sistem zonasi menurut P2G:

1. Migrasi domisili

Menurut Satriawan, PPDB dengan sistem zonasi ini membuat sejumlah orang tua memasukkan atau menitipkan nama calon siswa ke KK warga sekitar sekolah yang dinilai favorit oleh orang tua.

Baca Juga: Modus Numpang KK Saat PPDB Marak di Yogyakarta, Ini Kata Disdikpora

Ternyata hal tersebut diperbolehkan sesuai dengan Permendikbudristek Nomor 1 Tahun 2021 tentang PPDB pasal 17 ayat 2, perpindahan alamat KK sebenarnya diperkenankan secara hukum maksimal 1 tahun sebelum pendaftaran PPDB.

Akan tetapi, adanya migrasi domisili ini justru menunjukkan belum meratanya kualitas sekolah di Indonesia.

"Fakta menunjukkan kualitas sekolah di Indonesia belum merata. Menyebabkan orangtua masih berlomba-lomba memasukkan anaknya ke sekolah yang dianggap lebih unggul," ungkap Satriawan.

Hal tersebut tidak sejalan dengan tujuan awal PPDB dengan sistem zonasi yang seharusnya bisa untuk memeratakan kualitas pendidikan, meningkatkan kualitas seluruh sekolah negeri agar sama-sama berkualitas baik guru, sarana prasarana, kurikulum, maupun standar lain.

Namun hingga 6 tahun sistem ini berjalan, tujuan utama PPDB ini masih berlum terwujud.

"Tingkat kesenjangan kualitas antarsekolah negeri masih terjadi, bahkan makin tinggi," tandas Satriawan.

2. Sekolah kelebihan calon peserta didik

Sekolah kelebihan peserta didik baru ini karena terbatasnya daya tampung khususnya di wilayah perkotaan.

Satriawan mengungkapkan, hal ini terjadi karena adanya sekolah negeri yang daya tampungnya lebih sedikit dibandingkan jumlah calon siswa.

Hal ini mengakibatkan jumlah kursi dan ruang kelas tak bisa menampung semua calon peserta didik sehingga calon siswa tak terjaring meskipun berada di satu zona.

"Faktor utamanya sebaran sekolah negeri tak merata," kata dia.

Baca Juga: Mulai Hari Ini! Cara Daftar Ulang PPDB Jabar Tahap 2, Ini Dokumen yang Wajib Disiapkan

3. Sekolah kekurangan siswa

Tidak semua sekolah kelebihan siswa, PPDB sistem zonasi juga mengakibatkan beberapa sekolah kekerungan siswa.

Penyebabnya ini dikarenakan ada banyak sekolah negeri yang lokasinya berdekatan satu sama lain, serta adanya sekolah yang lokasinya jauh di pelosok dengan akses yang sulit.

"Faktor utamanya sebaran sekolah negeri tak merata," ungkap Satriawan.

Permasalahan tersebut antara lain terjadi di Magelang, Temanggung, Solo, Sleman, Klaten, Batang, dan Pangkal Pinang.

Kepala Bidang Litbang Pendidikan P2G Ferdiansyah menyampaikan, persoalan kekurangan siswa ini berdampak kepada jam mengajar guru.

"Bagi guru yang sudah mendapat Tunjangan Profesi Guru bisa terancam tidak menerima lagi tunjangannya karena kekurangan jam mengajar 24 jam/seminggu yang disyaratkan oleh peraturan," ujarnya.

4. Anak keluarga tak mampu tak tertampung di sekolah negeri

Ferdiansyah menambahkan, sejatinya sistem PPDB berpihak pada anak miskin dan membuat anak yang berada dalam satu zonasi bisa bersekolah dengan biaya lebih ringan.

Sayangnya pada praktiknya, sepanjang masih adanya kasus anak yang orangtuanya miskin dan dekat sekolah tak bisa ditampung di sekolah negeri, maka sistem PPDB gagal untuk mencapai tujuan utamanya.

"Bagi P2G, sistem PPDB oleh pemerintah wajib memprioritaskan anak miskin dan satu zona untuk diterima di sekolah negeri," katanya.

Baca Juga: Resmi! PPDB Online DKI Jakarta 2023 Dibuka, Zonasi Prioritaskan Siswa Satu RT dengan Sekolah

5. Adanya praktek pungli

Masalah terakhir pada pengadaan PPDB zonasi yakni adanya praktik jual beli kursi, pungli, dan siswa titipan dari pejabat atau tokoh di satu wilayah.

P2G mencontohkan kasus demikian terjadi di Bali, Bengkulu, Tangerang, Bandung dan Depok.

"Modusnya adalah menitipkan siswa atas nama pejabat tertentu ke sekolah. Panitia PPDB sekolah yaitu kepala sekolah dan guru tidak punya power menolak sehingga praktik ini diam-diam terus terjadi," jelas Ferdiansyah.

Pihaknya mengatakan, guna mengatasi masalah ini, Inspektorat Daerah, Dinas Pendidikan, dan Ombudsman hendaknya agresif melakukan monitoring, pengawasan, dan evaluasi pelaksanaan PPDB dan indikasi kecurangannya.

Selain itu, oknum guru, kepala sekolah, atau masyarakat yang terbukti melakukan pungli juga harus diberikan sanksi tegas. (*)