NOVA.id - Saat mudik sudah pasti tujuan utama kita adalah bertemu keluarga di kampung halaman.
Sebagian besar di antaranya adalah orangtua dan juga anak-anak.
Padahal, anak dan lansia termasuk ke dalam golongan orang dengan risiko tinggi terkena virus Covid-19.
Baca Juga: Tahan Mudik, Jangan Sampai Membawa Virus Sampai ke Kampung Halaman!
Celakanya, kita yang mudik bisa jadi pembawa virus bagi mereka, apalagi jika kita datang dari wilayah zona merah seperti DKI Jakarta.
“Tapi, saya sehat-sehat saja” begitu kata sebagian orang.
Ya, dari tempat keberangkatan bisa saja sehat, tapi di tengah perjalanan kita bisa saja terpapar.
Baca Juga: Gagal Mudik? Begini Cara Terbaik Manfaatkan Uang Refund Tiket
Toh, kita tidak bisa menebak dengan siapa kita berkontak di tengah perjalanan.
Mungkin kita punya fisik yang kuat sehingga saat tertular tak timbul gejala.
Tapi, ini justru bahaya buat orang di sekitar kita.
Baca Juga: Batal Mudik Tapi Sudah Beli Tiket? Tenang, Bisa Refund 100 Persen!
Terutama mereka yang rentan, karena tak bergejala bukan berarti tidak bisa menularkan.
Dengan begitu, tanpa sadar kita bisa ikut berperan menyebarkan virus ke kampung halaman.
Selain banyak efek negatifnya bagi keluarga tersayang, mudik saat ini juga bisa bikin repot diri sendiri.
Mengapa?
Baca Juga: Maia Estianty Imbau untuk Jangan Mudik di Tengah Pandemi Corona: Tolong, Jangan Egois
Sebab, setiap pemudik yang tiba di kampung halaman akan berstatus Orang Dalam Pemantauan (ODP).
Pemerintah telah memberlakukan status kedaruratan kesehatan dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebagai rujukan bersama untuk mengantisipasi mudik.
“Boleh (mudik), tapi nanti di sana repot sendiri. Salah satunya, sekarang di daerah-daerah sudah mau dikarantina. Begitu masuk ke kampungnya, dia enggak boleh langsung ketemu sama sanak famili. Protokolnya sudah seperti itu.
Dia harus dikarantina selama 14 hari baru boleh bertemu keluarga. Jadi, kan, malah repot sendiri nanti di sana,” ujar Dr. Ir. Agus Wibowo, M.Sc., Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Menurut Agus, dalam mekanisme PSBB orang-orang bisa berpindah dari satu tempat ke tempat lain, tetapi ada pembatasan pergerakan jumlah orang dan skenario jaga jarak yang aman.
Dalam hal mudik, pembatasan ini akan dilakukan oleh petugas gugus wilayah di provinsi atau kabupaten.
Mereka bertugas untuk “menangkap” pemudik dan mewajibkan isolasi sesuai masa inkubasi virus di tempat khusus yang telah disediakan oleh daerah tersebut.
Jika setelah selesai masa isolasi tidak muncul gejala, maka pemudik baru boleh bertemu dengan keluarga—meskipun tetap ada risiko pemudik adalah OTG (Orang Tanpa Gejala).
Setelahnya, pemudik juga harus lapor diri ke ketua RT dan kelurahan atau desa sebagai upaya pengendalian dan pengawasan.
Baca Juga: Warga Nekat Pulang Kampung Saat Wabah Virus Corona, MUI Sebut Mudik Hukumnya Haram
Tapi, tak semua orang bisa lolos, lho.
Jika di tengah karantina muncul gejala, maka pemudik akan mendapatkan tindakan lanjut oleh tenaga kesehatan untuk isolasi di rumah sakit.
Statusnya pun bisa naik menjadi Pasien Dalam Pengawasan (PDP) hingga mungkin terkonfirmasi positif Covid-19.
Duh, ngeri!
Baca Juga: Agar Warga Bisa Tetap Mudik, Jokowi akan Ganti Libur Nasional Lebaran 2020
Kalau begitu, impian untuk berkumpul bersama keluarga hanya tinggal angan.
Padahal, kalau di rumah saja dan tak memaksa mudik, kemungkinan untuk tertular dan diisolasi di rumah sakit akan jauh lebih kecil.
Toh, kan masih bisa mudik nanti.(*)
Sahabat NOVA, jangan sampai ketinggalan berita dan informasi terbaru dan menarik soal selebriti dan dunia perempuan di Tabloid NOVA, ya. Dapatkan edisi terbarunya dengan berlangganan, tinggal klikdi sini.
Penulis | : | Maria Ermilinda Hayon |
Editor | : | Alsabrina |
KOMENTAR