Sop Buntut Plus Es Duren Berbuntut Koma (1)

By nova.id, Selasa, 8 September 2009 | 17:09 WIB
Sop Buntut Plus Es Duren Berbuntut Koma 1 (nova.id)

Sop Buntut Plus Es Duren Berbuntut Koma 1 (nova.id)

"Ade Baringin (Foto: Daniel Supriyono) "

Saat asyik rapat dengan kliennya, mendadak Ade Baringin Fachri Nasution (48) limbung lalu koma. Pria kelahiran Jakarta 27 Juli 1961 ini terserang stroke. Padahal, sakit pun tak pernah. Sekian belas hari Ade koma dan kerap merasakan ruhnya keluar dari tubuhnya. Ia pun bernazar, jika sembuh akan belajar mengaji di kampung halaman ayahnya dan mengajak istrinya umrah. Berikut penuturan Ade saat berbincang khusus dengan tabloidnova.com dalam suasana santai.

Kalau tidak salah, kejadian itu terjadi hari Selasa, 19 Juni 2007. Saat itu aku sedang rapat dengan beberapa klien di Padang, Sumatera Barat. Agenda rapat membicarakan permasalahan seputar pekerjaanku di bagian Perbaikan Jalan Umum (PJU) kota Padang. Memang, saat itu kondisi rapat sangat tegang. Nah, karena ada sesuatu hal yang menyinggungku, emosiku memuncak dan tiba-tiba saja semua yang kulihat tergambar terbalik.

Dari posisiku yang tadinya berdiri, tiba-tiba terduduk. Salah seorang teman bertanya apa yang terjadi. Aku mendengar dengan jelas suaranya, tapi tanpa kusadari, aku menjawab dengan suara dan gerakan bibir yang tidak dapat dimengerti. Dalam kondisi seperti itu, aku lalu mencoba melangkah ke luar ruangan. Baru saja melewati pintu, tiba-tiba semua terlihat gelap. Aku jatuh. Meski begitu, saat itu sebenarnya aku masih sadar dan tahu apa yang terjadi di sekitarku.

Seorang teman yang mengira aku masuk angin, segera berinisiatif mengolesi tubuhku dengan minyak angin. Panas minyak angin masih bisa kurasakan, tapi aku sudah tidak bisa bicara. Sekitar pukul 18.30, karena kondisiku tak membaik, mereka membawaku ke Rumah Sakit Yos Sudarso, Padang. Sesampainya di sana, kesadaranku sudah hilang.

Istriku, Diarty Citra Resmi (47), sempat tidak percaya ketika mendapat kabar itu. Ia malah mengira orang yang memberi kabar melakukan penipuan. Akhir-akhir ini, kan, memang banyak penipuan dengan modus seperti itu. Agar percaya, istriku diminta menelepon RS. Esoknya, ia dan ibuku terbang ke Padang.

Ruh Keluar Dari Tubuh

Sejak muda, aku memang sangat doyan daging dan makanan yang mengandung santan. Tapi aku tidak pernah mengeluh sakit. Kolesterolku normal dan sudah 14 tahun aku tidak merokok. Jadi, aku benar-benar tidak tahu apa yang menyebabkan terserang stroke. Saat itu, tekanan darahku mencapai 295/110. Sangat jauh dari normal. Selain itu, paru-paru juga sudah terendam air sekitar 60 persen. Namun, karena catatan medisku selama ini baik dan jika aku bisa melewati 5 hari masa kritis, dokter mengatakan aku masih bisa sembuh. Diagnosa sementara, serangan stroke itu gara-gara sop buntut dan es duren yang kukonsumsi beberapa jam sebelumnya, ditambah emosi yang berlebihan pada saat rapat.

Kata dokter, stroke itu diakibatkan perdarahan pada batang otakku di sebelah kiri. Karena lokasi dan besarnya perdarahan sekitar 1,2 x 0,8 cm, dokter tidak berani mengoperasi. Katanya, kesalahan kecil saja, bisa membuat nyawaku melayang. Minimal, aku lumpuh seumur hidup.

Selama tak sadarkan diri itulah, istriku dengan rajin membacakan Surat Yasin dan ayat suci lainnya di telingaku. Katanya, saat doa-doa dilantunkan, aku mengeluarkan air mata. Tapi aku tidak bisa mengingatnya karena selama tak sadar, aku merasa seperti tidur panjang. Pernah beberapa kali aku bermimpi buruk. Namun yang lebih mengerikan, aku pernah merasa ruhku keluar dari tubuhku. Saat itu terjadi, aku bisa melihat tubuhku terbaring di atas tempat tidur. Aku juga bisa melihat apa saja yang dilakukan orang di sekitarku. Aku tidak tahu apakah itu bagian dari mimpi burukku atau memang kenyataan. Soalnya, dalam agamaku, Islam, kalau ruh kita sudah meninggalkan tubuh, berarti kita sudah mati.

Di hari keempat, istriku melihat gelagat aneh pada jari di tangan kiriku yang menunjukkan angka 2. Seharian ia berusaha mencari tahu artinya. Belakangan, ia tahu, angka 2 yang kumaksud adalah kedua anak kami, Muh. Arfin (17) dan Nadya Sharfina (16). Akhirnya, di hari kelima, anak-anak diterbangkan ke Padang untuk menemaniku. Ketika aku sadar akan keberadaan mereka di sampingku, saat itulah lahir kekuatan untuk segera sembuh. Selama anak-anak bersamaku, mau tidak mau mereka tidak bersekolah.Ester Sondang/ bersambung