2. Pemeriksaan hormon
Hal kedua yang dilakukan setelah pemeriksaan kromosom adalah uji hormon.
Uji hormon bertujuan untuk mencari tahu apakah anak memiliki testosteron atau tidak, kemudian juga hormon-hormon lain.
"Ada beberapa hormon yang harus diperiksa untuk mengetahui apakah fungsi dari gonad (bisa testis, bisa ovarium) bagus atau tidak, sehingga ada produksi hormon tidak.
Kemudian bagian otak yang memerintah memproduksi hormon apakah berfungsi atau tidak, kalau itu tidak berfungsi ya sama saja tidak bisa memproduksi hormon," jelas Sultana.
Baca Juga: Gagal Jalani Operasi Mata, Mulan Jameela Ungkap Curahan Hatinya
3. Pemeriksaan gen
Ketiga, jika ada dana dan fasilitas, hal yang perlu dilakukan adalah menjalani pemeriksaan gen.
Bila seseorang memiliki gen laki-laki, maka dia memiliki gen bernama XRY. Gen ini untuk menentukan dia laki-laki atau bukan.
"Kemudian banyak gen-gen lain untuk melihat ada mutasi atau tidak. Kalau ada mutasi ada kelainan gen," kata Sultana.
Baca Juga: Cegah Maraknya Kejahatan di Transportasi Online, Muncul Petisi untuk Menhub
"Nah, kelainan gen inilah yang perlu dipertimbangkan kemungkinan menurun atau tidak," imbuh dia.
Jika memang ada faktor keturunan, maka saudara kandung pasien perlu juga dilakukan pemeriksaan.
Selain itu Sultana mengatakan, orang tua juga perlu diberi konseling genetika.
Salah satunya untuk memberi peringatan pada orangtua bahwa jika nanti hamil lagi, ada kemungkinan risiko untuk mendapat anak dengan kerancuan kelamin lagi.
"Atau kita lakukan menejemen. Misalnya dari awal ingin hamil, kita lakukan monitoring. Ini contohnya pada penderita yang disebut dengan Congenital adrenal hyperplasia (CAH)," ungkap dia.
CAH merupakan penyakit keturunan yang membuat penampilan fisik seorang perempuan tampak lebih maskulin (ambigous genitalia).
Baca Juga: Tayang Perdana Sabtu Kemarin, Ini 3 Poin Penting Arthdal Chronicles Season 3
Sultana menjelaskan, penderita CAH merupakan perempuan yang memiliki alat kelamin perempuan, tapi klitorisnya membesar seperti penis.
Penderita CAH juga kerap dibuat bingung dengan kejelasan kelaminnya.
"Meski menurun, tapi CAH bisa diobati," ungkap Sultana.
Sultana pun menambahkan, diagnosis lebih awal lebih baik karena klitoris belum tumbuh terlalu besar seperti penis.
Jika masih belum terlalu besar, klitoris pasien CAH masih mungkin untuk dikecilkan sehingga membuat pasien tetap tumbuh menjadi perempuan normal bahkan bisa sampai hamil dan memiliki anak normal.
Baca Juga: Dikabarkan Berseteru, Begini Reaksi Jedar dan Chacha Frederika Ketika Bertemu
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Nuzulia Rega |
Editor | : | Dionysia Mayang Rintani |
KOMENTAR