Selama ini, lanjut Widodo, setiap kali Merapi menjadi aktif dan "batuk-batuk", tempat tinggal Mbah Maridjan selalu lolos dari bahaya. Bahwa kali ini bahaya besar mengancam, "Sudah diprediksi si Mbah setelah setelah sebuah batu berbentuk segitiga di kawah Merapi mengalami erupsi. Bapak bilang ke Pak Agus, setelah batu segitiga itu hilang, Kinahrejo pasti kena."
Widodo menyadari, sang ayah adalah panutan warga sekitar, namun bapaknya tak pernah memaksa warga untuk tidak turun dari Merapi. "Itu terserah warga," ucap Widodo. Selama ini Mbah Maridjan bergeming jika dibujuk turun dari Merapi. Oleh siapa pun. "Bapak hanya menurut pada Sultan HB IX yang mengangkatnya jadi juru kunci."
Saat sirene tanda Merapi meletus, sejumlah mobil evakuasi sudah siap membawa keluarga besar Mbah Maridjan. Akan tetapi, selain Mbah Maridjan, Udi Sutrisno (adik Maridjan), dan Narudi (anak Udi) tak tertolong. "Mbah Udi sebetulnya sudah diselamatkan dengan motor, tapi sayangnya ia berhenti di jalan," kata Widodo lagi.
Sementara Mbah Maridjan yang sebelumnya sempat dievakuasi, memilih kembali ke rumah. Konon ia ingin tinggal di dalam masjid yang tak jauh dari rumahnya. Wartawan VivaNews, Yuniawan Nugroho, kemudian menyusul Mbah Maridjan. Belakangan mereka ditemukan tewas. Berita berpulangnya Mbah Maridjan sempat simpang siur. Ketika akhirnya jenazahnya ditemukan Tim SAR, tes DNA pun dilakukan. Selain itu, tim dokter juga melakukan pengenalan fisik lewat tinggi badan, berat, struktur gigi, serta baju yang dikenakan terkahir. Salah satu tanda fisiknya adalah jempol tangan yang bengkok. Selama ini, Mbah Maridjan memang diketahui memiliki jempol tangan kanan bengkok.
Setelah si Mbah tiada, dari reruntuhan rumahnya ditemukan sebilah keris dan juga dua buah buku tamu mulai Juni 2007 hingga Mei 2009. Kedua buku itu ditemukan dalam keadaan hampir utuh, hanya berdebu dan sedikit terbakar. Saat ini buku tamu itu masih disimpan di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman untuk kemudian nantinya diserahkan ke Museum Gunung Merapi.
Apa pun juga, Mbah Maridjan memang menorehkan sejarah tersendiri dari kisah panjang Gunung Merapi...
Sita Dewi, Ahmad Tarmizi