NOVA.id - Draft RUU Ketahanan Keluarga menimbulkan kontroversi di masyarakat, karena dianggap mencampuri area privasi. Seperti apa?
Hari-hari belakangan ini sedikit-banyak ada yang mengusik hati Dwi Lilis (52). Warga Duri Kepa, Kebon Jeruk, Jakarta Barat ini merasa khawatir jika Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga akan disahkan.
Baginya, RUU tersebut bukan tak mungkin bakal mengutak-atik aturan di dalam keluarganya, terutama soal pembagian tugas dalam mengurus rumah tangga.
Baca Juga: Gempa Besar yang Berpotensi Tsunami akan Hantam Sukabumi, BMKG Berikan Penjelasannya
Dwi khawatir jika RUU Ketahanan Keluarga disahkan, urusan rumah tangga yang sudah disepakati bersama suaminya jadi berantakan.
Bukan tak mungkin suaminya menggunakan UU Ketahanan Keluarga sebagai senjata untuk acuh ngurusin rumah.
Seperti dikutip dari Kompas.id, Dwi bilang,
”Jangan-jangan, nanti suami malah bawa UU saat menyuruh istri beresin rumah. Seram juga kalau itu terjadi.”
Apa yang bikin Dwi gelisah, bisa jadi dirasakan juga oleh kita. Terutama kita yang sudah berkeluarga dan bekerja.
Tak heran jika RUU Ketahanan Keluarga ini terus menuai kontroversi, terutama sejak anggota DPR menyodorkan draft RUU ini ke dalam Prolegnas Prioritas 2020.
Baca Juga: Tersebar Isu Pemerintah Indonesia Tutupi Soal Kasus Virus Corona, Jubir Presiden RI Angkat Suara
Artinya, kalau sudah masuk program legislasi nasional (prolegnas), draft RUU yang masuk akan dibahas dalam periode yang sudah ditentukan.
Masalahnya, apakah RUU Ketahanan Keluarga benar-benar mengancam urusan rumah tangga, seperti yang dikhawatirkan Dwi? Kepada NOVA, Valentina Sagala, ahli hukum Hak Asasi Manusia dan Pendiri Institut Perempuan menyebut pemerintah seolah-olah ikut campur dalam ranah privat sebuah keluarga.
“(Tugas) negara memastikan bahwa individu berhak untuk perkawinan. Tapi kalau misalnya pembagian peran, itu diserahkan ke masing-masing individu," kata Valentina.
Nah, dari pendapat beberapa orang, NOVA merangkum 4 kekhawatiran yang akan timbul jika RUU Ketahanan Keluarga disahkan:
1. Kewajiban Istri Mengatur Rumah Tangga
Pasal 25 ayat 3 RUU Ketahanan Keluarga termasuk yang bikin kontroversi, karena di dalamnya tertulis kewajiban istri untuk mengatur rumah tangga sebaik-baiknya.
Banyak yang menganggap pasal ini terlalu mengatur ranah pribadi sebuah keluarga, dan mengabaikan kesetaraan gender.
Isi Pasal 25 ayat 3 di antaranya:
Kewajiban istri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), antara lain:
Baca Juga: Hal Unik dan Mitos yang Terjadi Saat Tahun Kabisat Tiba, Perempuan Beranikan Diri Lamar Pria
Dari isinya, banyak yang menganggap bahwa RUU ini menempatkan istri pada posisi inferior (bermutu rendah) dalam mengurusi rumah tangga.
Istri masih saja diminta “mengurusi rumah” tanpa peran besar sang suami.
Padahal, sudah selayaknya suami juga ikut mengurusi rumah dan anak-anak, sehingga tidak lagi terjadi ketimpangan peran dalam rumah tangga.
Baca Juga: Hal Unik dan Mitos yang Terjadi Saat Tahun Kabisat Tiba, Perempuan Beranikan Diri Lamar Pria
2. Kemunduran Tujuan SDM Unggul
Seperti kita tahu “SDM Unggul, Indonesia Maju” merupakan program utama Presiden Jokowi dalam periode kedua pemerintahannya.
Namun, kemunculan RUU Ketahanan Keluarga dianggap banyak pihak justru menjadi suatu kemunduran dari tujuan yang sudah dicanangkan tadi.
Baca Juga: Hal Unik dan Mitos yang Terjadi Saat Tahun Kabisat Tiba, Perempuan Beranikan Diri Lamar Pria
Seperti dikutip Kompas.com, Bahrul Fuad, Komisioner Komnas Perempuan menyebut bahwa program “SDM Unggul” itu memberi kesempatan kepada semua pihak, khususnya perempuan untuk beraktivitas, mengembangkan potensi, dan sama-sama membangun negeri.
Nah, RUU Ketahanan Negara seolah-olah menugaskan perempuan di rumah mengurusi keluarga dan anak, sementara laki-laki mencari nafkah.
Padahal program SDM Unggul itu butuh kontribusi perempuan di ranah publik.
Baca Juga: Hal Unik dan Mitos yang Terjadi Saat Tahun Kabisat Tiba, Perempuan Beranikan Diri Lamar Pria
3. Berpotensi Meningkatkan KDRT
Satu lagi yang dikhawatirkan dalam RUU Ketahanan Keluarga, adalah potensi meningkatnya perilaku kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang disebabkan perbedaan peran suami dan istri.
Survei yang dilakukan Perempuan Mahardika, organisasi yang membela hak-hak buruh perempuan menyebut bahwa relasi diskriminatif dalam keluarga dapat melanggengkan kekerasan.
Baca Juga: Hal Unik dan Mitos yang Terjadi Saat Tahun Kabisat Tiba, Perempuan Beranikan Diri Lamar Pria
Organisasi ini mengungkapkan beberapa buruh terpaksa bertahan di tengah KDRT dalam keluarganya, karena mereka masih beranggapan kalau menikah merupakan bentuk pengabdian kepada suami.
Nah, RUU tersebut dianggap berpotensi meningkatkan budaya kekerasan, terutama terhadap perempuan karena perbedaan peran tadi.
Baca Juga: Bagikan Video Koloni Burung Gagak di Wuhan, Mbah Mijan Beberkan Tafsir Primbon: Ungkap Kabar Buruk
4. Mengintervensi Ranah Individu
Meski baru draft, RUU Ketahanan Keluarga dianggap mengintervensi ranah individu, karena terlalu jauh mengatur urusan rumah tangga.
Komnas Perempuan beranggapan urusan rumah tangga merupakan privasi individu, dan tidak selayaknya pemerintah ikut campur.
Menurut Valentina Sagala, pemerintah sudah punya UU 1945 Pasal 28 B (1) dan Pasal 28 G (1) yang mengatur hak asasi manusia (HAM) terkait keluarga.
Artinya, banyak yang menganggap bahwa kewajiban negara dalam hal ini ya sebatas menjadi pelindung dan jembatan pemenuhan HAM seseorang, dengan memastikan bahwa setiap individu berhak atas perkawinan. Lalu soal pembagian peran dalam keluarga, ya diserahkan kepada mereka sendiri.
Nah, apakah Anda juga mengalami kekhawatiran yang sama?(*)
Penulis | : | Tentry Yudvi Dian Utami |
Editor | : | Dionysia Mayang Rintani |
KOMENTAR