NOVA.id - Dampak buruk bagi anak yang kecanduan game online, sudah sering kita dengar. Mulai dari dia malas makan, cuek kalau dipanggil, suka ngambek tanpa sebab, dan sederet tingkah nyebelin lainnya.
Akan tetapi anak yang adiksi game online bukan hanya “sakit” seperti itu.
Dia juga bisa mengalami perubahan struktur dan fungsi otak.
Bukannya mau nakut-nakutin, tapi rilis yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia mengatakan, anak yang adiksi game online, jika otaknyadilihat dengan MRI (Magnetic Resonance Imaging), ada perubahan di bagian prefrontalcortex dalam otak.
(Baca juga: Duh, Ternyata Putri Charlotte Tak Diijinkan Pakai Celana Panjang!)
Anak akan kehilangan beberapa kemampuan atau fungsi otaknya.
Seperti fungsi atensi untuk memusatkan perhatian terhadap suatu hal, fungsi eksekutif untuk merencanakan dan melakukan tindakan, dan fungsi inhibisi untuk membatasi suatu hal.
“Perilaku yang muncul sering kali ditampilkan dengan sikap melawan, agresif, tidak sabaran, mengamuk apabila keinginannya untuk bermain game tidak terpenuhi, enggan bersosialisasi, kehilangan konsentrasi dan minat belajar, serta lalai pada kebersihan dan kesehatan fisik (mandi, makan, tidur),” ucap Irma Gustiana A, M.Psi, Psi, psikolog anak dan keluarga.
Dari segi kesehatan, anak akan mengalami gangguan tidur, gangguan metabolisme, cepat lelah, kaku leher dan otot, serta dehidrasi.
Bahkan tidak menutup kemungkinan akan mengalami carpal tunnel syndrom, jari tangan kesemutan, mati rasa, dan nyeri.
(Baca juga: Luar Biasa! Putri Diana Berhasil Kecilkan Pinggang Hingga 10cm Sebelum Pernikahan)
Melihat fenomena yang terjadi, saat ini pantaslah WHO telah menetapkan kecanduan game online atau game disorder sebagai penyakit gangguan mental dalam versi terbaru International Statistical Classification of Diseases (ICD).
Jika ditemukan masalah serius, diperlukan suatu treatment untuk mengarahkan anak pada hal yang lebih positif.
Menurut Irma, kalau anak masih berusia balita, orangtua akan lebih mudah mencegahnya.
Caranya, memastikan si kecil tidak terhubung dengan gawai setiap hari.
Isi waktunya dengan kegiatan menyenangkan sehingga membuatnya melupakan gawai.
Setelah itu, modifikasi lingkungan untuk menurunkan motivasi dengan terapi perilaku agar menghambat ketergantungan kepada gawai.
(Baca juga: Shandy Aulia Buka Suara Soal Dugaan Sule yang Marah Padanya saat Live)
Untuk anak usia sekolah, Irma menambahkan, kita bisa coba atur ulang penggunaan gawai saat di rumah, seperti memberikan batasan waktu kurang lebih satu jam.
Jika sudah membuat aturan, kita sebagai orangtua harus konsisten.
Jangan sampai ketika anak merajuk, marah-marah, dan mengamuk, kita jadi luluh kembali.
Kita sebagai orangtua memiliki kuasa dan kontrol penuh pada apa yang dilihat dan dimainkan anak.
Pastikan anak tidak memiliki akses untuk mengunduh aplikasi tanpa persetujuan orangtuanya.
(Baca juga: Luar Biasa! Putri Diana Berhasil Kecilkan Pinggang Hingga 10cm Sebelum Pernikahan)
Berikan offline games di mana anak tidak bisa memainkan game yang membutuhkan internet atau mobile data.
Berikan terapi jika adiksi semakin parah.
Namun, jangan sembarang memberikan terapi.
Hubungi ahli agar si kecil kita mendapat terapi yang tepat.
Sehingga, salah satu “terapi” yang tepat dan bisa kita lakukan sendiri banyaklah luangkan waktu untuk bermain bersamanya.(*)
(Mega Khaerani / Melissa Tuanakotta)