NOVA.id - Di tengah pandemi Covid-19, carut marutnya sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) membuat sejumlah orang tua resah.
Mereka mengeluhkan kecurangan yang terjadi dalam sistem seleksi zonasi.
Akibat kecurangan tersebut, tak sedikit anak yang terdampak secara mental.
Baca Juga: Deretan Masakan Berkuah yang Lezat Disantap Saat Lembur di Rumah
Belasan wali murid yang tergabung dalam persatuan orangtua peduli pendidikan anak mendatangi kantor DPRD Jember, Kamis (02/07).
Para wali murid menemukan banyak kejanggalan dari sistem zonasi, yakni dugaan pemalsuan Surat Keterangan Domisili (SKD).
Wali murid menyebut ada anak yang rumahnya dekat dengan sekolah, tetapi gagal masuk.
Sedangkan anak yang jaraknya jauh dari sekolah, malah lolos karena menggunakan SKD palsu.
"Kalau tidak ada kecurangan mungkin saya terima," kata Dwi Riska, salah satu wali murid dalam rapat dengar pendapat dengan komisi D DPRD Jember.
Dia mencontohkan, anak yang berasal dari Kecamatan Wuluhan dan Jenggawah, bisa masuk di SMAN 1 dan SMAN 2.
Baca Juga: Ajaran Baru Masih Belajar dari Rumah, Haruskah Homeschooling Jadi Pilihan?
Padahal jarak sekolah dengan Kecamatan Wuluhan sekitar 36 kilometer.
Sementara, anak Dwi tidak lolos di SMAN 2, padahal jaraknya sekitar 1,6 kilometer.
Anak Dwi malah lolos di SMAN 5 yang jaraknya lebih jauh.
"Sampai anak saya stres, sampai sekarang tidak mau masuk SMAN 5. Saya dibikin pusing, kadang (sang anak) tertawa sendiri, tidak mau makan. Bagaimana seorang ibu melihat anaknya seperti itu," jelas Dwi lalu menangis.
Baca Juga: Ada Wacana Sekolah Kembali Dibuka, Yuk Mulai Rancang Menu Bekal Anak
Kejadian itu tak hanya dialami oleh DW, tetapi juga beberapa wali murid lainnya.
"Akibatnya muncul anak saling bully, orangtua saling sindir," tambah David K Susilo, salah satu wali murid lainnya.
Dia menduga praktik pemalsuan SKD sudah terjadi dan menciderai dunia pendidikan.
Baca Juga: Sekolah Tatap Muka Dibolehkan, Nadiem Makarim: Asal Ada Persetujuan Orang Tua Murid
Anak sudah diajarkan sikap tidak jujur untuk masuk ke sekolah.
Padahal, kejujuran merupakan hukum tertinggi dalam dunia pendidikan.
Untuk itu, para wali murid itu mendesak agar DPRD Jember membongkar praktik SKD palsu tersebut, dengan melakukan verifikasi ulang, apakah anak yang lolos itu benar-benar tinggal dekat dengan sekolah.
Mereka meminta DPRD turun langsung ke SMA yang diduga memanipulasi SKD Palsu.
Bila ditemukan, mereka yang sudah lolos masuk di SMAN tersebut harus dibatalkan.
Ketua Komisi D DPRD Jember Hafidi mengatakan, pihaknya akan menindaklanjuti aduan wali murid tersebut.
Komisi D akan menggelar rapat gabungan karena ruang lingkupnya tidak hanya pendidikan, tetapi juga urusan data kependudukan.
"Untuk membongkar perlu rapat gabungan karena surat domisili urusan Dispenduk," jelas dia.
Dapatkan pembahasan yang lebih lengkap dan mendalam di Tabloid NOVA.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Hati Ibu Ini Teriris Lihat Anaknya Stres, Kadang Tertawa Sendiri karena Gagal Masuk SMA
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Ratih |
Editor | : | Dionysia Mayang Rintani |
KOMENTAR