NOVA.id – Memilih untuk tidak memiliki banyak anak merupakan fenomena yang banyak terjadi di sekeliling kita.
Bahkan, mungkin saja Sahabat NOVA salah satunya.
Ada banyak alasan mengapa kita dan pasangan memilih keputusan ini.
(Baca juga: 12 Anak Thailand Gali Lubang Setiap Hari Sedalam 5 Meter, Ini Hal Mulia yang Diajarkan Pelatih)
Nah, bisa jadi Sahabat NOVA juga setuju dengan pengalaman yang diceritakan oleh Anissa berikut ini.
Kenapa Saya Nggak Mau Punya Banyak Anak?
Karena capek. Ahahaha. Memang itu doang kok penyebabnya.
Tapi tentu nggak puas dong ya kalau saya cuma bilang saya nggak mau punya anak lagi karena capek.
Padahal untuk sekarang ini, satu rasanya sudah lebih dari cukup.
Alasan berikutnya adalah saya nggak keibuan.
(Baca juga: Terkuak, Ternyata Ini Alasan Ahanty Terima Anang Sebagai Suami)
Semua perempuan punya naluri keibuan itu mungkin benar, cuma dikasih jatahnya SEBERAPA BANYAK itu saya yakin beda-beda.
Karena saya juga nggak terlalu suka anak-anak.
Saya bukan tipe tante yang sanggup dititipi ponakan seharian apalagi harus ngajak jalan-jalan ke mall.
(Baca juga: Waduh, Diet Populer Ini Justru Bikin Bau Mulut Tak Sedap!)
Saya juga nggak yakin saya bisa adil.
Iya sih orang bilang punya anak dua cintanya nggak terbagi malah bertambah.
Tapi saya belum percaya diri saya akan bisa maksimal mengurus lebih dari satu anak.
(Baca juga: Nekat, Perempuan Ini Masuk ke Lapangan Pertandingan Final Piala Dunia)
Karena anak saya satu, saya kasih semua yang saya bisa, belajar parenting banyak sekali, konsultasi psikolog, dan menyiapkan stok sabar yang entah berapa banyak sampai saya jarang sekali lho membentak anak.
Hampir tidak pernah TAPI saya nggak yakin bisa kasih semaksimal ini untuk anak kedua.
Lagian, banyak orang tua yang diam-diam mengakui memang lebih sayang pada anak yang satu dibanding anak yang lain kan meski sudah setengah mati berusaha adil? :)
(Baca juga: Ini 4 Foto Pembaptisan Keluarga Kerajaan Sejak Ratu Victoria, De Javu?)
Juga jangan salah, saya percaya sekali pada rezeki dalam bentuk uang.
Setiap anak punya rezekinya sendiri, jangan takut kekurangan uang, orang bilang (meski orang tuanya yang harus kerja extra keras yaaa).
Tapi nggak tuh, saya nggak takut kekurangan uang untuk mengurus anak.
(Baca juga: Bedak Johnson & Johnson Dituntut Karena Kasus Kanker Ovarium, Kok Bisa?)
Yang saya takutkan adalah saya kehilangan diri saya.
Saya takut semua energi saya di masa muda ini habis hanya untuk mengurus anak.
Ketika mereka besar, usia saya sudah tidak produktif lagi.
(Baca juga: Tak Kalah Viral dari Donat Mie, Bikin Camilan Pedas dari Bihun Seperti Ini, yuk!)
Kemudian saya menyesal menghabiskan waktu untuk orang lain (baca: anak saya) kemudian menghibur diri dengan bilang “berkorban demi anak”.
Duh, jangan sampai.
Kenapa harus ada korban segala, punya anak kan bukan perang.
Tidak perlu ada korban karena saya memang tidak mengorbankan apa-apa.
(Baca juga: Ingin Resign Karena Jadi Bahan Gosip? Tenang, Lakukan 5 Hal Ini Saja!)
Mendidik dan membesarkan anak jadi kewajiban saya karena sudah melahirkan dia.
Anak saya tidak punya utang apa-apa pada saya.
Oiya, saya juga tidak siap dengan kekhawatiran yang pasti jadi berlipat ganda.
(Baca juga: Ini yang Dilakukan Presiden Kolinda Grabar-Kitarovic Pada Para Pemain dan Presiden Prancis Saat Tim Kroasia Kalah)
Sebetulnya kehamilan saya lancar, proses kelahiran ada drama tapi juga lancar.
Nightmare muncul di 3 bulan pertama, anak saya kolik, tidak pernah bisa tidur malam.
Bulan-bulan berikutnya sampai umur 2 tahun, dia masih bangun 2-3 kali setiap malam.
(Baca juga: Hangatnya Putri Charlotte dalam Foto Pembaptisan Pangeran Louis)
Sampai 3 tahun dan berhenti menyusu, dia masih bangun sekali tiap malam.
Mungkin saya trauma, mungkin juga sesederhana tidak mau capek lagi, tidak mau khawatir lagi.
Khawatir anak sakit, khawatir harus izin dari kantor berlama-lama.
Kekhawatiran berlipat juga dikasih kebahagiaan berlipat?
(Baca juga: Selain Meghan Markle, Pria Ini Parodikan Fashion 7 Selebritis Dunia)
Ah, saya nggak perlu serakah. Sekarang saja sudah cukup, sudah sangat bahagia.
Tidak pernah kurang apapun.
Saya sudah tidur nyenyak lagi, saya sudah kembali produktif, kerja full time, belajar gambar, belajar menjahit.
Saya sudah tak perlu lagi pusing memikirkan ASI, MPASI, toilet training dan tetek bengek lainnya.
(Baca juga: Diduga Jadi Alasan Pacarnya untuk Bunuh Diri, Ini Isi Pesan Teks yang Jadi Bukti)
Kalau kalian bilang “sabar aja itu cuma terjadi di 4 tahun pertama”, ya sejujurnya saya nggak rela 4 tahun saya berikutnya harus kembali fokus pada individu lain.
I want my own life.
Saya egois? Saya sih nggak ngerasa begitu ya.
Menurut saya, yang egois itu justru orang-orang yang memutuskan punya anak tanpa rencana.
(Baca juga: Tenang, Begini 5 Cara Menahan Godaan Nikmatnya Menyantap Junk Food)
Tanpa tahu harus mempersiapkan apa sebagai orangtua.
Bukan uang, bukan pakaian, tapi mental mendidik dan merawat sampai ia dewasa.
“Nanti anaknya kesepian lho! Nanti pas kalian tua nggak ada yang mengurus lho!”
Oh tentu saya juga sudah riset soal ini. Teman-teman saya yang anak tunggal nggak semuanya ngerasa kesepian tuh.
(Baca juga: Aneh, Selama 20 Tahun Pria Ini Tak Pernah Berbicara dengan Istrinya)
Ada yang kesepian, tapi itu pun yang orangtuanya memang kurang berperan.
Kalau soal masa tua sendirian?
Duh ya, saya membesarkan anak bukan sebagai investasi.
Nenek saya anaknya lima, hidup sendirian sampai akhir hidupnya.
(Baca juga: Hari Pertama Masuk Sekolah Baru, Arsy Tampil Lucu dan Menggemaskan)
Ibu saya anaknya tiga, kini tinggal berdua dengan ayah saya. Cepat atau lambat, kita akan tetap sendirian kan.
Jadi, punya anak satu, punya anak banyak, atau tidak punya anak sama sekali itu kesepakatan masing-masing pasangan.
Tak perlu jadi bingung apalagi mempertanyakan keputusan orang lain atau menganggapnya aneh.
You’re not in their shoes.
You don’t live their life.
Yang paling penting: sudah sepakat dengan suami mau punya anak berapa? :) (*)