NOVA.id - Orangtua yang pilih kasih, mau tak mau bisa menciptakan anak kesayangan dalam keluarga. Padahal bisa berakibat buruk bagi si anak itu sendiri.
Salah satunya, anak kesayangan tak tahu caranya memilih dan membuat keputusan. Seperti yang dialami Awan, remaja yang mulai beranjak dewasa.
Awan memang tak pernah meminta jadi anak kesayangan. Tapi sejak kecil, ayahnya, Narendra sudah begitu over protective padanya, bahkan hingga dia beranjak dewasa dan sudah bekerja.
Baca Juga: Ratu Elizabeth Buat Keluarga Kerajaan Retak Karena Punya Anak Kesayangan! Siapa?
Semua perhatian harus ditujukan pada Awan, yang kebetulan adalah anak bungsu dalam keluarga.
Perhatian berlebihan memang kerap diterima Awan. Misalnya, setiap pulang kerja dia harus dijemput si sulung, Angkasa. Telat sedikit saja, Angkasa kena tegur ayahnya.
Setiap ada acara, atau bahkan keputusan keluarga, selalu mempertimbangkan Awan. Tentu hal itu secara tak langsung menciptakan kecemburuan Angkasa dan Aurora, kakak Awan.
Baca Juga: Haru dan Mengejutkan, Surat Terbuka Sang Ibu untuk Pembully Anak Kesayangannya
Kondisi itulah yang diceritakan dalam film Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini (NKCTHI), sebuah film keluarga garapan sutradara Angga Dwimas Sasongko.
Penonton akan melihat, bagaimana sebuah keluarga yang memiliki anak kesayangan, tanpa disadari menyimpan konflik dari anak yang lain.
Perhatian berat sebelah yang diberikan orangtua, dalam kisah ini adalah ayah, memang jadi masalah tersendiri dalam keluarga.
Baca Juga: Ifan Seventeen Unggah Foto Putri Cantiknya: Selamat Sayangku, Anak Kesayangan
Lantas, apakah gambaran kisah dalam film yang diangkat dari novel berjudul sama karya Marchella FP ini bisa terjadi pada keluarga kita?
Tak ada salahnya sebagai orangtua kita coba bercermin lagi, apakah selama ini kita melakukan hal yang seperti tergambar dalam cerita di atas?
Anak kesayangan (golden child) itu sendiri, menurut Alexandra Gabriella A., M.Psi, Psi., C.Ht, seorang psikolog dan hipnoterapis di Smart Mind Centre Clinic, Jakarta, adalah anak yang mendapat perlakuan berbeda dari orangtua, bisa ayah atau ibunya.
Baca Juga: 5 Tips Menjadi Orangtua Enggak Pilih Kasih Terhadap Anak
Misalnya paling dibanggakan, paling dimanja, atau paling dimudahkan.
“Bisa juga karena diperlakukan over protective, orangtua benar-benar khawatir sekali dengan anak tersebut. Jadi semua emosi, semua rasa sayang, semua tenaga lebih banyak dicurahkan untuk anak itu,” tambah Alexandra.
Lantas, siapa sih yang sering jadi anak kesayangan dalam keluarga? Apakah selalu si bungsu seperti yang dikisahkan dalam NKCTHI? Ternyata tidak juga.
Menurut Alexandra, tak ada teori yang bisa menjelaskan pasti siapa yang akan jadi anak kesayangan. Artinya, urutan kelahiran si anak tak menentukan dia akan jadi anak kesayangan, baik itu si bungsu, anak tengah, atau sulung.
Kalaupun anak kesayangan jatuh pada si bungsu, bisa jadi karena orangtua merasa itu merupakan kesempatan terakhirnya untuk bisa fokus dan enjoy jadi mama.
Si ibu merasa pengin total mengurus si bungsu, karena anak lainnya dianggap seperti sudah lebih bisa mengurus dirinya sendiri.
Anak kesayangan juga bisa datang karena si anak lebih berprestasi dari anak yang lainnya, sehingga tanpa disadari lebih dibanggakan dan diutamakan. Atau anak yang serba kekurangan atau sakit, sehingga dia lebih diperhatikan terus.
Meski begitu, Alexandra menilai bisa jadi sebagai orangtua sebenarnya juga tak ingin pilih kasih atau memberikan perlakuan berbeda pada anak-anaknya.
“Tapi mungkin kita tak pernah sadar, apakah hanya memperlakukan berbeda saja atau memang sudah (membuatnya) jadi anak kesayangan,” tambah Alexandra.
Baca Juga: Dilema Saat Pasangan Pilih Kasih dengan Keluarganya, Gimana Kita Menyikapinya?
Menurut Alexandra, secara umum orangtua ya pasti sayang pada anaknya, serta berusaha adil pada mereka. Tapi bisa jadi ada kondisi anak berbeda, misalnya mereka punya anak kembar, terus yang satu mudah mengambil hati, sedangkan satunya lagi lebih cuek dan penyendiri.
Melihat perbedaan sifat itu, biasanya orangtua akan merasa lebih nyaman dengan anak yang sifatnya lebih humble misalnya.
Padahal bukan berarti dia tak sayang dengan si penyendiri. Apalagi kalau anak itu tak mudah diajak pergi, atau pasif berkomunikasi, sehingga orangtua merasa lebih nyaman berinteraksi dengan anaknya yang humble tadi.
Baca Juga: Kenalan dengan Positive Parenting, Pola Asuh bagi Generasi Milenial
Di sisi lain, anak kesayangan juga bisa muncul dari persepsi si anak. Misalnya si sulung merasa tak lebih dimanja daripada si bungsu, karena sering kali dimintai bantuan orangtuanya.
Kata Alexandra, “Padahal mungkin si orangtua merasa saat itu terlalu ribet jika harus mengajarkan lagi si bungsu untuk membantunya. Jadi tergantung persepsi anak juga.”
Masalahnya, apakah jadi anak kesayangan selamanya menyenangkan bagi si anak? Ternyata ya tidak juga.
Alexandra menyebut ada dampak buruk yang diterima si anak kesayangan. Misalnya kalau selama ini dia merasa dibantu dan diutamakan, bahkan selalu dijaga.
“Tapi begitu harus mengambil keputusan sendiri, dia jadi merasa mudah stres dan putus asa, serta susah berjuang menghadapi kesulitannya,” ungkap Alexandra.
Selain itu, di keluarga sendiri akan tercipta semacam siblings rival.
Alexandra menjelaskan, bisa saja terjadi pertikaian adik-kakak dalam keluarga. Jadi ada semacam rasa iri antar-anak, juga merasa selalu berkompetisi terus. Apalagi kalau anak kesayangannya itu lebih dibanggakan dan selalu diomongin positif terus oleh orangtua mereka.
Alexandra mengungkapkan, ada beberapa pasien yang merasa jadi anak kesayangan datang kepadanya, justru seperti kerepotan dijadikan yang utama dalam keluarga. Bagi si anak, ekspektasi orang terlalu berlebihan padanya.
“Jadi begitu dia gagal, dia cenderung marah pada diri sendiri. Merasa semua orang sudah mengandalkan dia, padahal kan itu persepsi yang semu.”
Baca Juga: Bagi Single Parent, Pahami 5 Tips Pola Asuh Anak yang Tepat Ini
Kalau sudah begitu, apakah keberadaan anak kesayangan dalam keluarga membawa pengaruh baik?
Film NKCTHI yang diputar sejak awal Januari 2020 lalu mungkin bisa memberi kita gambaran lebih jelas. Atau bahkan menyadarkan kita, jangan-jangan selama ini kita juga menciptakan anak kesayangan dalam keluarga?
Lalu bagaimana sikap Anda? (*)
Penulis | : | Muhamad Yunus |
Editor | : | Alsabrina |
KOMENTAR