Namun, sertifikasi halal saja tidak cukup. Menurut Muti, izin pencantuman label halal di kemasan harus dimintakan ke Badan POM, yang pendaftarannya harus dilakukan paralel dengan pendaftaran ke LP POM MUI, sehingga audit dilakukan bersamaan. Setelah mendapat sertifikat, pemantauan tetap dilakukan LP POM MUI. Setiap perubahan bahan produksi harus diberitahukan dan setiap enam bulan sekali perusahaan harus melakukan audit internal soal sistem jaminan halal dan dilaporkan ke LP POM MUI.
Perlu diketahui, masa berlaku sertifikasi halal adalah dua tahun. Setelah masa berlaku habis, pendaftar harus mengulangi prosedur dari awal lagi. Bila ada perubahan data, perusahaan diminta memperbaruinya. “Perubahan, kan, selalu terjadi, apalagi untuk teknologi pangan dan industrinya. Biasanya orang akan mencari bahan yang lebih murah, lebih enak. Bahannya pun bisa jadi tak lagi sama dengan yang didaftarkan dulu,” tuturnya.
Baca: 10 Tips Bisnis Bersama Pasangan
Muti menambahkan, syarat pendaftaran sertifikasi halal antara lain menerapkan sistem jaminan halal, di mana LP POM MUI memberikan 11 kriteria untuk hal ini dan ada pula pelatihannya. Kedua, produknya terdaftar. Perusahaan kecil ada izin PIRT, sementara perusahaan besar memiliki izin MD. Ketiga, harus melengkapi dokumen, antara lain bahan-bahan yang dipakai untuk produksi dan informasi detilnya, misalnya dibeli dari produsen mana.
Sertifikat halal diberikan per kelompok produk, misalnya produk daging dan daging olahan. Bila kelompok produknya berbeda, maka sertifikatnya berbeda. Bila perusahaan mencantumkan label halal di kemasan tanpa sertifikat halal dan izin BPOM, menurut Muti, “Itu melanggar PP No 69 Tahun 1999 tentang Label Iklan dan Pangan. Badan POM akan memberikan peringatan untuk menghapus. Itu juga melanggar UU Konsumen No 18 Tahun 2009 dengan ancaman penjara 5 tahun dan denda sampai Rp2 miliar,” pungkasnya.
Setelah itu, perlu membuat izin edar. Bagaimana caranya? Klik Next!
Hasuna Daylailatu